*Penulis: Ahmad Zadun Naja
Kata tasbih merupakan kata serapan dari bahasa Arab “Subhah” yang artinya pengagungan. Dalam bahasa Arab “Subhah” adalah butiran-butiran yang disusun guna menghitng dzikir yang dibaca. Namun, jika kita melihat pendapat dari Dr. Sayida’ali Jum’ah makna “Subhah” adalah sesuatu apapun yang digunakan untuk menghitung dzikir yang dibaca.
Kehadiran Islam di dunia ini dengan membawa “ajaran langit” di mana salah satu dari ajarannya adalah menuntut para penganutnya untuk memperbanyak berdzikir kepada Allah SWT. Pada dasarna, perintah berdzikir tersebut tanpa ada batas maksimalnya dan tanpa ada batas maksimalnya serta tanpa ada waktu untuk melakukannya (berapapun dan bagaimanapun). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Ahzab yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah SWT, dzikir sebanyak-banyaknya.”
(baca juga: :Kamera dalam Sejarah Islam dan Kemanfaatannya)
Kemudian ada hadits yang menjelaskan tentang dzikir dengan hitungan dan keadaan tertentu, seperti hitungan 33,11, bahkan ratusan sampai ribuan. Maka dari sinilah timbul sebuah pemahaman bahwa dzikir tersebut membutuhkan alat bantu untuk menghitung karena takut salah dalam penghitugan dzikir, mengingat jumlahnya yang melebihi hitungan jari-jari tangan. Bahkan lebih jauh lagi, jika hanya memakai jari saja dikhawatirkan akan hilangnya konsentrasi karena sibuk mengingat hitungan. Alhasil dengan menggunakan alat bantu berupa tasbih kegiatan berdzikir lebih efektif.
(baca juga: Sejarah Kemunculan Karya Sastra Angkatan Pujangga Baru)
Penggunaan tasbih dengan bentuk yang lazim dikenal saat ini, mulai masyhur pada separo akhir dari kurun kedua hijriah. Mengenai bentuk dan jumlah tasbih itu sangat bervariasi, seperti 33 butir terbagi menjadi tiga bagian, ada yang 99. Pembagian menjadi 3 bagian sebenarnya hanya penyesuaian dengan beberapa hadits. Sedangkan tasbih yang berlaku di zaman sahabat Nabi bukanlah tasbih yang terangkai seperti tasbih saat ini. Demikianlah sejarah tasbih yang ditemukan dari berbagai sumber.
Penulis adalah siswa MA Unggulan Nuris kelas X PK A. Penulis juga aktif sebagai anggota Jurnalistik Website Pesantrennuris.net