Selamatan Haji

Soal:

Setelah melaksanakan haji, dan pulang kerumahnya, jamaah haji biasanya mengadakan syukuran atau yang disebut walimatul hajj. Apakah walimah itu ada dasar hukumnya?

Jawab:

Setelah sampai ke rumah masing masing, seorang jamaah haji disunnahkan mengadakan tasyakuran, yakni dengan menyembelih sa[i atau unta. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-fiqh al-wadhih:

يُسْتَحَبُّ لِلْحَاجِّ بَعْدَ رُجُوْعِهِ بَلَدَهُ أَنْ يَنْحَرَ جَمَلاً أَوْ بَقَرَةً أَوْيَذْبَحَ شَاةً لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْجِيرَانِ وَاْلإِخْوَانِ تَقَرُّبَا إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كَمَا فَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (الفقه الواضح من الكتاب والسنة، ج ا ص٦٧٣)

“Disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk menyambelih unta, sapi, atau menyembelih kambing (untuk diberikan) kepada fakir miskin, tetangga, sanak kerabat, saudara, serta relasi. (Hal ini dilakukan) sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah SWT. Sebagaimana yang telah diamalkan oleh Nabi SAW.” (Al-Fiqh al-wadhih min al-kitab wa al-sunnah, juz 1, hal 673)

Kesunnahan ini berdasarkan Hadits Nabi SAW :

عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ نَحَرَ جَزٌوْرًا أَوْ بَقَرَةً . (صحيح البجاري ، رقم٢٨٥٩ )

“Dari jabir bin ‘Abdullah RA bahwa ketika Rasullullah SAW datang ke madinah usai melaksankan haji, beliau menyambelih kambing atau sapi.” (Shahih al-Bukhari [2859])

(Baca juga: Hujjah Aswaja : Al-Barzanji Pengarang Sholawat Al-Barzanji)

Namun, sebagian daerah, walimah haji itu tidak hanya dilakukan setelah mereka pulang dari tanah suci. Perayaan itu juga dilaksanakan oleh calon jamaah haji sebelum berangkat ke tanah suci, yakni setelah mereka melunaskan ONHnya. Kalau melihat isinya, makna walimah tersebut tujuannya tidak jauh berbeda dengan walimah setelah haji.

Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa walimatul haji merupakan suatu ibadah sunnah yang diajarkan oleh nabi muhammad SAW.

Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.

 

 

Related Post