Penulis: Gibran Ramadhan*
Tulisan ini terinspirasi saat saya bersama kawan-kawan jurnalis menghadiri acara seminar Srawung Sastra yang diisi oleh Sujiwo Tejo. Disaat pertengahan acara Sujiwo Tejo melantunkan beberapa lagu daerah, saat penonton diajak untuk menyanyi bersama kebanyakan hanya diam entah itu dikarenakan malas atau memang tidak hafal.
Pada sejatinya lagu bukanlah irama yang hanya untuk dinikmati saja tak terkecuali lagu zaman sekarang, akan tetapi seiring bergesernya zaman makna sebuah lagu mulai dikesampingkan, para masyarakan hanya memilih lagu yang memang enak didengar meskipun itu tidak bermoral.
(Baca juga:Manfaat Sinar Matahari Pagi Bagi Kesehatan)
Keesenisial lagu haruslah tetap kita kedepankan dari yang lain, sebuah lagu yang bagus adalah lagu yang inspirasi untuk pendengarnya. Contohnya adalah lagu Indonesia Raya, lagu yang sering kita kumandangkan saat upacara.
Dipertengahan lagu terdapat bait “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Pada awalnya bait ini mempunyai bunyi “bangunlah badannya, bangunlah jiwanya”, lalu presiden pertama kita Ir. Soekarno meminta kepada Suprtaman untuk mengubahnya dengan mendahulukan jiwanya dulu dari pada badannya karena beliau (Ir. Soekarno) berpendapat untuk membangun suatu negeri maka harus membangun rasa cinta pada diri manusia tersebut pada negerinya, jika jiwanya sudah cinta maka dapat dipastikan badannya juga ikut.
Ada juga lagu daerah yang jarang diketahui orang-orang yang jika tahu artinya akan menambah semgangat mereka yaitu Tanduk Majeng, lagu daerah yang mempunyai makna yang bagus untuk dihayati.
(Baca juga: Sering di sepelekan namun banyak manfaat)
Salah satu liriknya adalah “Atemmho bhabhaja, bhandha nyaba, abhantal omba sap angen”(mempertaruhkan nyawa, hidup berbantal ombak dan berseimut angi untuk menghidupi keluarga). Lagu ini menceritakan tentang perjuangan seorang yang berlayar untuk menghidupi keluarganya.
Kalau kita bisa memahami dan bisa menerapkan makna yang tersirat dari sebuah lagu dengan demikian kita bisa membenahi apa-apa yang mungkin belum bagus pada diri kita, mungkin yang masih malas bisa bersemangat atau yang sedang sedih bisa kembali bahagia.
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik