Penulis: Abd. Halim W.H.*
Bulan Ramadlan sudah masuk 10 hari terakhir nih. Masih kencengkan tadarusannya? Sejenak lupakan bahaya virus korona, kita sibukkan diri saja di rumah dengan tadarusan bersama sanak keluarga. Momentum Ramadlan 1441 H yang memang agak berbeda dari tahun sebelumnya, membuat kita semakin banyak memetik hikmah dan arti menjaga diri dan jiwa.
Mari tetap nikmat ibadah di rumah dengan membaca Alqur’an dengan seindah-indahnya bacaan. Tentu dengan tajwid bukan? Nah, kali ini penulis ingin sedikit menyampaikan penjelasan salah satu tanda waqaf yang sering muncul di ayat Alqur’an. Tanda waqaf bukan hiasan dalam ayat Alqur’an, melainkan punya maksud tertentu dan aturan bacaan tersendiri.
(baca juga: Membaca Wirid setelah Salat)
So, para pegiat tadarus Alqur’an, pantengin nih tata aturan waqaf di bawah ini. Semoga segala amal ibadah kita selalu diterima oleh Allah SWT. dan menjadikan diri kita semakin shaleh di hadapan-Nya. Amin.
Pertama: Dalam keadaan waqaf (berhenti) dibaca min ‘ibādihil ‘ulamā’ (huruf hamzah dimatikan), dengan rincian:
Poin 1, Mim dhammah dibaca panjang madd wajib muttashil karena sesudah madd ada huruf hamzah dalam satu kalimat. Tanda panjang ( ٓ ) di atas Alif kecil merupakan tanda panjang madd wajib muttashil.
Poin 2, Huruf hamzah (ء) dimatikan, karena ia berada di atas huruf wāwu (و), bukan sebelumnya. Andai berada di sebelumnya, niscaya ia dibaca panjang.
Poin 3, Di atas Alif terakhir bukan sukun, melainkan tanda shifir, sehingga ia tidak berfungsi apa-apa dalam bacaannya.
Kedua: Dalam keadaan washal (dilanjutkan/disambung dengan kalimat sesudahnya), dibaca “min ‘ibādihil ‘ulamā_u” ; dhammahnya huruf hamzah dibaca 1 (satu) harkat, bukan 1 (satu) Alif, dengan alasan bahwa huruf wāwu bukanlah huruf madd.[red.edit]
sumber foto sampul: nu.or.id
*Penulis adalah Khâdim di PTQ Anak & Balita, MTs Unggulan, dan MA Unggulan Nuris Program Tahfidz NURIS, Jember