Bidâyatul Hidâyah: Permulaan Petunjuk Dari Allah (Prolog: Bagian 1)

Penulis: Abd. Halim W.H.*

Dalam ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunah wal Jama’ah, ilmu itu dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, antara lain: pertama, Aqîdah, yaitu ilmu yang menyangkut keimanan, keyakinan, dan kepercayaan. Ilmu ini mengikuti konsep Imam Abul Hasan al-Asy’arî dan Abû Manshûr al-Mâturîdî.

Kedua, Ilmu Fiqih/Syari’ah. Yaitu hal-hal yang menyangkut perbuatan manusia, seperti salat, puasa, zakat, haji, serta mu’amalah seperti jual-beli, gadai, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, dan lainnya. Ilmu ini mengikuti salah satu dari madzhab yang 4 (empat), yaitu: Imam Hanafi, imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali.

Ketiga, bidang Akhlak/Tasawuf, yaitu meliputi hubungan kita dengan Allah Swt. (hablun mina-Lllâh), hubungan dengan sesama manusia (hablun minan nâs). Ilmu ini mengikuti konsep Imam al-Ghazali dan Imam Junaid al-Bagdâdî. Dalam pengejawantahan dari hadis panjang yang diriwiyatkan oleh Sayyidina Umar tentang pengajaran ilmu Agama oleh Malaikat Jibril kepada Nabi dan para sahabat, bidang ini disebut dengan Ihsân.

(Baca juga: apa-hukum-mempelajari-ilmu-falak-atau-ilmu-nujum)

Banyak sekali kitab-kitab karya Imam al-Ghazali, diantaranya adalah kitab Bidâyatul Hidâyah, kitab klasik yang sangat terkenal, disamping karena disusun oleh orang yang juga sangat terkenal, yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Ath-Thûsî Asy-Syâfi’i Al-Ghazâlî, seorang filsuf dan tokoh tasawuf yang sangat terkenal pada abad ke XII (dua belas) Masehi. Kitab ini dipelajari dan dikaji di berbagai pesantren seluruh Indonesia, utamanya pesantren salaf. Kitab Bidâyatul hidâyah memiliki arti ‘permulaan petunjuk’; petunjuk dari Allah Swt.

Kitab ini sangat populer dan merupakan pengantar dari kitab Ihyâ ‘Ulûmiddîn (menghidupkan ilmu-agama), sebuah kitab yang spektakuler, yang juga disusun oleh Imam al-Ghazali. Dua kitab ini (Bidâyatul Hidâyah dan Ihyâ ‘Ulûmiddîn) merupakan rujukan utama ilmu Tasawuf.  

(Baca juga: tradisi-ziarah-kubur-menjelang-idulfitri-haramkah)

Kitab ini menjelaskan tentang amalan-amalan dan adab-adab yang seyogyanya dilakukan oleh seorang hamba, agar tidak salah dan sesuai aturan syariat untuk melaksanakan amal ibadah, supaya ibadah tersebut dapat dilakukan dengan baik, penuh arti dan memberikan kesan yang mendalam. Selain itu, beliau menyebutkan adab-adab pergaulan seorang hamba dengan Allah Swt., dan juga pergaulan dengan semua lapisan masyarakat yang ada di sekelilingnya.

Secara garis besar, kitab ini berisi tiga bagian, yaitu: tatakrama tentang taat kepada Allah, taat meninggalkan maksiat, dan bagian yang terakhir adalah tentang muamalah atau pembahasan tentang tatakrama tentang pergaulan manusia dengan Tuhannya, dan manusia dengan sesamanya.

Dari tiga bagian itu, pembahasan dapat dirinci antara lain tentang taat, antara lain adalah berisi tentang adab manusia sebagai hamba dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian ini, Imam Ghazali memulai pembahasan dengan pasal adab ketika bangun tidur (fashl fî adâbil istîqâzh minan naumi-halaman: 10-). Adab masuk kamar mandi (bâbu âdâbi dukhûlil khlâ_i-halaman: 11), adab wudhu (bâbu âdâbil wudhû’-halaman: 14), mandi (adâbul ghusli-halaman: 19) dan tayammum (adâbut tayammumi-halaman: 21), adab menuju ke masjid (adâbul khurûji ilal masjidi-halaman: 23), adab dalam pekerjaan setelah mahrib sampai sore (adâbu mâ ba’da thulû’isy syamsi ilaz zawâli-halaman: 31), adab membaca sholawat (adâbul isti’d^adi li sâ_iris shalamanawât-halaman: 36), adab tidur (adâbun naumi-halaman: 41), adab sholat (adâbus shalamanâti-halaman: 44), adab pada hari jumat (adâbul jumu’ati-halaman: 53) dan yang terakhir adalah adab puasa (adâbus shiyâmi-halaman: 58). Mungkin pembahsan dalam bagian pertama jarang ada yang mengamalkannya atau menganggap sepele. Namun, pembahsan ini penting untuk manusia dan Imam Ghazali pun menerangan pada bagian ini adab mulai kita bangun tidur sampai tidur kembali.

Bagian kedua, kitab ini berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan maksiat dan tata cara menghindarinya. Yang diantaranya berisi tata cara menjaga anggota badan dari perbuatan maksiat. Seperti, menjaga mata (hifzhul ‘aîn-halaman: 62) dari halaman yang tidak sepatutnya untuk kita lihat, menjaga telinga (hifzhul âdzâni-halaman: 63) untuk menghindarkan diri kita untuk mengetahui aib seseorang dari ucapan orang lain, menjaga lisan (hifzhul lisâni-halaman: 63) dari delapan perkara, menjaga perut (hifzhul bathni-halaman: 70) agar tidak timbul penyakit, menjaga kemaluan (hifzhul farji-halaman: 73)  dari halaman yang telah diharamkan oleh agama Islam, menjaga kedua tangan (hifzhul yadaini-halaman: 73) agar tidak digunakan untuk melukai seseorang dan yang terakhir menjaga kedua kaki (hifzhur rijlaini-halaman: 73) agar tidak berjalan dalam kemaksiatan.

Sebagai bagian terakhir, kitab ini membahas tentang tatakrama berinteraksi, baik dengan pencipta maupun dengan sesama makhluk. Seperti adab seorang guru, adab seorang pencari ilmu, adab seorang anak kepada orang tuanya. Pembahsan ini cukup rinci, bahkan ada pembahsan tentang adab bertengkar dengan sesama. Bahkan Imam Ghazali memberikan penjelasan tentang teman yang baik dan hak-hak seorang teman.

Kitab ini telah banyak memberikan faedah dan bimbingan bagi setiap orang yang mentelaahnya dengan niat yang ikhlas untuk mengamalkan isi dan kandungannya. Manfaatnya juga sudah jelas dan tidak diragukan lagi. Kitab ini juga sangat penting untuk dikaji dan dijadikan sebagai rujukan dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Penjelasan dari isi kitab ini in_syî-a akan disajikan pada bagian-bagian selanjutnya…

(Tulisan ini disarikan dan diadaptasi dari pengajian Kitab Bidâyatul Hidâyah yang diisi oleh Syaikhul Ma’had K.H. Muhyiddin Abdusshomad setiap hari Senin pagi, dan in_syî-a akan menjadi beberapa bagian sesuai tema yang ada.)

Penulis merupakan Khâdim di Program Unggulan Tahfizh Nuris Jember

Related Post