Mencintai Ahlul Bait Secara Proporsional

Mencintai Ahlul Bait Secara Proporsional

Oleh: KH. Muhyiddin Abdusshomad

Dalam keyakinan ASWAJA, salah satu kewajiban umat Islam adalah mencintai Ahlul Bait dan para sahabat Nabi Muhamad SAW yang dimaksud dengan Ahlul Bait adalah Ahlul Kisa’ (beberapa orang yang pernah diselimuti oleh Rasulullah SAW), yakni Sayyidah Fathimah, Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan, Sayyidina husein (beserta seluruh keturunan)nya, Radliyallahu anhum (Hadits Tirmidzi 2139) dan para istri Nabi SAW. yang kemudian disebut dengan Ummahatul Mukminin (QS. Al-Ahzab ayat 6).

(Baca Juga: Falsafah ‘Tongkat Musa’ [Pedoman Politik Warga NU])

Kecintaan yang dimaksud tetap berpedoman pada prinsip seimbang (Tawazzun), tengah-tengah (tawassuth) tengah lurus (I’tidal), serta tidak berlebih-lebihan karena menanamkan fanatisme buta kepada Ahlul bait Nabi SAW dapat menimbulkan citra negatif tentang pribadi mereka. Bahkan pada tingkat tertentu tanpa disadari justru menistakan Ahlul bait Nabi SAW sebagai orang-orang yang ambisius, suka berpura-pura, dan penakut (Taqiyyah). Padahal Ahlul Bait adalah orang-orang yang dilindungi oleh Allah SWT dari perilaku yang kotor dan tercela(QS. Al-Ahzab 33).

Telah maklum bagi seluruh umat Islam bahwa sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu itu dijuluki “Laitsu Bani Ghalib” pendekar yang tak terkalahkan dalam setiap pertempuran, sangatlah tidak mungkin jika beliau bersikap taqiyyah, apalagi menganjurkanya.

Salah satu contoh adalah sikap kelompok yang telalu berlebihan kecintaannya tehadap sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu dalam keyakinan mereka ketika sayyidina Ali tidak terpilih menjadi kholifah pertamaoleh mayoritas sahabat, ia marah dan menyuruh para pengikutnya untuk memberontak dan menyebarkan caci maki, dan kelak di akhir zaman, orang-orang yang dianggap merampas jabatannya akan dihidupkan kembali untuk dipukuli, disiksa, disalib dan dikeroyok oleh sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu beserta para putra dan pengikutnya untuk melampiaskan dendam kesumatnya yang berkobar sejak lama, sebagaimana dalam i’tiqad adanya raj’ah.

Kepercayaan ini memang berawal dari kecintaaan yng berlebihan kepada sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu, namun dampak yang diakibatkan cukup merisaukan, karena hal ini justru menggambarkan potret buram Ahlul Bait nabi SAW yang suci dengan gambaran orang-orang yang selalu menyimpan demdam kesumat, gila jabatan dan tidak berperikemanusiaan.

Dalam keyakinan ASWAJA, hal itu mustahil akan tejadi pada Ahlul Bait nabi Muhammad SAW, karena mereka bagaikan mutiara-mutiara yang berkilauan nan bersih dari sikap dan perilaku yang mengotorinya.

Memang sejarah telah mencatat ada perselisihan antara sebagian Ahlil bait dan para sahabatnya, tetapi hal tersebut tidak sampai pada tingkat menebarkan dendam kesumat sepanjang zaman. Allah SWT telah memberikan jaminan, sebagaimana dalam firman-Nya :

محمد رسول الله والذين معه أشداء على الكفار رحماء بينهم (الفتح : 29

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah bersikap tegas terhadap orng-orang kafir, tetapi senantiasa memelihara kasih sayang diantara sesama mereka (QS. Al-fath 29).

Keyakinan ini bukan sekedar isapan jempol semata, tetapi didasarkan pada fakta sejarah (dari berbagai literatur, baik dari sumber Ahlus sunnah maupun Syi’ah) yang menyatakan bahwa di antara Ahlul Bait dan para sahabat Nabi Muhamad SAW ada kemesraan yang terjalin, saling mencintai karena Allah SWT, tidak ada permusuhan dan dendam kesumat. Diantaranya adalah pernyataan Sayyidina Abu Bakar RA tentang kecintaan beliau kepada Ahlul Bait Nabi SAW: عن عائشة رضي الله عنها. قال ابو بكر رضي الله عنه : لقرابة رسول الله صلى الله عليه وسلم أحب الي أن أصل من قرابتي. (صحيح بخارى, 3730

“Dari A’isyah RA sesungguhnya Abu Bakar berkata: sesungguhnya kerabat-kerabat Rasulullah SAW lebih aku cintai dari pada ahlul baitku sendiri (Shohih Al-bukhori, 3730)

Sayyidina Umar RA juga merupakan salah seorang sahabat yang telah memperhatikan dan memuliakan ahlul bait nabi SAW simak hadits berikut ini : عن ابن عباس رضى الله عنه قال : خاطبنا عمر رضى الله عنه على منبر رسول اله صلى الله عليه وسلم فقال: علي أقضانا وأبي أقرؤنا (صحيح بخارى 4121

” Dari Ibn Abbas ia bercerita: Sayyidina Umar pernah berkhutbah kepada kami diatas mimbar rasululah SAW, ia berkata : sayidina Ali adalah orang yang paling ahli di bidang hukum, dan Ubay adalah orang yng paling fasih bacaannya.(Shohih Al-bukhori, 4121)

عن عقبة بن الحارث قال: صلى ابو بكر رضى الله عنه العصر ثم خرج يمشى فرأ الحسن يلعب مع الصبيان فحمله على عاتقه, وقال بأبي شبيه بالنبي لاشبيه بعلي وعلي يضحك (صحيح البخارى 3278

” Dari Uqbah bin Harits ia berkata ‘ suatu ketika Abu Bakar melaksanakan sholat ashar. Setelah itu ia berjalan pulang dan melihat Hasan bin Ali sedang bermain-main dengan anak sebaya. Abu Bakar kemudian menggendongnya seraya berkata; sungguh anak ini sangat mirip dengan Nabi, tidak mirip Ali, mendengar pernyataan ini Ali tertawa. (Shohih Al-bukhori, 3278). Senda gurau tersebut tentu tidak akan terjadi jika diantara keduanya ada permusuhan. Rasa hormat dan kecintaan Ahlul Bait kepada para sahabat Nabi SAW itu bagaikan kata berjawab gayung bersambut sebagaimana tergambarkan dalam ungkapan sayidina ali KW yang artinya ” dari Muhammad bin Hanafiyah, ia berkata, ” saya bertanya kepada ayahku Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu) siapakah manusia paling mulia setelah Rasulullah? Sayyidina Ali menjawab: “Sayyidina Abu Bakar RA” aku bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Sayyidina ali menjawab “Sayyidina Umar RA’. Dengan sedikit ragu aku bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Sayyidina Ali menjawab ‘Sayyidina Utsman bin Affan RA.” lalu aku berkata, “kemudian engkau wahai ayahku” Sayyidina Ali KW menjawab (seraya merendakan diri) “tidak, aku hanya seorang laki-laki biasa seperti muslim lainnya (Sunan Abi Dawud, 4013).

عن ابن عمر رضى الله عنه قال وضع عمر بن الخطاب رضى الله عنه بن المنبر والقبر فجاءعلي رضى الله عنه حتى قام بين يدي الصفوف فقال هو هذا ثلاث مرات ثم قال رحمة الله عليك ما من خلق الله تعالى أحب إلي من أن ألقاه بصحيفته النبي صلى الله عليه وسلم من هذا المسجى عليه ثوبه (مسند أحمد
” Dari ibn Umar RA ia berkata “ketika jenazah Sayyidina Umar diletakkan di antara mimbar dan makam rasulullah SAW, Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu datang dan berdiri di shaf terdepan seraya mengatakan “inilah orangnya, inilah orangnya, inilah orangnya. mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmatnya kepadamu. Tidak seorangpun hamba Allah SWT yang paling aku cintai untuk bertemu Allah SWT (dengan membawa buku catatan yang baik), setelah buku catatan Nabi SAW, selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar).” (Musnad Ahmad, 823)

Ada beberapa hal yang dipahami dari ungkapan Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu tersebut. Pertama, penghormatan Sayyidina Ali yang begitu tinggi kepada para sahabat, khususnya tiga khalifah sebelum beliau. Tidak ada rasa dendan atau merasa tersaingi apalagi didzalimi. Kedua, kerendahan hati Sayyidina Ali KW. dalam kasitas beliau sebgai Ahlul Bait, tidak ada perasaan lebih mulia dari yang lain, seraya mengatakan “aku hanya seorang laki-laki biasa seperti muslim lainnya”. Ketiga, mustahil beliau melakukan taqiyyah (pura-pura) dalam ucapannya itu, sebab pujian Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu diungkapkan pada saat orang yang disanjung tersebut telah meninggal dunia (hadits riwayat Ahmad), bahkan ketika beliau sedang menjadi khalifah seperti dalan hadits riwayat Abu Dawud di muka. Data tersebut tidak hanya dicata dalam kitab-kitab Ahlussunnah, dapat ditemukan pula dalam kitab-kitab syi’ah, misalnya dalam kitab Talkhis As-Syafi (juz. II, hal. 48) Ass-Syafi (hal.428) dan lain lain.

Dalam kitab-kitab sunni juga banyak diriwayatkan penghormatan sayyidah A’isyah RA kepada sayyidah Fathimah RA.:

عن جميع بن عمير التيمي قال : دخلت ومعي عمتي على عائشة فسالت : أي الناس كان أحب إلى رسول الله قلى الله عليه وسلم؟ قالت فاطمة فقيل : من الرجال؟ فقالت: زوجها إت كان ما علمت صواما قواما (رواه الترمذى

” Jami bin Umair al-Taymi berkata, suatu saat aku bersama bibiku menemui A’isyah dan aku bertanya kepada beliau: siapakah orang yang paling dicintai oleh rasulullah SAW,? Sayyidah A’isyah menjawab: ialah Fathimah. ditanyakan lagi kepada beliau, kalau dari kalangan laki-laki? Jawab Sayyidah A’isyah: ialah suaminya (sayyidina Ali) karena aku tahu dia itu rajin berpuasa dan sebagai laki-laki yang penuh tanggung jawab. (HR. Tirmidzi, 3873)

Mungkinkah Sayyidah A’isyah RA menyampaikan hadits tersebut jika di lubuk hatinya ada dendam dan iri hati kepada Sayyidah Fathimah RA Atau kepada Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu? Jawabnya: tentu tidak mungkin, karena hadits tersebut menginformasikan keutamaan sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu dan Sayyidah Fathimah RA. Hadits senada banyak sekali, diantaranya diriwayatkan oleh Al-Bukhori juz 4, 247; Muslim juz 7, 142-143.

Demikianlah teladan indah dari Ahlul Bait yang disucikan oleh Allah dari sifat-sifat yang kotor dan barang tentu umat Islam harus meneladani sebagi wujud kecintaanya kepada mereka. Sungguh sulit dinalar apabila ada suatu ajaran yang menggambarkan Ahlul Bait sebagi sosok yang mengajarkan caci maki sebagai simbol dendam dan sakit hati. Lebih tidak masuk akal lagi apabila yang menjadi bidikan umpatan dan sumpah serapahnya adalah orang-orang yang sangat dicintai dan dihormati. Tanpa mereka sadari sikap tersebut justru meruntuhkan derajat kesucian Ahlul Bait itu sendiri atau sama halnya menistakan mereka.

(Baca Juga: Islam Rahmatan Lil ‘Alamin)

Related Post