Ketiga: Membalas Kebaikan dengan Lebih Baik
وَكَافِئَنْ تَحِيَّـــــةَ الْـــــعَشِيْرِ بِــــمِثْلِهَا بَـــــلْ كَافِئَنْ بِالْخَيْرِ
Kalau dibantu balaslah melebihi
atau sama dan yang baik melebihi
إِنَّ الْيَـــدَ الْعُلْيَا تَكُوْنُ خَـيْرًا مِنَ الْيَـــدِ السُّفلَى اقْصِدَنَّ الْبِرَّا
Memberi lebih baik dari diberi
yang lebih baik haruslah digemari
Syarah:
Jika kita mendapat kebaikan dari seseorang, hendaknya kita membalasnya dengan lebih baik; atau—jika tidak bisa, maka minimal, kita berikan sikap atau hal yang sama. Tata krama ini diisyaratkan, antara lain, dalam ayat tentang etika menjawab salam berikut:
وَ إِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْرُدُّوْهَا، إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا (سورة النسآء: 86)
Apabila kamu diberi (salam) penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah Maha Memperhitungkan segala sesuatu (Qs. An-Nisâ’: 86)
(baca juga: Hujjah Aswaja: Membuat Kubah dan Meletakkan Kain di Batu Nisan)
Namun, menerima kebaikan saja itu belum sempurna jika tidak pernah memberi atau membalasnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memberi itu lebih baik dari pada menerima. Penjelasan ini mengingatkan kita pada sabda Nabi Muhammad Saw:
اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، فَاْليَدُ الْعُلْيَا هِىَ الْمُنْفِقَةُ وَالْيَدُ السُّفْلَى هِىَ السَّآئِلَةُ. (متفق عليه)
Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah; sebab, tangan di atas ialah penderma, sementara tangan di bawah ialah peminta atau penerima. (Muttafaqun ‘Alaih)[AF.Editor]
*terjemahan Kitab Tarbiyatus Shibyan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad, Syaikhul Ma’had Pesantren Nuris Jember