Pada masa awal Islam, Rasulullah SAW memang melarang umat Islam untuk melakukan ziarah kubur, karena khawatir umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Setelah akidah umat Islam kuat dan tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik, Rasulullah SAW membolehkan para sahabat untuk melakukan ziarah kubur. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ اْلقُبُوْرِ فَقَدْ اُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِى زِيَارَةِ قَبْرِ اُمِّهِ فَزُوْرُوْهَا فَاِنَّهَا تُذَكِّرُاْلآخِرَةَ(روه الترمذى، ٩٧٤)
“Dari Buraidah, ia berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang, Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang, berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat.” (HR. Al Tirmidzi [974]).
(baca juga: Hujjah Aswaja: Adzan Setelah Mayit Diletakkan di Kuburan)
Kemudian kaitannya dengan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم yang menyatakan larangan perempuan berziarah kubur:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسٌولَ الِله صلى الله عليه وسلم لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُور (رواه احمد،٨٠٩٥)
“Dari Abu Hurairah.ra bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat wanita yang berziarah kubur.” (HR. Ahmad [8095]).
Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik bagi laki-laki dan perempuan. Imam al-Tirmidzi menyebutkan dalam kitab al-Sunan:
“Sebagian Ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu.” (Sunan al-Tirmidzi, [976]).
Ketika berziarah, seseorang dianjurkan untuk membaca al-Qur’an atau lainnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ. قَالَ رَسُوْلُ االلهِ صلى الله عليه وسلم : اِقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس (رواه أبو داود،٢٧١٤)
“Dari Ma’qil bin Yasar. ra, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Bacalah surat Yasin pada orang-orang mati di antara kamu.” (HR. Abu Dawud [2714]).
Dalil-dalil ini membuktikan bahwa ziarah kubur itu memang dianjurkan. Terlebih jika yang diziarahi itu adalah makam para wali dan orang shaleh. Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka.” (AL-Fatawi al-Kubra, juz ll, hal 24).
Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh telah menjadi tradisi para ulama salaf. Di antaranya adalah Imam al-Syafi’i. ra mencontohkan berziarah ke makam Laits bin Sa’ad dan membaca al-Qur’an sampai khatam disana (al-Dzakhirah al-Tsaminah, hal. 64). Bahkan diceritakan bahwa Imam Syafi’i ra jika beliau ada hajat, setiap hari beliau berziarah ke makam Imam Abu Hanifah. Seperti pengakuan beliau dalam riwayat yang shahih:
“Dari Ali bin Maimun, berkata, “Aku mendengar Imam al-Syafi’i berkata, “Aku selalu bertabarruk dengan Abu Hanifah dan berziarah mendatangi makamnya setiap hari. Apabila aku memiliki hajat, maka aku shalat dua rakaat, lalu mendatangi makam beliau, dan aku mohon hajat itu kepada Allah SWT di sisi makamnya sehingga tidak lama kemudian hajatku terkabul.” (Tarikh Baghdad, juz , 1, hal. 123).
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2008. Hujjah NU. Surabaya: Khalista.