Pria Tangan Dosa

*Penulis: Dewi Manila

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Gema menggetarkan jiwa itu berasal dari rumah Tuhan, bersahutan dengan dentingan botol minuman haram.

“Mana obatnya?” tanya Gito yang baru datang, sedangkan teman-temannya sudah pada tergeletak.

Gito duduk bersandar dan memulai meminum isi yang berada dibotol hijau dan obat yang sudah setahun terakhir ini menjadi temannya.

“Glek… glek… glek..” Gito meneguk kembali minumannya.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

“Ahh, hahaha. Nikmat” Gito menatap botol minuman ditangannya.

Botol pertama habis dan Gito melanjutkan pada botol yang kedua dan seterusnya.

”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”

Hingga kesadaran Gito tinggal sebesar biji jagung dan tinggal menyusul teman-temannya. Gito mengangguk-anggukkan kepalanya sambil terus minum.

Kemudian ada seorang anak kecil dengan baju kokoh, sarung, dan peci lewat didepan Gito dan kelompoknya. Anak itu lewat sambil terus melihat kearah Gito.

“Woi! Ini. hahahaha” ucap Gito sambil mengacungkan botol minumannya.

****

Dihari sama seperti sebelumnya, Gito duduk dengan obat ditangan kanan dan botol minuman keras ditangan kirinya. Teman-temannya berteriak seperti orang gila. Membuat warga terganggu saat sholat dimasjid.

Kyai Sahroji keluar dari masjid untuk melihat Gito dan teman-temannya karena banyak warga yang protes karena mereka semua sangat mengganggu.

“Kita ini selalu bersama Tuhan” teriak Gito digang sebelah masjid.

Gito berjalan sempoyongan saling berangkulan dengan teman-temannya. Gito menoleh kearah masjid dan melihat Kyai Sahroji dengan jubah dan sorban putihnya.

“Woi!” Gito berteriak kearah Kyai Sahroji sambil mengacungkan botolnya kearah Kyai Sahroji.

“Hahaha… hahaha…” Gito tertawa bersama teman-temannya.

“Astagfirullah… Dosa, To! Dosa!” Mul, salah seorang warga berteriak sambil mengacung-acungkan telunjuknya kearah Gito dan teman-temannya dengan amarah yang di puncak ubun-ubun.

“Sudah, sudah. Biarkan saja” kata Kyai Sahroji menenangkan.

“Malu saya punya tetangga seperti dia Pak Kyai” ucap Mul pada Kyai Sahroji.

****

Kali ini, Gito duduk ditempat yang berbeda dengan minumannya. Suntikan bekas terpakai tergeletak didekat kakinya.

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas”

“Glek.. glek..” cairan itu lolos ditenggorokan Gito.

Kyai Sahroji melangkah dengan penuh gema dilantai masjid untuk menghampiri Gito yang sedang duduk diteras masjid miliknya.

“Apa yang kamu lakukan disini?” ucap Kyai Sahroji menahan amarahnya hingga membuat dadanya sesak.

“Aku sedang minum” Gito memperlihatkan botol minumannya yang tak pernah lepas dari dirinya. Lalu dia kembali meneguk botol minumannya.

“Baik! Baik. Kau boleh minum disini dan aku ndak akan mengganggumu. Kau juga ndak boleh masuk ke dalam masjid dan menggangguku” Gito hanya mengangguk menyetujui.

Gito terus meminum minumannya. Angin malam berhembus menggelitik bulu tengkuk Gito. Seperti isyarat untuk terus meminum isi cairan dalam botolnya.

Sebelum fajar kembali keperaduannya, Gito pulang dengan sempoyongan ditemani botol kosong ditangannya.

****

Hembusan angin pada ilalang di depan masjid menambah lengkingan panggilan terdengar menggelitik bulu kuduk. Memanggil seluruh umat Islam untuk beribadah kepada Yang Maha Kuasa.

“Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”

Gito kembali duduk ditempatnya kemarin dengan botol minumannya. Tidak memperdulikan tatapan rasa jijik dari para warga yang melewatinya untuk beribadah di masjid.

“Kamu itu ndak pantas duduk disini, lihat saja tanganmu penuh dosa!”

Anak kecil itu datang lagi dan terheran melihat Gito diteras masjid. Ayah anak kecil itu menarik anaknya untuk menjauhi Gito. Kyai Sahroji yang baru saja datang lewat didepan Gito dan tidak merasa terganggu asal Gito menepati janjinya.

Gito menatap botol minumannya. Lalu kembali menegak isi dari botol itu yang membuatnya hidup.

Angin sudah beberapa kali menyampaikan pesan melewati banyak pepohonan didepan masjid itu. Tetapi apa yang masih Gito cari?

****

Gito duduk tetapi tidak lagi menegak botol minumannya. Suntikan yang biasa ia pakai juga masih penuh isinya.

Gito bangun dari duduknya dan menatap pintu masjid. Didalam terlihat Kyai Sahroji dan anak muridnya yang sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Satu langkah, Gito menuju kearah pintu masjid yang harus ia tembus. Apa yang sebenarnya ada didalam pikiran Gito? Apakah dia ingin bermain-main dengan Kyai Sahroji?

Dengan langkah tergesa Gito melangkah dan berhasil melewati pintu masjid. Dia sudah masuk kedalam masjid sekarang.

Semua orang terkejut dan ketakutan. Kyai Sahroji bangkit dengan secepat kilat.

“Aku ndak pernah mengganggumu meski aku terganggu dengan adanya kamu disini. Kamu sudah membuat warga resah karena kau dan teman-temanmu yang berbuat maksiat didekat masjid” ucap Kyai Sahroji dengan kemarahan yang membakar jiwanya.

“Tidak pantas kamu menginjak lantai masjid ini! lihatlah tanganmu yang penuh dosa itu. Kebanyakan memegang barang haram!” ucap salah satu warga.

Gito menatap satu persatu orang yang berada di dalam masjid itu. Semua wajah memancarkan kebencian dan rasa jijik terhadapnya.

Tiba-tiba saja Kyai Sahroji mengeluarkan pedang panjang dari podium tempat biasanya Kyai Sahroji bertausiyah setelah sholat Maghrib.

Ujung pedang yang lancip itu diarahkan kearah Gito. Suasana semakin menegangkan saat Gito sama sekali tidak beranjak dari tempatnya seperti tambah menantang Kyai Sahroji.

“Kenapa kamu ndak pergi?! Cepat pergi!” usir Kyai Sahroji

Gito membalikkan badannya berniat untuk pergi “Saya ndak bermaksud menganggu Pak Kyai dan para warga semua”

“Lalu apa yang kamu inginkan?” tanya Kyai Sahroji sekali lagi tanpa menurunkan pedangnya.

Pluk.. pluk… pluk…

Suara tetesan air menjadi detik-detik keheningan yang terjadi karena Gito yang tidak segera menjawab.

Pluk… pluk… pluk…

(Baca juga: Kadung Dadi Gandrung Wis)

Gito mengangkat kepalanya dan jawaban yang akan ia lontarkan sudah berada dikerongkongannya.

“Saya mau ngaji”

Trang!!!

Suara pedang jatuh terdengar memekakkan telinga. Hingga ubin lantai masjid retak dan sedikit berlubang.

Related Post