Di sebagian kalangan dalam masyarakat kita, ada kecendrungan untuk menguburkan mayat dengan menggunakan peti. Mayat tidak lagi disentuhkan langsung ke tanah. Tapi menggunakan peti mati khusus yang telah dipersiapkan. Bagaimanakah hukum menggunakan peti mati tersenut?
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang paling mulia dan terhormat. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَابَنِيْ آدَمَ.(الإسراء،٧٠)
“Sungguh telah kami muliakan anak cucu keturunan Adam.” (QS. Al-Isra’70)
Kemuliaan ini tetap ada, baik ketika manusia itu masih hidup ataupun setelah ia meninggal dunia. Sebagai salah satu bentuk penghormatan itu adalah kewajiban untuk menguburkan jenazah. Pemakaman itu juga untuk menyadarkan manusia agar selalu ingat pada asal usul kejadiannya. Manusia dari tanah akan selalu kembali ke tanah. Karena itu,disunnahkan untukmenyentuhkan mayit secara langsung ke tanah agar nampak nyata bahwa ia telah kembali ke tanah. Maka makhruh hukumnya membuat penghalang antara mayat dan tanah. DR. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan:
وَيُكْرَهُ اَنْ يُجْعَلَ تَحْتَهُ فُرْشٌ أَوْمِضْرَبَةٌ أَوْ مِخَدَّةٌ اَوْثَوْبٌ أَوْحَصِيْرٌلِمَارُوِيَ عَنْ عُمَرَرضي الله عنه اَنَّهُ قَالَ”اِذَا اَنْزَلْتُمُوْ نِي فِي اللَّحْدِ فَافْضُوْابِخَدِّي إِلَي الْاَرْضِ”. وَعَنْ أَبِي مُوْسَي ر ضي الله عنه” لاَ تَجْعَلُوْابَيْنِيْ وَبَيْنَ الْاَرْضِ شَيْأً. (الفقه الاسلامي وادلته،ج٢ص٥٣٣)
”Dimakhruhkan hukumnya meletakkan dibawah mayit sebuah alas,selimut tebal, bantal, baju atau pembatas (antara mayit dan tanah). Karena ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Umar RA bahwa beliau berkata, “Jika kamu sekalian menurunkan aku ke liang lahat, maka sentuhkanlah pipiku ke tanah”. Dan juga ada hadist yang diriwayatkan dari Abi Musa RA “Janganlah kamu jadikan antara aku dan tanah sebuah penghalang.” (Al-Fiqh al_Islami wa Adillatuh, juz II hal 533)
Maka demikian juga dengan penggunaan peti mayat. Hal itu makhruh karena mayat tidak dapat disentuhkan secara langsung ke tanah. Di samping itu, hal tersebut merupakan perbuatan mubadzir, membuang-buang harta untuk sesuatu yang tidak perlu. Imam Nawawi al-Bantani menyebutkan dalam kitabnya Nihayah al-Zain:
وَيُكْرَهُ أَنْ يُجْعَلَ لَهُ فُرْشٌ وَمِخَدَّةٌ وَصُنْدُوْقٌ لَمْ يُحْتَجْ إِلَيْهِ لِأَنْ فِيذَلِكَ إِضَاعَةَ مَالٍ،وَمَحَلُّ الْكَرَاهَةِ مَالَمْ يَكُنْ مِنْ مَالِ مَحْجُوْرٍعَلَيْهِ وَإِلاَّحَرُمَ. وَمِنْ حُصُوْصِ الْاَنْبِيَاءِ جَوَازُالْفُرْشِ لَهُمْ فِي قُبُوْرِهِمْ بِلاَ كَرَاهَةٍ لِاَنَّهُمْ اَحْيَاءٌ فِي قُبُوْرِهِمْ. أَمَّاإِذَاا حْتِيْجَ إِلَى صُنْدُوْقٍ لِنَدَاوَةٍ أَوْنَحْوِهَا فَلاَيُكْرَهُ.( هايةالزين،١٥٤)
“Dimakhruhkan membuat alas, bantal, atau peti yang tidak dibutuhkan di dalam kuburan karena perbuatan itu termasuk membuang-buang harta secara percuma. Hukum makhruh ini berlaku jika barang-barang tersebut tidak dibelanjakan dari harta mahjur alayh (harta orang-orang yang ada dibawah pengawasan seseorang). Jika digunakan dari harta orang itu, hukumnya menjadi haram. Diantara keistimewaan para Nabi adalah, tidak dimakhruhkan untuk memberikan alas pada kubur mereka, karena mereka selalu hidup dalam kuburnya. Namun, jika peti sangat dibutuhkan untuk proses penguburan, misalnya karena tanahnya terlalu gembur atau semacamnya, maka tidak makhruh menggunakan peti mati.”(Nihayah al-Zain, 154).
(Baca juga: Hujjah Aswaja : Al-Barzanji Pengarang Sholawat Al-Barzanji)
Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa menggunakan peti mati itu hukumnya makhruh, namun kemakruhan ini bisa hilang manakala ada kebutuhan lain. Misalnya tanah pemakaman itu terlalu lembab sehinggatidak bisa membuat sebuah lubang kuburan.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.