Penulis: M. Qorib Hamdani*
Hubungan internasional selalu identik dengan pertumpahan darah, konflik Negara , militer dan keamanan. Apabila ideologi dibentangkan dan menjelaskan tentang hubungan internasioal maka yang akan terpapar adalah beberapa sub contoh diatas. Isu-isu seperti lingkungan hidup, terorisme dan lain-lain dianggap sesuatu yang tidak penting bagi hubungan internasional.
Aktor utama yang berperan dalam hubungan internasional adalah Negara . Selain hal Negara , aktor-aktor yang lain tidak berpengaruh bagi dimensi hubungan internasional. Namun sejak pasca perang antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet mengalami revolusi yang signifikan. Kenyataan pun berkata lain, yang awalnya konteks isu yang tidak dianggap keberadaannya, berubah menjadi aktor yang penting karena adanya kaitan dengan hubungan internasional.
(Baca juga: Tips ber-tahun baru ala santri)
Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya aktor non Negara dalam hubungan internasional yaitu munculnya globalisasi di tengah keberadaan pribumi yang mengakibatkan interdependensi, sehingga aktor yang berperan tidak bisa melakukannya karena tidak dapat berdiri sendiri, menyebarnya paham demokrasi, dan perkembangan teknologi.
Salah satu seorang penggagas teori hubungan internasional yaitu Nye dan Keohane menyatakan bahwa hubungan transnasional seharusnya dilakukan pengobservasian Karena hal itu sangat berpengaruh bagi hubungan internasional yang menjadikannya signifikan, dan juga seharusnya menghadirkan aktor-aktor yang berperan penting dalam hubungan internasional untuk mereformasi sistem politik seperti civil society dan social movement,sementara multimation corporation (MNC) tersendiri lebih didorong oleh kebutuhan ekonomi.
Banyak pergerakan menganai pereformasian sistem politik yang dilatar belakangi oleh agama dan mengakibatkan banyaknya ancaman bagi keamanan nasional dan internasional. Contohnya seperti kejadian 11 September 2001 di AS, aksi bom bunuh diri yang dilakukan di Timur Tengah, salah satunya karena pertumpahan darah di Negeria dan Indonesia. Akibat dari peristiwa tersebut hubungan yang terjalin antara agama dan hubungan internasional identik dengan kekerasan.
Sesungguhnya agama dan Negara adalah dua komponen yang berbeda, namun keduanya tidak akan bisa terpisahkan ibarat dua sisi mata uang. Negara membutuhkan agama untuk membangun moral, etika dan nilai-nilai peradaban bangsa dan Negara , sebaliknya bahwa agama juga membutuhkan Negara sebagai bangunan yang menjamin warga Negara untuk memeluk agamanya masing-masing. Dalam hal ini imam al-Ghazali mengilustrasikan hubungan agama dan Negara itu ibarat saudara kembar.
Menurut al-Ghazali relasi agama dan Negara sama halnya dengan ekosistem alam yaitu simbiosis mutualisme, atau saling menguntungkan satu sam lain. Agama dijadikan sebagai dasar, sementara Negara sebagai penjaganya. Akan tetapi bukan bermaksud untuk menghubungkan agama dan Negara .
Sebagai santri yang hanya berkecimpung dalam lingkup Pesantren, dimanakah posisi santri dalam hubungan internasional? Apakah kaum santri diangap keberadaannya? Bagaimana cara santri untuk mendamaikan hubungan internasional?
(Baca juga: Final lomba MKQ asah kecerdasan dan ketangkasan para santri)
Santri dan Pesantren yang mengayominya kenyataannya memiliki banyak modal untuk mewujudkan perdamaian hubungan internasional. Tidak salah apabila keseluruhan gaya hidup santri dapat diaktualisasikan menjadi model ideal kehidupan bangsa, contohnya dalam ranah pendidikan, para peneliti dan ahli pakar jika berbicara pada dimensi pendidikan karakter pasti dia akan merambat pada penjelasan Pesantren didirikan yaitu sebagai pendidikan karakter yang diinginkan oleh nasional dan internasional. Karena terbukti bahwa Pesantren mampu menanamkan secara baik pendidikan karakter kepada santri.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI, Dr KH Ahmad Zayadi mengungkapkan bahwa lahirnya UU Pesantren tujuannya adalah mewujudkan kembali keorisinilannya Pesantren yaitu mengembangkan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi misi UU Pesantren adalah mengembalikan fungsi Pesantren sebagai sejatinya Pesantren.
Berbagai upaya harus dilakukan oleh santri untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian global terutamanya pada saat ini, agar terus dilakukan, baik oleh Pesantren sebagai institusi otonom dan juga oleh kemenag sebagai institusi agama. Upaya-upaya itu tersendiri adalah mendatangkan beberapa calon pelajar dari berbagai belahan dunia.
Menurut hasil riset santri di Indonesia yang datang dari luar negeri terdapat sekitar 1600 santri internasional dari Timur Tengah, seperti Sudan, Yaman, Afghanistan, dan Pakistan yang belajar di Indonesia. Bahkan menurut KH Ahmad Zayadi saat itu juga sedang dalam proses pengurusan kitas atau surat izin tingal bagi sejumlah calon santri dari Arab Saudi.
upaya itu adalah cara untuk dapat mewujudkan bukti konkret peran Indonesia sebagai pelopor dalam mendamaikan Indonesia. Apalagi, menurut Teuku Faizasyah yaitu seorang juru bicara kepresidenan bidang luar negeri, Indonesia telah dipandang cukup mewakili citra Islam yang moderat yang senantiasa mengedepankan dialog. Sementara jaringan santri sendiri menurut Teuku Faizasyah terbukti sangat luas sehingga dapat menjadi modal penting bagi santri untuk mewujudkan santri sebagai pelopor perdamaian dunia. Dan jaringan santri dewasa ini tidak hanya bermain pada level Indonesia tapi juga bermain pada level mancanegara .
Dalam ruang hubungan internasional santri bisa dikategorikan sebagai aktor non-negara karena tidak adanya kontak hubungan yang sangat erat dengan pemerintah. Dengan aktor ini santri bisa memberikan pengaruh dalam kebijakan suatu Negara , baik nasional maupun internasional yaitu sebagai alat untuk melegitimasi kebijakan luar negeri, menyediakan informasi yang aktualisasi, dan membatasi moral internasional.
Bukan hanya itu, dengan adanya perkembangan teknologi, santri bisa menggagas gerakan transnasional dengan santri dari berbagai Negara . Mulai dari gerakan transnasional inilah santri bisa melakukan tiga konsep perdamaian yaitu peace making (membuat perdamaian, peace building (membangun perdamaian), dan peace keeping (menjaga perdamaian). Apalagi wadah santri dalam Pesantren banyak mengajarkan moral (emosional question). Santri dengan adanya emosional question terbukti mampu untuk merangkul beberapa santri yang ada di luar negeri, Karena sudah dilatih sejak awal menjadi santri.
Jika memang benar dengan paparan di atas, maka dalam konteks internasional, sudah seharusnya Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan gaya hidup santrinya ini menjadi model pendidikan bagi dimensi internasional, terutamanya dalam konteks pendidikan. Bisa kita artikan bahwa semua bangsa perlu mendapatkan rumusan hidup yang merujuk pada kehidupan santri dan Pesantren yang mengayominya. Setelah semua bangsa bisa meniru cara gaya hidup santri barulah akan tercipta sebagai bangsa yang mampu untuk mendamaikan hubungan internasional.
Keohane memiliki pandangan yang berbeda bahwa negara bukan hanya berperan sebagai aktor utama dalam hubungan internasional, akan tetapi aktor selain hal itu yang berkategori non negara terdapat peran-peran penting juga. Pendapat ini berbeda jauh dengan pandangan kaum liberal yang menyatakan bahwa negara lah yang menjadi aktor utama dalam hubungan internasional.
Berbicara mengenai hubungan internasional seorang professor ilmu politik Robert Keohane berpendapat bahwa terdapat peran-peran besar yang dilakukan oleh aktor non negara di dalam sistem internasional. Pendapat ini tentu berbeda dengan pandangan kaum Liberal yang meyakini bahwa negara merupakan satu-satunya aktor dalam HI.
Walaupun dalam paparan di atas menjelaskan bukti yang konkret bahwa agama dianggap sebagai salah satu sumber kekerasan dalam hubungan internasional, kita harus mengingat bahwa agama tidak mengajarkan kekerasan akan tetapi agama mengajarkan kepada pengikutnya untuk melakukan perdamaian antar sesama. Sehinga sebagai santri yang dilatar belakangi dengan adanya keagamaan memiliki potensi yang cukup untuk menyebarkan perdamaian internasional. hal ini menjadi realitas agama bahwasannya agama islam sejalan dengan konsepnya yaitu menjadi agama yang rahmatan lil alamin.
Saat ini islam dengan konsep rahmatan lil alamin telah memperkenalkan bentuk hubungan transnasional, sebelum para teoritisi mengakui aktor non Negara . Bentuk hubungan transnasional yang diinginkan bukan hanya sekedar memenuhi aktor kepentingannya saja, akan tetapi mewujudkan agar menjadi rahmat atau perdamaian dunia. Walaupun santri sudah memiliki pangkat aktor non Negara yang mampu mewujudkan perdamaian dunia, namun keberadaanya yang nyata bisa saja tidak diangap atau hanya sebagai angin yang lintas. Untuk bisa diakui keberadaannya dan juga mengubah perdamaian seharusnya dibutuhkan power dalam hubungan internasional.
Istilah power menurut dalam ilmu hubungan internasional adalah elemen utama dalam kaca mata realisme. Morgenthau menjelaskan bahwa moral Negara pada dasarnya adalah perjuangan untuk memperoleh kekuatan atau struggle for power. Secara terminologis, menurut Morgenthau Power adalah kemampuan manusia untuk mengontrol dan mempengaruhi pikiran dan tindakan manusia yang lain. wujud dari power dapat berupa kepemilikan yang realitas seperti kepemilikan kekuatan ekonomi, teknologi dan lain-lain.semua hal ini dapat dimiliki seseorang untuk memperoleh otoritas.
Power yang dimiliki oleh santri berupa soft power, seperti moral yang baik dan kemampuan intelektual. Dengan power ini maka santri akan mampu memobilisasi massa untuk melakukan aksi tertentu, atau melakukan advokasi terhadap kebijakan tertentu.
Religius bagi santri merupakan soft power, karena memiliki banyak sumber, diantaranya adalah sebagai sumber legitimasi, identitas, perdamaian, aksi kolektif. Keberadaan santri dalam hubungan internasional tidak akan pernah tiada hentinya dari tantangan. Tidak semua nilai yang telah disebarluaskan oleh kita akan diterima oleh pribumi. Karena terdapat berbagai hal yang berbeda, mulai dari budaya dan sudut pandang seseorang dalam menanggapi bagaimana perdamaian dunia seharusnya.
Dengan adanya sains dalam kehidupan manusia, keberadaan agamapun mulai tergusur dalam menyediakan jawaban dan solusi atas semua permasalahan. Sehingga nilai-nilai keagamaan ataupun gerakan-gerakan yang bersifat agama cenderung tersisihkan dalam pentas hubungan internasional.
Namun dalam hal ini sebagai aktor non-negara sebaiknya santri jangan hanya diam saja, akan tetapi bergerak untuk mewujudkan peran agama dalam hubungan internasional agar agama tidak dipandang suatu hal yang biasa. Peran agama sesungguhnya sangatlah startegis jika ingin mewujudkan perdamaian dunia, Karena mayoritas masyarakat internasional mempunyai agama meskipun yang dianutnya berbeda-beda.
Dengan penganut agama yang berbeda-beda hal itu menjadi indikator sebuah wujud untuk mendamaikan hubungan internasional, apalagi agama Islam yang sudah mengajarkan untuk saling bekerja sama dan merangkul satu sama lain meskipun berbeda dengan kita. Konteks ini sama halnya dengan Indonesia yang memegang teguh prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di
ekstrakurikuler jurnalistik