Penulis: M. Hamdi, S.Sy., M.E.*
Baginda Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pemimpin yang mempunyai rasa kasih sayang luar biasa kepada umatnya. Kasih sayang ini dibuktikan dengan tidak henti-hentinya beliau selalu memberikan nasihat dan petunjuk bagi kebaikan masa depan umatnya, baik dalam urusan agama, dunia atau akhirat.
Di antara bentuk nasehat tersebut adalah motivasi baginda nabi supaya umatnya mengonsumsi kurma dan meminum air tatkala berbuka puasa. Menjadikan kurma sebagai porsi penting dalam berbuka puasa memiliki hikmah atau filosofi tersendiri,yakni karena secara thobi’ah basyariyyah (nurani kemanusiaan), disaat perut kosong tidak ada isinya, ketika perut tersebut diberi asupan sesuatu yang manis-manis, maka perut lebih mudah untuk menerimanya. Selain lebih mudah menerimanya, kurma memiliki khasiat khusus yakni menambah kekuatan atau energi, terutama kekuatan pengelihatan.
Mengapa kurma bisa menguatkan pengelihatan? Sebab kurma itu manis, dimana perkara yang manis-manis itu bisa menguatkan daya pengelihatan. Terutama dalam keadaan puasa, daya pengelihatan akan melemah sebab menahan lapar, maka solusinya adalah kurma. Jadi kesimpulannya, anjuran kurma sebagai porsi penting dalam berbuka puasa didasarkan pada ta’abbudi (penghambaan) dan ta’aqquli (ada alasan yang bisa dinalar oleh akal).
(baca juga: Cara Allah Mensyariatkan Puasa Bagi Umat Beriman)
Dalil kesunahan berbuka puasa dengan kurma adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin ‘Amir ra. dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ, فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ, فَإِنَّهُ طَهُورٌ (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ)
Artinya: “Apabila seseorang berbuka puasa, maka hendaklah dia berbuka dengan kurma. Apabila tidak menemukan kurma, maka hendaklah berbuka dengan air, karena air itu suci mensucikan”. (HR. al-Khamsah (Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ibn Majah, dishohihkan oleh Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban dan al-Hakim)
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW menggunakan bentuk kata perintah (fiil amr) ketika memerintahkan berbuka dengan kurma dan air. Dalam teori Ushul Fikih, bentuk kata perintah secara asal menunjukkan terhadap hukum wajib.
Namun dalam hadits tersebut tidak mengikuti teori asal tersebut, melainkan diarahkan kepada hukum sunnah. Penggunaan kata kurma dalam hadits menggunakan at-tamr, yang merupakan isim jenis, sehingga dalam pengamalanya sunnah bisa didapatkan dengan memakan satu kurma, tapi yang lebih utama adalah ganjil.
Demikianlah ulasan singkat tentang berbuka puasa dengan kurma. Semoga menjadi ilmu yang manfaat dan barokah. Wallaahu a’lam bisshowab.[]
Sumber: Ibanatul Ahkam Syarah Bulughil Maram, Juz 2, Hal 382-383
*penulis adalah muallim di Kampus Ma’had Aly Nuris Jember