Abu Hurairah sebagai teladan bahwa hidup adalah tentang sejauh mana fokus melakukan kebajikan, bukan sebarapa lama hidup ini. Tidak ada kata terlambat dalam hidup
Penulis: M. Iqbal Fathoni*
Sahabat merupakan kata yang diserap dari bahasa Arab yang berasal dari fiil madli shahaba, menurut bahasa memiliki arti “menyertai”. Menurut kebiasaan yang berkembang, diartikan sebagai “kawan atau teman yang selalu ada bersama dengan kita.”[1] Sedangkan menurut istilah adalah :
مَنْ لَقِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مُؤْمِنًا بِهِ وَ مَاتَ عَلَى الْإِسْلَامِ وَ لَوْ تَخَلَّلَتْ رِدَّةٌ.
Artinya: “Setiap orang yang bertemu dengan nabi Saw., beragama islam, dan mati dengan membawa keislamannya, walaupun sempat murtad (semasa hidupnya).”[2]
Bertemunya sahabat dengan Nabi Saw. menjadi sebuah keharusan meskipun hanya dengan satu kedipan mata. Jika ada seseorang yang beriman pada Nabi Saw. namun tidak pernah menjumpai Nabi, maka orang itu tidak dapat dikategorikan sebagai sahabat. Seperti Raja Najasyi semisal, ia beriman pada nabi, namun tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi Saw. maka Raja tersebut tidaklah termasuk kategori sahabat.[3]
(baca juga: Maulid Nabi: Antara Tradisi, Keteladanan, dan Persatuan Bangsa)
Dalam sejarah periwayatan hadis, pastilah kita mengenal salah satu sahabat yang bernama Abu Hurairah. Ia merupakan salah seorang sahabat senior yang memang dikenal sebagai orang yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi Muhammad Saw. Menurut para ulama, ada sekitar lima ribu hadis lebih yang ia riwayatkan. Lebih tepatnya ada 5374 hadis yang berhasil ditakhrijkan oleh Baqi bin Mikhlad.[4]
Nama lengkap dari Abu Hurairah memiliki banyak sekali versi, tercatat sekitar lima puluh riwayat yang menjelaskan nama asli darinya, akan tetapi riwayat yang paling dikenal adalah Abdurrahman bin Sakhr (cari refrensi). Konon, Nabi sendirilah yang memberinya gelar “Abu Hurairah”, hal itu bermula ketika Nabi Saw. melihat dirinya tengah menggendong seekor kucing kecil.[5]
Abu Hurairah masuk Islam di tahun ke-7 Hijriyah, sekitar empat tahun sebelum wafatnya Rasul Saw. namun sejak itu kesehariannya dihabiskan hanya untuk beribadah di masjid Nabi, oleh karena itu ia dijuluki sebagai pemimpin dari para ahli shuffah.[6]
Kendati hanya sekitar empat tahun mendampingi Nabi Saw. namun ia menjadi sosok sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis Rasulullah Saw. Bahkan hingga banyak sekali sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya. Konon, para sahabat itu (murid atau teman yang mengambil riwayat darinya) jumlahnya mencapai delapan ratus orang.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا عَمْرٌو قَالَ أَخْبَرَنِي وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ عَنْ أَخِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ مَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدٌ أَكْثَرَ حَدِيثًا عَنْهُ مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَإِنَّهُ كَانَ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ. تَابَعَهُ مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. (رواه البخارى)
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Amru berkata, telah mengabarkan kepadaku Wahhab bin Munabbih dari saudaranya berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, “Tidaklah ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih banyak haditsnya dibandingkan aku, kecuali ‘Abdullah bin ‘Amru. Sebab ia bisa menulis sedang saya tidak.” Ma’mar juga meriwayatkan dari Hammam dari Abu Hurairah.”[7]
Betapa hebatnya jasa seorang Abu Hurairah, tidak jarang kita temui hadis-hadis yang dibacakan oleh khatib, penceramah, dosen, ataupun hadis-hadis yang kita baca melalui bermacam literatur melainkan hadis tersebut diriwayatkkan dari Abu Hurairah. Dialah sosok yang telah meriwayatkan banyak ilmu kepada kita melalui hadis-hadis yang ia riwayatkan. Sudah barang pasti bahwa hal ini nantinya akan menjadi timbangan kebaikan pada hari kiamat. [8]
Oleh karena itu, pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa di dalam hidup, tidak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan. Abu Hurairah memberikan keteladanan kepada kita bahwa keislamannya yang bisa dibilang “belakangan”, karena hanya berusia 4 tahun sebelum wafatnya Nabi Muhammad Saw, tak menjadikannya pesimis bahkan iri hati terhadap sahabat-sahabat yang jauh lebih lama memeluk Islam dibanding dirinya. Ia membuktikan bahwa dirinya layak menjadi periwayat hadis terbanyak yang pernah ada di kalangan sahabat. Jika kita cermati sejarah di atas, maka kita akan mendapati bahwa kunci kesuksesan yang diraih oleh Abu Hurairah adalah melakukan suatu hal yang menjadi tujuannya dengan penuh ketekunan, fokus, kegigihan, dan semangat.[AF]
*Penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris lulusan tahun 2016, saat ini sedang melanjutkan studi di UIN Syahid Jakarta
[1] Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012) h. 206
[2] Ali bin Ahmad al Andalusi, Asma’ al Shahabah (Cairo: Maktabah al Qur’an) h. 7
[3] Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013) h. 325
[4] Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, h. 332
[5] Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, h. 332
[6] Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, h. 332-333
[7] Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari (Cairo: Syirkah al Quds, 2014) h. 47
[8] Hanif Yahya Asy’ari, Sahabat-sahabat Rasulullah (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2012) h. 21
sekian kitab karangan Abu Hurairah Ra.