Penulis: M. Ulil Albab*
Dewasa ini banyak sekali grup hadrah terbaru yang tampil dengan berbagai ciri khas masing-masing. Banyak dari mereka yang sering keluar kota untuk memenuhi undangan-undangan yang mereka terima dari penggemar masing-masing. Bahkan tak sedikit yang diundang hingga keluar negeri. Oleh karena itu saya merasa perlu untuk mengungkap sejarah hadrah khususnya yang ada di Indonesia, agar para pecinta sholawat tahu bagaimana hadrah masuk ke Indonesia hingga bisa viral seperti saat ini.
Menurut beberapa sumber hadrah diambil dari kata bahasa arab yang hadhoro yang artinya hadir. Menurut istilah dalam ilmu tassawuf seni hadrah memiliki arti membuka hati agar rahmat dan hidayah Allah SWT mudah masuk ke dalam hati. Pendapat ini sangat benar karena jika seseorang bersholawat menggunakan hadrah dengan besungguh-sungguh maka ia akan terbawa oleh lantunan sholawat itu.
(Baca juga: Si merah yang bermanfaat)
Seni hadrah masuk pertama kali sekitar tahun 1830-an di Surabaya yang dibawa oleh Habib Syech Botoputih seorang ulama yang menjadi mursyid thoriqot dan kemudian seni hadrah itu dikembangkan di kalangan santrinya dan masyarakat sekitar. Pada masa itu seni hadrah lebih dikenal dengan hadrahan atau terbangan, karena alat yang digunakan pada masa itu lebih dikenal dengan nama terbang.
Jika mengikuti sumber dari Habib Umar bin Thoha bin Shahab Palembang seni hadrah dibawa oleh keturunan Imam Ahmad Muhajir(beliau adalah sesepuh wali songo). Ketika itu Imam Ahmad berada di Yaman dan bertemu kelompok sufi darwisy sedang asik bermain hadrah dan melantunkan sholawat dan pujian kepada Allah. Kemudian seni hadrah terus digunakan dalam setiap majlis Imam Ahmad dan seluruh keturunan beliau hingga keturunan beliau sampai di Indonesia.
Kemudian pada tahun 1990-an hadrah mulai berkembang di kota pasuruan, yang dikembangkan oleh para santri KH. Abdurrahman bin Abdul hadi. Pada masa itu seni hadrah sangat berguna bagi para umat islam yang melawan penjajah, karena seni hadrah mendapat izin dari pemerintah kolonial sehingga bisa digunakan oleh para ulama untuk bermusyawarah menyusun setrategi melawan penjajah. Jadi seni hadrah juga berperan dalam perjuangan melawan penjajah. Bahkan seni hadrah sangat berguna untuk membentengi umat islam dari budaya dan seni komunisme.
(Baca juga: Manfaat belajar sejarah)
Sehingga umat islam pada masa itu tidak tertarik oleh budaya komunis dan tidak terjerumus ke dalam ajaran komunis. Lalu seni hadrah juga dikembangkan oleh seluruh santri yang ada di Nusantara.
Seni hadrah terus digunakan oleh umat muslim dalam perayaan hari-hari besar umat islam dan sebagai kedok untuk menutupi musyawarah ulama yang bertujuan untuk membentuk setrategi melawan penjajah. Hingga akhirnya umat islam bisa sangat berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Terus sampai kini seni hadrah terus digunakan dalam acara dan perayaan hari-hari besar umat islam. Sehingga sekarang sangat banyak sekali grup hadrah yang dibuat di setiap daerah yang ada di Indonesia.
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik