Penulis : M. Fuad Abdul Wafi
Di antara hal yang membatalkan puasa adalah masuknya sesuatu ke bagian dalam badan yang dapat merubah sesuatu, melalui jalan tembus yang terbuka.
Bagian dalam tubuh yang memiliki kekuatan merubah sesuatu seperti makanan dan obat, adalah otak, usus, dan urinary bladder (kandung kemih). Sedangkan bagian tubuh yang tidak memiliki kekuatan merubah, tetapi berpotensi merubah, adalah bagian dalam telinga, hidung dan urethra (saluran air kencing).
(baca juga: Bahaya Kesalahan Orang Berilmu)
Jalan tembus yang terbuka tersebut adalah mulut, hidung, telinga dan dua kemaluan. Karena itu, apabila seseorang memasukkan sesuatu melalui mulut, hidung dan telinga, maka puasanya dihukumi batal.
Menurut mazhab Syafi’i, semua jalan tembus itu terbuka kecuali mata. Karena itu apabila seseorang yang terkena sakit mata, meneteskan obat ke mata, puasanya tidak batal, meskipun obatnya terasa sampai ke tenggorokan.
Sementara Imam Ghazali berpendapat, bahwa telinga termasuk jalan tembus yang tidak terbuka, sehingga menurut beliau, memasukkan air atau benda ke dalam telinga tidak membatalkan puasa.
(baca juga: Bahaya Dendam dan Dengki)
Ilmu kedokteran modern menetapkan, bahwa mata memiliki jalan tembus yang terbuka. Sementara telinga tidak memiliki jalan tembus yang tidak terbuka. Kedokteran modern mendukung pendapat Imam Ghazali. Tetapi mayoritas fuqaha mazhab Syafi’i tetap berpandangan, bahwa masuknya sesuatu melalui mata tidak membatalkan puasa, sedangkan melalui telinga, membatalkan puasa.
Sayyid Ahmad Bik al-Husaini berkata dalam Syarh Kitab al-Umm, “Para penulis manuskrip kitab al-Umm menggugurkan kata “tidak” dalam redaksi perkataan Imam al-Syafi’i, yang asalnya “Tidak batal puasa dengan sampainya sesuatu ke dalam telinga”, lalu tertulis, “Batal puasa dengan sampainya sesuatu ke dalam telinga”. Syarh Kitab al-Umm ini belum terbit sampai sekarang. Dewasa ini terbukti bahwa telinga adalah jalan tembus yang tidak terbuka. Sementara para fuqaha mazhab Syafi’i, telah menetapkan bahwa telinga itu terbuka.