Dua Aktivitas yang Tidak Membatalkan Puasa

Dua Aktivitas yang Tidak Membatalkan Puasa

Penulis: Anisatur Rofi’ah*

Pada tulisan ini akan diulas tentang dua aktivitas yang tidak membatalkan puasa, yaitu melakukan jima’ namun dzakar hanya masuk separuh ke dalam farji dan mengobati telinga yang sakit.

  1. Jima’ Separuh Dzakar

Ulama’ semuanya sepakat bahwa jimak dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan dalam hal-hal tertentu, pelakunya tidak hanya berkewajiban mengqadha’ puasa yang batal, tetapi juga terkena sangsi berat karena perbuatan ini. Ini yang kemudian dikenal dalam ilmu Fiqh dengan Kafarat.

Sekalipun demikian, ulama’ memberikan batasan terhadap jimak yang disengaja dapat membatalkan puasa, yaitu apabila seluruh hasyafahnya masuk ke dalam farji. Sebab itu, seandainya yang masuk hanya separuh hasyafah, maka puasanya tidak batal. Akan tetapi hukum tidak batal ini berlaku bagi pihak laki-laki yang menjadi pelaku wathi’, sementara bagi wanita (atau laki-laki yang diwathi’ duburnya) hukum puasanya tetap batal, karena terdapat barang yang masuk kepada jauf (rongga tubuh).

Syaikh Ibrahim al-Baijuri berkata:

لَا يُفَطِّرُ الْجِمَاعُ إِلَّا بِإِدْخَالِ كُلِّ الْحَشَفَةِ اَوْ قَدْرِهَا مِنْ فَاقِدِهَا فَلَا يُفْطِرُ بِإِدْخَالِ بَعْضِهَا بِالنِّسْبَةِ لِلْوَاطِئِ. وَأَمَّا الْمَوْطُوْءُ فَيُفْطِرُ بِإِدْخَالِ الْبَعْضِ لِأَنَّهُ قَدْ وَصَلَتْ عَيْنٌ جَوْفَهُ

“Jimak tidak membatalkan puasa kecuali seluruh hasyafah atau seukuran hasyafah bagi yang terpotong di masukkan (ke dalam farji). Sebab itu, puasa seseorang tidak menjadi batal sebab memasukkan sebagian hasyafahnya. Hukum ini berlaku bagi yang mewathi’, sementara bagi yang diwathi’ hukum puasanya tetap menjadi batal karena ada benda yang masuk ke dalam rongga tubuhnya” (al Bajury, Juz 1, Hal: 313)

2. Mengobati Telinga

Telinga kita gatal, bagaimana solusinya ? Begitu kiranya pengantar dari persoalan ini, ketika telinga sakit atau sangat gatal dan kita tidak merasa nyaman dengan penyakit ini apakah boleh diobati. Tentu boleh, karena persoalannya bukan masalah mengobatinya, tetapi apakah batal seandainya mengobati telinga dengan obat tetes atau kapas.

Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin dijelaskan:

بغية المسترشدين (ص: 229)

اُبْتُلِيَ بِوَجَعٍ فِي أُذُنِهِ لَا يَحْتَمِلُ مَعَهُ السُّكُوْنُ إِلَّا بِوَضْعِ دَوَاءٍ يُسْتَعْمَلُ فِي دُهْنٍ أَوْ قُطْنٍ وَتَحَقَّقَ التَّخْفِيْفُ أَوْ زَوَالُ الْأَلَمِ بِهِ ، بَأَنْ عَرَفَ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ أَخْبَرَهُ طَبِيْبٌ جَازَ ذَلِكَ وَصَحَّ صَوْمُهُ لِلضَّرُوْرَةِ

“Seseorang diuji dengan sakit di telinganya yang menyebabkan ia tidak tenang kecuali dengan memasukkan obat yang ditaruk pada minyak atau kapas, dan yakin dengan obat itu, penyakitnya akan berkurang atau bahkan hilang, baik yakinnya itu didapat dari dirinya sendiri atau dokter yang menginformasikannya, maka hal itu boleh dilakukan dan puasanya tidak batal, karena ia dalam keadaan dhorurot” (Bughyatul Mustarsyidin, Hal 229)

Wallaahu a’lam bisshowab.

*Penulis adalah aktifis Bahtsul Masail Putri Kabupaten Jember

Related Post