Judul buku: Assalamualaikum Calon Imam
Penulis: Madani
Penerbit: Coconutbooks
Tebal halaman: 476
Peresesnsi: Aulia Nurdin Assidiqi*
“Sura-surat cinta Nafisya untuk calon imamnya tak dipungkiri layaknya pedang yang menghujam langsung di ulu hati. Manis, romantis, bahkan kadang menyayat hati.”
Ketika genre novel percintaan remaja sedang kekinian, maka buku setebal 476 berjudul Assalamualaikum Calon Imam turut meramaikan jagat buku populer di Tanah Air.
Kehadirannya memeng tampak berbeda karena memiliki segmen yang lebih sempit ketimbang novel senada kompetitornya, yakni remaja muslimah.
Cover buku yang di pilih pun terlampau lembut dan sangat di sukai oleh segmen yang dibidiknya yakni merah muda yang dipadu warna krem pias dengan model perempuan berhijab yang memunggungi pembaca.
Unik, menjadi kesan pertama bagi siapapun yang memegang buku terbitan Coconut Books yang di cetak pada November 2017 lalu. Buku yang ditulis oleh Ima Madaniah ini menjadi semakin menarik lantaran ditulis oleh remaja yang kelahirannya di Kota Bandung pada 24 Desember 1998.
(Baca juga: buku tentang perjuangan mencari sosok ibu)
Pada usia yang masih sangat muda, Ima mampu menyajikan jalan hidup dan keresahan mencari jodoh yang terbaik dalam bahasa dan kosakata yang teramat kaya. Ima Madaniah mengisahkan tentang perjalanan seorang toko remaja muslimah yang bernama Nafisya Kayla Akbar untuk menemukan calon imam terbaiknya.
Nafisya terlahir didalam lingkungan keluarga yang agamis dan islami sehingga didalam ceritanya terdapat banyak filosofi yang kental akan ke-Islaman yang dalam. Nafisya juga di ceritakan sebagai seorang muslimah yang sholehah, rajin beribadah, dan menolak untuk jatuh cinta karenatak ingin rasa cintanya kepada Tuhan jatuh sedikit saja.
Penulis buku dengan nama pena Madani mampu menghidupkan seorang karakter tokoh Nafisya dengan amat kuat di samping tokoh-tokoh lain yang disajikan tak kalah kuatnya seperti tokoh Jidan, Kak Salsya, Ummi, hingga Dokter Alif.
Wajar ketika buku ini dibaca lebih dari 3 juta kali didalam versi wattpadnya.
Novel
ini menjadi amat sulit dilepas hingga halaman terakhir karena mengisahkan jalan
cerita yang penuh dengan kejutan, menghentak-hentakkan, dan sulit untuk
ditebak. Sewajarnya novel kisah cinta monyet yang hambar, buku ini sangat jauh
dari kesan membosankan. Novel yang segera difilmkan dengan judul yang sama itu
tidak hanya sekedar menceritakan Nafisya ketika lelaki yang bernama Jidan
justru diam-diam ingin melamar sang kakak, Salsya.
Hatinya yang kian hancur ketika keinginan Jidan yang dicintai dan disebutkan sebagai mahkluk marsnya itu benar-benar mewujudkan keinginan untuk melamar bahkan menikahi Salsya. Novel ini juga disertai dengan pahitnya bumbu trauma yang ditanggung oleh sang anak ketika kedua orang tuanya harus bercerai. Hal itu pulalah yang dialami oleh Nafisya dan Salsya hingga membuat Nafisya khususnya kehilangan kepercayaan kepada laki-laki.
Bahkan ketika hadirnya Dokter Alif didalam hidupnya sebagai dosennya yang galak tapi memesona, Nafisya benar-benar tidak ingin memupuk perasaan kagumnya. Dendamnya kepada Abi (ayahnya) yang telah menceraikan Ummi dan memilih untuk hidup bersama perempuan lain ibarat amat kesumat dan sulit bagi Nafisya untuk memaafkan pria manapun.
Meski pada akhirnya, ia dibenturkan pada berbagai persoalan hidup yang membuatnya untuk kemudian dapat memehami mengapa kedua orang tuanya berpisah. Mahasiswa Fakultas Farmasi itu pun mulai dapat menerima kehadiran kembali Abi dalam hidupnya seiring semakin intensnya pertemuan dengan Dokter Alif yang kerap kali memberikan detensi (hukuman) kepadanya karena beberapa kali tidak mengerjakan tugas.
(Baca juga: bedah buku ceros batozar tere liye)
Sejatinya, siap yang tidak tertari kepada Dokter Alif yang ganteng, cerdas, mapan, dan masih single itu. Di usia yang 29 tahun, ia menjadi idola para mahasiswa di dua fakultas sekaligus; Kedokteran dan Farmasi.
Sayangnya, Fisya tak yakin terhadap perasaannya kepada Dokter Alif adalah perasaan cinta sejati atau sekadar kekaguman seorang mahasiswi kepada dosennya. Serba kebetulan pun banyak terjadi didalam cerita novel ini meski buakn semata ketika Dokter Alif menyampaikan keinginan untuk melamar Fisya. Fisya tidak serta merta mengiyakan karena masih terjebak didalam kegalauan panjang dan patah hati yang dalam lantaran Jidan dan Salsya akan menikah pada waktu dekat.
Cinta dan sayangnya kepada Abi yang ternyata menderita penyakit gagal ginjal (yang dirahasiakan darinya) membuat Nafisya justru meminta Dokter Alif untuk menikahinya di hadapan sang ayah. Nafisya pun mampu memenuhi permintaan dan harapan tertinggi sang ayah untuk dapat menikahkah putri-putrinya termasuk dirinya sebelum menghembuskan nafas yang terakhir.
Maka, sebelum perjalanan kisah cintanya usai di bangku kuliah ia menjalankan peran sebagai istri dari seorang Dokter Alif. Dalam perjalanannya, Nafisya nyatanya menderita penyakit multiple sclerosis yang makin parah dari waktu ke waktu hingga ancaman kebutan permanen.
Derita itu ia simpan rapat-rapat dari sang suami bahkan ia diam-diam
mempersiapkan penceraian agar suaminya memiliki kehidupan yang lebih baik dan
bahagian kepada perempuan lain. Tentu saja sang Dokter menolak.
Nafisya tidak menyerah, ia meminta berpisah dengan alasan dia tidak bahagia sampai Dokter Alif menjatuhkan talaq kepadanya.
Kejutan lain terjadi ketika Nafisya mengalami koma akibat sakitnya yang kian parah. Bumbu-bumbu kata mutiara dan ayat-ayat islami baik dari Hadist Nabi maupun Al-Qur’an mengalir deras tanpa ada kesan menggurai didalam cerita novel ini.
Sebuah akhir yang bahagia didapatkan setelah membuat para pembaca terengah-engah dengan perjalanan penuh haru seorang remaja muslimah yang bernama Nafisya.
Surat-surat cinta Nafisya kepada calon imamnya tak dipungkiri layaknya pedang yang menghujam langsung ke ulu hati. Manis, romantis, bahkan kadang menyayat hati.
Sampai kemudian ia menemukan salam bukan lagi untuk calon imamnya namun untuk imamnya yang sebenarnya.
Novel ini menjadi semakin layak untuk dibaca siapa saja yang menginginkan warna lain kisah percintaan penuh kejutan yang benar-benar tidak biasa.
Penulis merupakan siswa kelas X IPA MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik