Penulis: Hasaini Emha, S.Pd.I./MN
Menata hidup di zaman sekarang ini semakin rumit. Bukan karena susahnya menemukan uang yang halal. Karena zaman dan kondisi memaksa semua hampir dicampur antara yang halal dan yang haram. Inilah yang disebut dengan syubhat. Betapa diri kita ini selalu terkesima dengan kemewahan dunia, yang tidak jarang menyeret kita dan keluarga serta orang-orang yang kita sayangi menuju api neraka. Padahal Allah Swt dengan jelas memerintahkan kita untuk menyelamatkan diri kita dan mereka dari api neraka. Hanya dengan bertaqwalah kita dapat mengharap pertolongan-Nya agar mempermudah diri menunaikan kewajiban menyemalatkan diri dan keluarga.
Materialism adalah semuah pemikiran yang mengedepankan bahwa harta dan dunia adalah segalanya. Kekayaan adalah nilai tertinggi dalam kehidupan manusia. Harta adalah solusi dan miskin adalah bencana. Sedangkan konsumerisme adalah pola pikir yang menghembuskan semangat untuk membeli dan berbelanja, tidak untuk memenuhi kebtuhan hidup tetapi untuk menunjukkan kelas sosial dan posisi manusia di tengah manusia lainnya.
(baca juga: Optimis Biar Makin Manis)
Umumnya manusia terpeleset karena terlalu banyak menuruti nafsu keinginan. Dan sebagian besar keinginan itu berada dalam kamar syubhat dan haram, sangat sedikit sekali keinginan yang beridentitaskan kehalalan. Maka cara menghindarinya adalah dengan menurunkan nafsu keinginan serendah-rendahnya. Semakin sedikit rasa keinginan manusia untuk memiliki, semakin sedikit ia terjebak dalam kesyubhatan.
Syaikh Abdullah bin Hijazi al-Khalwati, dalam Syarah Hikam mengatakan ada empat hal yang dapat digunakan sebagai pegangan menghindar dari semangat menuruti nafsu keduniawian. Pertama adalah Shihhatul yaqin,maksudnya meyakini dengan benar akan adanya rezeki yang dibagikan oleh Allah Swt. Kedua adalah Kamalut Ta’alluqi Birabbilalamin yang artinya menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Ketiga adalah Wujudus Sukun Ilaihi yang artinya merasa tenang dengan apa yang diberikan Allah Swt. Dan keempat adalah Thuma’ninatul Qalbi Bihi yang artinya merasa tenang ketika ingat bahwa segala yang berlaku tidak lain kecuali kehendak Allah Swt.
(baca juga: sSalihah dengan Taat)
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim yang sedang belajar wira’i maka sebaiknya berusaha sekuat tenaga encari yang halal, meskipun tidak sebebrapa. Yang penting usaha itu tidak merusak ibadah kita kepada Yang Maha Kuasa. Berjualan,menjadi sopir angkot, menjadi penyemir sepatu, menjadi tukang ojek. Sesungguhnya keringat yang terkucur itulah tanda kehalalan yang paling otentik.
Penulis merupakan alumni Pesantren Nuris Jember.