Polemik ChatGPT di Dunia Pendidikan

Penulis: Nabila Hilmiah*

Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan kita, termasuk dalam bidang pendidikan. ChatGPT, model bahasa AI yang dikembangkan oleh OpenAI, adalah salah satu inovasi yang mengundang berbagai pendapat dan perdebatan. Di satu sisi, teknologi ini menawarkan potensi luar biasa untuk meningkatkan peserta didikan, namun di sisi lain, ia juga menimbulkan sejumlah masalah yang tidak bisa diabaikan.

Salah satu isu utama yang sering dikemukakan adalah potensi peningkatan plagiarisme. ChatGPT dapat menghasilkan teks yang sangat mirip dengan tulisan manusia, memungkinkan peserta didik untuk menyelesaikan tugas tanpa usaha sendiri. Ini jelas merusak integritas akademik, di mana nilai dan sertifikasi tidak lagi mencerminkan pemahaman dan usaha pribadi peserta didik ini. Di era digital ini, institusi pendidikan perlu mengembangkan metode penilaian yang lebih adaptif dan berbasis kompetensi untuk memastikan bahwa peserta didik benar-benar memahami materi yang mereka pelajari.

Kekhawatiran lain adalah ketergantungan berlebihan pada teknologi. Meskipun ChatGPT dapat menjadi alat bantu yang efektif, ada risiko bahwa peserta didik akan mengandalkannya untuk menyelesaikan tugas tanpa mengembangkan keterampilan kritis dan analitis mereka sendiri. Pendidikan harus tetap fokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan penyelesaian masalah, yang tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh teknologi. Guru dan pendidik harus mengarahkan peserta didik untuk menggunakan ChatGPT sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti proses belajar.

Apalagi, tidak semua peserta didik memiliki akses yang sama terhadap teknologi seperti ChatGPT. Ketidaksetaraan dalam akses teknologi dapat memperlebar kesenjangan pendidikan antara peserta didik dari berbagai latar belakang ekonomi dan geografis. Untuk meminimalisir kesenjangan ini, penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memastikan akses yang merata terhadap teknologi dan sumber daya digital. Inisiatif seperti penyediaan perangkat dan pelatihan penggunaan teknologi harus diperkuat agar semua peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memanfaatkan AI dalam peserta didikan.

(baca juga: Es Krim Herbal Nan Organik Pecegah Hipetensi)

ChatGPT memunculkan pertanyaan tentang apakah teknologi ini bisa atau seharusnya menggantikan peran guru dalam proses peserta didikan. Meskipun AI dapat memberikan informasi dan menjawab pertanyaan, hubungan interpersonal dan bimbingan langsung dari guru tetap sangat penting. Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga mendidik peserta didik secara emosional dan sosial, peran yang tidak dapat diambil alih oleh AI. Oleh karena itu, teknologi seperti ChatGPT harus digunakan sebagai alat pendukung bagi guru, bukan sebagai pengganti.

AI tidaklah sempurna. Meskipun ChatGPT dapat menghasilkan teks yang canggih, ia masih bergantung pada data yang digunakan untuk melatihnya, yang mungkin mengandung bias atau ketidakakuratan. Informasi yang salah atau bias dapat merugikan proses peserta didikan dan memperkuat stereotip yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk tetap kritis terhadap informasi yang dihasilkan oleh AI dan selalu melakukan verifikasi sebelum menggunakannya dalam konteks pendidikan.

Penggunaan AI dalam pendidikan juga memunculkan pertanyaan etis. Siapa yang bertanggung jawab atas konten yang dihasilkan oleh AI? Bagaimana memastikan bahwa AI digunakan secara etis dan tidak merugikan peserta didik? Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan jawaban yang jelas dan kebijakan yang tegas. Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama dalam memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan adil dalam pendidikan.

ChatGPT dan teknologi AI lainnya memiliki potensi besar untuk merevolusi pendidikan. Namun, tantangan dan risiko yang terkait dengan penggunaannya tidak bisa diabaikan. Untuk memaksimalkan manfaat teknologi ini, penting bagi semua pihak yang terlibat – pendidik, pembuat kebijakan, dan masyarakat– untuk bekerja sama dalam mengembangkan pedoman dan kebijakan yang memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan adil dalam pendidikan. Dengan pendekatan yang tepat, ChatGPT dapat menjadi alat yang berharga untuk meningkatkan proses peserta didikan, tanpa mengorbankan integritas dan kualitas pendidikan.[]

*penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris

Related Post