Hujjah Aswaja : Bolehkah Mengeraskan Bacaan Dzikir?
Oléh : KH Muhyiddin Abdusshomad*
Mengenai tata cara berdzikir, apakah dikeraskan atau dibaca pelan, masing-masing ada dalil dan tuntunan dari hadits Nabi SAW. Di antara hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan dzikir adalah:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَاَل النَّبِي صلى الله عليه وسلم : يَقُوْلُ اللهُ تَعَاَلى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِ بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ (رواه البخاري، ٧٨٥٧، و مسلم، ٤٨٣٢، والترمذي، ٣٥٢٨، وابن ماجه، ٣٨١٢)
“Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata. Nabi SAW bersabda, “Allah ta’ala berfirman, “Saya akan berbuat sesuai dengan keyakinan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku akan selalu bersamanya selama ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat (berdzikir) kepada-Ku di dalam hatinya, maka Aku akan memperhatikannya. Dan jika ia menyebut Aku di dalam suatu perkumpulan (dengan suara yang didengar orang lain) maka Aku akan ingat kepadanya di dalam perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulan yang mereka adakan.” ( HR. al-Bukhori [7857], Muslim [4832], al-Tirmidzi[3528], dan Ibnu Majah [3812])
(Baca Juga: Dalil Membaca Dzikir Dan Syair Sebelum Sholat Berjama’ah)
Di samping itu banyak sekali do’a-do’a yang diajarkan oleh Nabi SAW yang diriwayatkan para sahabat, itu artinya suara Nabi cukup keras sehingga para sahabat dapat mendengar dan menghafalnya.
Sedangkan hadits yang menjelaskan keutamaan berdzikir dengan pelan adalah:
عَنْ سَعْدِبْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَيْرُ الذِّكْرِ الخَفِيُّ وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي ( رواه أحمد،١٣٩٧)
“Dari Sa’ad bin Malik ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Paling baik Dzikir adalah yang dilakukan secara samar. Sedangkan rizki yang paling baik adalah mencukupi.”(HR. Ahmad [1397]).
Karena sama-sama memiliki sandaran hukum, maka semua berpulang kepada masing-masing individu. Imam Jalaluddin Al-Suyuthi menjelaskan bahwa memelankan dzikir itu bisa lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya’ atau mengganggu orang yang sholat atau orang tidur. Pada selain yang dua ini, maka mengeraskan suara itu lebih utama, karena pekerjaan yang dilakukan ketika itu lebih banyak, serta manfaat dari dzikir dengan suara keras itu bisa didapatkan oleh orang yang mendengar. Dzikir itu juga dapat mengingatkan hati orang yang membaca, memusatkan segenap pikirannya untuk terus merenungkan dan menghayati (dzikir yang dibaca), memfokuskan konsentrasi dan pendengarannya, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat. (Al-Suyuthi, Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal.133).
Keterangan dari Imam Al-Suyuthi ini selain menjelaskan keutamana mengeraskan dzikir, sekaligus menegaskan batasannya, bahwa dzikir itu boleh dikeraskan selama tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah.
*Disadur dari buku Hujjah NU, karya KH Muhyiddin Abdusshomad PP Nuris Jember.