Pemimpin Harus Memperjuangkan Syari’at Islam

Hidup di dunia membutuhkan pemimpin yang betul-betul mampu mengatur urusan umat, sehingga umat dapat beribadah kepada Allah dengan tenang. Pemimpin merupakan salah satu figur bagi suatu kaum baik itu Negara, Bangsa, maupun Agama.

Menurut Kyai, sosok pemimpin yang baik menurut Islam itu seperti apa?

Pertama, saya meyakini adalah seorang laki-laki, karena selama ini saya mengikuti madzhab yang mengatakan bahwa pemimpin wanita itu tidak baik untuk Islam, secara dzahir dalam hadits “Lan yufliha qaumun wallau amrahum imraatan”. Jadi saya sejak SD tidak pernah memihak terhadap pemimpin wanita, karena saya menghormati hadits tadi.

Yang kedua adalah orang yang mau memperjuangkan syari’at Islam, dengan cara apa? Seperti Perda anti kemaksiatan, jika tidak sanggup memperjuangkan perda anti kemaksiatan tak perlu menjadi pemimpin di masyarakat.

Bagaimana jika sosok figur yang kita inginkan sekarang ini sudah tidak ada, apakah kita harus diam dengan keadaan ini, ataukah bergerak dengan memilih presiden dengan ketentuan yang sudah ada?

Jika keadaannya dharurat seperti itu, setidaknya pemimpin itu beragama Islam dan tidak  banyak liberalnya, jadi kita harus memilih seorang yang lebih taat dari sekian banyak calon yang ada. Saya berharap bahwa kitab Fathul Mu’in juga menjadi landasan UUD 1945 terutama di bab jinayat karena semuanya belajar kitab itu.

 

Sekarang partai politik banyak mengusung presiden, yang hampir semua partai berlatar belakang Ormas Islam, selain itu, ada juga kelompok yang ramai membicarakan tentang konsep khilafah, menurut Kyai mana yang paling baik?

Kalau konsep kekhalifahannya HTI saya tidak setuju, karena ada hadits yang berbunyi “al-khilafatu tsalatsuna ‘aman wa ba’dahu al-muluk’, artinya kekhalifahan itu hanya tiga puluh tahun, yaitu kepemimpinan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali. Setelah itu tidak disebut kekhalifahan lagi, melainkan penguasa (muluk). Jadi pada zaman Muawiyyah itu adalah kerajaan bukan kekhalifahan, karena itu warisan. Hanya saja penyebutannya dengan Khalifah. Semua itu muluk, dan muluk bisa berupa Presiden, Perdana Menteri, dan sebagainya.* (KH. Luthfi Bashori Pengasuh Pesantren Ribath A- Murtadla Al-Islami Singosari Malang.)Untitled-1

Related Post