Fungsi Akhlak; Tata Krama

وَبَعْــــدُ فَاْلآدَابُ زَيْنُ الْمُتَّقِى           أَلَّفْتُ مَــــا مِنْ سُوْءِ أَخْلاَقٍ يَقِى

Akhlak tanda orang takwa pada Allah

nazam ini mencegah akhlak yang salah

Syarah:

Ada sesuatu yang benar tetapi tidak indah. Ada juga sesuatu yang indah tetapi tidak benar. Maka, tata krama adalah hiasan yang bukan hanya indah tapi juga baik dan benar bagi seorang yang bertakwa. Ukuran baik, indah, dan benar, barometernya adalah Nabi Muhammad Saw, contoh dan teladan kita yang pertama dan utama. Dalam konteks ini Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari mengutip kata Imam Sufyân ibnu ‘Uyainah seorang tokoh tabi’in terkemuka sebagai berikut:

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الْمِيْزَانُ اْلأَكْبَرُ. وَعَلَيْهِ تُعْرَضُ اْلأَشْيَآءُ عَلَى خُلُقِهِ وَسِيْرَتِهِ وَهُدَاهُ، فَمَا وَافَقَهَا فَهُوَ الْحَقُّ؛ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ الْبَاطِلُ (آداب العالم والمتعلم، ص. 10)

Diriwayatkan dari Sufyân ibn ‘Uyainah Ra bahwa Rasulullah Saw adalah barometer terlengkap. Segala hal harus diukur berdasarkan akhlak, amaliah, dan petunjuk dari beliau. Jika sesuai, maka itu yang benar; namun jika tidak sesuai, berarti itu batil. (Âdâbu al-‘Âlim wa al-Muta’allim, h. 10)

Dalam pandangan sebagian orang, tata krama itu adalah hiasan yang seolah hanya menjadi barang sampingan. Tetapi tidak bisa dimungkiri bahwa banyak orang mendapat predikat yang sangat tercela bahkan bisa sama dengan hewan hanya karena tidak memiliki tata krama, baik tata krama kepada sesama, kepada orang lain ataupun kepada lingkungan. Sudah memiliki iman, dan memiliki ilmu syariat yang dalam, tetapi tidak punya tata krama, akan kehilangan kemuliannya di mata manusia apalagi di sisi Allah Swt.

(baca juga: Khatib Jumat Memegang Tongkat)

Imannya percuma. Ilmunya sia-sia. Karena, muara keimanan dan ilmu itu ialah tata krama. Jadi orang yang tidak punya tata krama berarti tidak punya segala-galanya. Itulah sebabnya Imam Malik bin Anas menasihati seorang pemuda berkebangsaan quraisy sebagai berikut:

قَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ لِفَتًى مِنْ قُرَيْشٍ: يَا ابْنَ أَخِي, تَعَلَّمِ الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ. (خلاصة تعظيم العلم، 31)

Berkata Imam Malik bin Anas kepada seorang pemuda Quraisy: wahai keponakanku, belajarlah tata krama sebelum belajar ilmu. (Khulashatu Ta’dzimil Ilmi, hal 31)

Seorang ulama salaf berpesan kepada Ibn al Mubarak

قَالَ مَخْلَدُ بْنُ الْحُسَيْن لِابْنِ الْمُبَارَكِ يَوْمًا : (نَحْنُ إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ الْأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ الْعِلْمِ). (خلاصة تعظيم العلم، 31)

Makhlad bin Al Husain suatu hari berkata kepada ibnu al Mubarok: kami sangat membutuhkan tata krama melebihi kebutuhan kepada banyak ilmu (Khulashatu Ta’dzimil Ilmi hal 31)

Bahkan Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari mengaitkan adab (tata krama) dengan tauhid, beliau mengutip pendapat sebagian ulama sebagai berikut:

قَالَ بَعْضُهُمْ: التَّوْحِيْدُ يُوْجِبُ اْلإِيْمَانَ، فَمَنْ لاَ إِيْمَانَ لَهُ لاَ تَوْحِيْدَ لَهُ؛ وَاْلإِيْمَانُ يُوْجِبُ الشَّرِيْعَةَ، فَمَنْ لاَ شَرِيْعَةَ لَهُ لاَ إِيْمَانَ لَهُ وَلاَ تَوْحِيْدَ لَهُ؛ وَالشَّرِيْعَةُ تُوْجِبُ اْلأَدَبَ، فَمَنْ لاَ أَدَبَ لَهُ لاَ شَرِيْعَةَ لَهُ وَلاَ إِيْمَانَ لَهُ وَلاَ تَوْحِيْدَ لَهُ (آداب العالم والمتعلم، ص. 11).

…sebagian ulama mengatakan, “Punya tauhid pasti punya iman, maka siapa yang tidak punya iman pasti tidak punya tauhid; punya iman pasti punya syariat, maka siapa yang tidak punya syariat pasti tidak punya iman, juga tidak punya tauhid; dan punya syariat mengharuskan punya tata krama, maka siapa yang tidak punya tata krama pasti tidak punya segalanya: tidak punya syariat, tidak punya iman, tidak punya tauhid pula (Âdâbu al-‘Âlim wa al-Muta’allim, h. 11).

(baca juga: Kiai Muhyiddin Abdusshomad: Fatayat harus Tulis Buku-Buku Aswaja)

Akhlak dapat mengangkat derajat dan kehormatan seseorang. Dengan akhlak, babu dan pembantu bisa menjadi mulia, sama dengan juragannya. Orang kaya dan orang yang berilmu semakin mulia ketika memiliki akhlak yang terpuji. Sebaliknya orang kaya atau orang yang berilmu akan menjadi hina, jika tidak memiliki akhlak yang luhur, karena akhlak mulia merupakan acuan utama dalam rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh manusia utamanya kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:

عَنْ اَبِي الدَّرْدَاء، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قال مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ. (رواه البخاري في الأداب المفرد، 90)

Dari Abi Darda’ dari Nabi Saw beliau bersabda: tidak ada sesuatu apapun yang melebihi timbangan akhlak mulia (HR al Bukhari, al Adabul Mufrad, hal 90).

Nabi Saw juga mengajarkan doa yang berisi permohonan untuk meraih akhlak mulia, sebagaimana berikut ini:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكْثِرُ أَنْ يَدْعُوَ اَللّهُمَّ إِِنِّي أَسْأَلُكَ الصِحَّةَ، وَالْعِفَّةَ، وَاْلأَمَانَةَ، وَحُسْنَ الْخُلُقِ، وَالرِّضَا بِالْقَدَرِ. (رواه البخاري في الأدب المفرد،100)

Dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah Saw sering berdoa sebagai berikut: Ya Allah kami mohon kesehatan, berhati-hati dalam berbagai hal, mampu menjaga amanat dan berakhlak mulia serta rida terhadap takdir (HR al Bukhari, al Adabul Mufrod, Hal 100).

Sedemikian pentingnya akhlak mulia, di samping Rasulullah memberikan petunjuk dan contoh secara langsung (visual), beliau juga mengajarkan agar kita selalu berdoa supaya bisa mengamalkan akhlak mulia sebagaimana yang beliau teladankan.[AF.Editor]

*Terjemahan Kitab Tarbiyatus Shibyan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad

Related Post