Peran Santri Sebagai Aset Agent of Change (Part 2)

Penulis: M. Qorib Hamdani*

Hubungan antar agama dalam dimensi internasional yang menjadi konflik saat ini sudah dikupas dalam buku “Naionalisme Religius” yang menyatakan bahwa mayoritas ulama pada abad kedua Hijriah memberi kesimpulan tentang dasar hubungan antar umat beragama yang dibangun atas dasar konflik dan perang. Hal ini tidak semena-mena digunakan akan tetapi ada syaratnya untuk mengaharuskan damai yaitu selama tidak terdapat faktor yang mengharuskan damai karena faktor keislaman atau perjanjian secara formal antara pihak muslim dan nonmuslim.

Argumen tersebut haruslah digunakan sesuai dengan kondisi pada saat itu. Menurut Dr. Wahbah Zuhaili, kondisi dan pengaruh sosial pada waktu itu diwarnai dengan konflik dan perang antar komunitas muslim dan nonmuslim. Sehingga umat islam harus selalu waspada dari ancaman pihak musuh yang mengelilingi mereka.

Bagaimana contoh Islam yang sudah mengajarkan pengikutnya untuk berdamai ataupun mendamaikan? Apakah hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah sebagai seorang Nabi dan Rasul yang membawa Islam? Apakah ada beberapa pedoman santri yang mempunyai keinginan tekad untuk mendamaikan hubungan internasional?

Salah satu yang menjadi pedoman bagi para santri dalam mengkampanyekan perdamaian ialah teladan hidup dalam beragama, berbangsa, dan bernegara  Nabi Muhammad Saw. Beliau menciptakan keharmonisan antar bangsa, suku, dan agama melalui komunitas Madinah dengan suatu konstitusi universal “Piagam Madinah”. Dengan Piagam Madinah tersebut Rasulullah mampu merajut kemajmukan dan bersatu menjadi sebuah kekuatan dengan menerapkan sikap toleran dan progres yang diajarkan oleh Islam.

(Baca juga: Peran santri sebagai aset agent of change part 1)

Piagam Madinah adalah perjanjian yang dirintis oleh Rasulullah Saw dalam rangka merangkul semua organisasi masyarakat Madinah. Piagama madinah membuat konsep kesepakatan dan perjanjian bersama dalam membangun masyarakat yang madani secara adil dan beradab. Rasulullah Saw merintis Piagam Madinah dengan beberapa pasal yang bisa menjadikan damai kepada seluruh rakyat Madinah. Salah satunya dalam pasal satu yang menjelaskan “sesungguhnya mereka satu umat, lain dari komunitas lain.

Perjanjian ini lahir setelah tiga belas tahun Nabi Muhammad Saw menerima risalah kenabian pada sekitar tahun 622 M. Piagam Madinah ini juga lahir sebelum perjanjian Westphalia pada tahun 1856 M dan 600 tahun sebelum Magna Charta.

Piagam Madinah yang telah dirintis oleh nabi bukan hanya berhasil mendamaikan dua suku Aus dan Khazraj, akan tetapi Nabi juga bis merangkul kaum Nasrani, Yahudi, dan seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengindahkan Negara  Madinah atau membangun dan berjuang untuk melindungi Negara  Madinah dari berbagai ancaman dari luar.

Para santri juga berjiwa nasionalisme religius, yang menjadi polemik dalam pemikiran masyrakat modern saat ini bahwasannya nasionalisme adalah ide sekuler (anti agama), karena latar belakang lahirnya nasionalisme adalah antara pergerakan para ilmuwan untuk melawan konsep religio integralisme katholik yang saat itu menjadi pandangan politik gereja.

(Baca juga: Sejarah penetapan hari santri nasional)

Pada abad pertengahan dominasi gereja sangat menekan dan menghalangi perkembangan keilmuan yang tidak sesuai dengan idealisme klasik gereja. Hal inilah yang dijadikan argumentasi oleh kelompok yang anti nasionalisme. Apa itu nasionalisme? Apakah bertentangan atau tidak dengan Islam? Lalu bagaimana peran ide nasionalisme dalam menciptakan romantisme hubungan internsional?

Nasionalisme  dalam sudut pandang etimologi adalah akar kata dari “nation” yang berarti kebangsaan. Sedangkan dalam sudut pandang terminologi nasionalisme menurut Ernest Renan adalah bangsa yang memiliki kemauan atau kehendak untuk bersatu. Sedangkan menurut Otto Bauer mendefinisikan nasionalisme sebagai rasa persatuan yang lahir karena persamaan nasib.

Definisi dari beberapa pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa nasionalisme adalah sikap untuk bersatu, sehinga dari kedua pendapat tersebut Soekarno menarik kesimpulan bahwa bangsa lahir karena adanya kesamaan nasib dan kemuan untuk bersatu.

Pandangan masyarakat modern pada kelahiran ide nasionalisme tentulah sangat digadang-gadang sebagai ideologi politik terbaik yang pernah dimiliki oleh manusia. Karena ide nasionalisme banyak memberi gagasan besar tentang persatuan dan kesatuan (union-unity) di muka bumi.

Pada awal terciptanya ide nasionalisme, lebih dilihat sebagai ideologi yang dikenal dengan sekuler, monolitik, fanatime, dan paham penjajahan kolonialisme barat.Latar belakang terciptanya paham nasionalisme salah satunya adalah semangat perlawanan kelompok ilmuan terhadap konsep religio integralisme katholik, dimana pada saat itu menjadi pandangan politik gereja.

Namun jika para ilmuan mendiamkan penyatuan antara otoritas agama dan politik, maka tidak lama lagi akan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Mulai dari sini muncullah gagasan untuk memisahkan antara otoritas ganda gereja, sebagai penguasa agama dan sebagai penguasa politik. jika sebelumnya Negara  didasarkan pada agama, tetapi kemudian disarkan kepada bangsa. paham inilah yang menjadikan oleh bangsa modern disebut sebagai awal mula terbentuknya ide nasionalisme. Setelah beberapa kemudian, barulah ideologi berubah menjadi paham global-modern yang telah banyak dianut oleh beberapa Negara  di dunia.

Jika hanya memandang dari segi dhohir maka akan terbentuk dalam pikiran sebuah ide yang cenderung anti agama (sekuler) dan sebagai ide yang tidak diajarkan dalam islam. Bukan hanya satu ataupun dua kelompok yang tak setuju terhadap ide ini, akan tetapi banyak yang tidak setuju dengan hal ini. Bahkan ada yang mengatakan ide nasionalisme ini adalah anak kandung dari sistem demokrasi barat.

Dr. Wahbah Zuhaili mengatakan “ide dasar nasionalisme yang dipahami paham barat dan Islam tidaklah bertentangan. Tidak ada benturan antara Islam, baik sebagai syariat, aturan, dan undang-undang dan paham demokrasi barat, sekalipun itu paham sekuler di Negara  non islam. Sebab sejatinya, keberadaan paham sekuler tidak hendak melawan agama dan merusak norma luhur. Tujuan dari sekulerisme paling utama adalah terciptanya persatuan dan kesatuan (union-unity) dalam aturan umum bagi seluruh warga Negara ”

Oleh sebab itu sesuatu yang baru atau sistem yang berawal dari figur peradaban bangsa barat, tidak boleh semena-mena atau langsung memvonis sebagai sistem yang negatif, akan tetapi harus menjalani proses klarifikasi agar tidak terjadi kesalahan dengan apa yang kita terima, baik berupa sistem atupun klaim yang menyatakan bahwa sesuatu itu adalah hal yang negatif, hal ini harus digaris bawahi dalam konteks politik, Karena politik adalah sesuatu yang sangat penting dari hubungan internasional.  

Dalam peradaban modern bisa jadi gagasan ideologi nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan ajara agama. Dalam buku “nasionalisme, islamisme, dan marxisme” Bung Karno menjelaskan bahwasannya nasionalisme yang dianut oleh orang-orang timur bukanlah nasionalisme arya-samaj dengan jingo-nationalism yang memca persatuan Hindu dan Muslim india. bukan pula nasionalisme barat yang penuh dengan fanatisme, monolitis dan menjajah. Nasionalisme timur bersifat religius yang muncul dari rasa cinta antara manusia dan kemanusiaan.

Teks diatas telah disebutkan bahwa nasionalisme akan membawa perdamaian. Memang benar apa yang telah disebutkan tadi bahwasannya untuk perdamaian dunia. Lalu apa tujuan dari ide nasionalisme sebenarnya. Tujuan dari nasionalisme adalah melupakan perbedaan agama, bahasa, dan rasial mereka pada panggilan dari nasionalisme contohnya seperti yang terjadi di negara  Afghanistan yang mempunyai beberapa perbedaan, tetapi ketika Uni Soviet menyerbunya, rakyat Afghanistan menjawab bahwa dengan kekuatan gabungan kekuatan dan bersatu untuk melepas dari perasaan sekunder mereka yang dimobilisasi olehnya.

Lebih dari itu, tujuan dari nasionalisme jika diterapkan pada negara  bisa menjadi suatu upaya untuk mempromosikan seni dan sastra kepada luar negeri, karena membantu mengembangkan bahasa kelompok, tradisi, sejarah, budaya dan lain-lain. Sejarah budaya juga ada relasi diantara keduanya yaitu satu-satunya citranya yang menjadi sejarah perkembangan nasionalisme dan sastra.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang juga menggunakan paham nasionalisme, bahkan sebelum  merdeka pun Indonesai telah menggunakan paham nasionalisme. Rasa nasionalisme Indonesia telah tertoreh pada peristiwa sumpah pemuda tanggal 28 Otober. Saat itu Indonesia mengaku bahwa dirinya adalah bangsa yang satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu. Hal ini menjadi bukti konkret bahwa Indonesia menjunjung tinggi nilai nasionalisme.

Tak hanya berhenti disitu  rasa nasionalisme Indonesia, akan tetapi rasa nasionalisme telah dibawa dan dituangkan pada pancasila dan pembukaan UUD 1945. Namun pada pembukaan UUD 1945 juga ditekankan jika Indonesia yang mencintai negara nya dan ikut serta menjaga ketertiban hubungan internasonal. Hal ini sangatlah jelas bahwa Indonesia tidak akan menganut paham chauvisme (Hilter), yaitu paham yang beranggapan jika mencintai negara  berarti bersedia untuk melakukan apapun demi negara nya, bahkan apabila perlu dengan menghancurkan negara  lain demi kemashlahatan negara nya sendiri.

Jika merujuk pada paham pancasila dan pembukaan UUD 1945, nasionalisme adalah sikap cinta tanah air dan menjaga persatuan bangsa dan menjaga kemanan  perdamaian dunia agar tidak ada konflik pada bangsa-banga di muka bumi yang berdiri kokoh dengan masyarakatnya. Dengan demikian bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi rasa kebangsaan tanpa harus menghancurkan bangsa dan mengganggu kedaulatan lain. Benar apa yang telah dipaparka sebelumnya bahwa, jika semua negara  menggunakan paham nasionalisme mungkin bisa mewujudkan perdamaian dunia dengan mudah.

Koridor santri dengan jiwa nasionalisme dan agama menjadikan salah satu upaya yang sangat strategis, karena sebuah Negara bukan hanya memiliki agama satu akan tetapi banyak agama yang ada di luar Negara.

Dalam bingkai perdamaian dunia, santri dapat menanamkan dan menyebarluaskan nilai-nilai universal Islam yang setara atau sejalan dengan beberapa evaluasi kemanusiaan. Ada beberapa sikap dan evaluasi dasar yang dapat dipromosikan.

Pertama, evaluasi moderasi Islam (al-wahatiyah) sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Quran ayat 143 surat al-Baqarah, bahwa Umat Islam adalah ummat yang berada di pertengahan atau posisi netralisasi yang menjadi saksi atas segala perbuatan manusia di muka bumi. Prinsip yang harus dipegang teguh oleh seorang saksi adalah sifat yang adil. Dalam kehidupan beragama dan pergaulan sesama manusia, kita menolak segala bentuk yang ekstremitasi.

Duta Islam yang diakui adalah seorang berpeci dan bersarung yang harus memiliki konsep berpikir yang harus diklarifikasi dan berperilaku moderat. Tetap berda di tengah, tidak condong pada pikiran yang ke kiri (komunisme dan liberalisme) ataupun yang ke kanan (radikalisme, terorisme). Santri harus menjadi contoh bagi masyrakat tentang sikap moderat yang telah diajarkan oleh islam.

Kedua, tasammuh. Seorang santri harus berjiwa terbuka (open mind) atau menerima segala perbedaan. Toleransi yang dilakukan dan dibutuhkan pada masa lalu sangatlah kurang dengan kebutuhan saat ini. Pada hari ini banyak ancaman yang telah terjadi mulai dari pertikaian, konfrontasi, saling benci, dan lain-lain yang menyebabkan perpecahan akan tiba. Hal itu bagaikan manusia yang hidup pada planet yang besar akan tetapi merasa dirinya hidup pada planet yang kecil. Karena sering timbulnya masalah akibat tidak berpikir secara rasional.

Interaksi yang kita peroleh saat ini hanyalah sedikit walaupun penduduk telah mencapai berjuta-juta jiwa sebab faktor teknologi yang berkembang sangat cepat. Nabi Muhammad telah mengajarkan pada umatnya untuk menyebarkan islam secara kaffah kepada seluruh umat manusia. Dakwah yang bersifat transnasional justru akan menjadi pandangan watak kosmopolitan Islam yang sering diucapkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Paham fanatisme adalah sumber perpecahan yang telah terjadi saat ini, seseorang yang berpegang teguh pada paham ini bukanlah sesuatu kebanggaan. Keyakinan itu baik dan tak bisa dianggap negatif, akan tetapi maksud dari paham fanatisme yang buruk adalah sikap ketertutupan seseorang dengan keyakinan dan pemikirannya, dan menganggap bahwa orang lain yang berbeda pendapat dengannya adalah musuh baginya, lalu berusaha menjerumuskan mereka dalam kecelakaan, mencemarkan kebaikannya, memancing melakukan kekerasan.

Dalam hal ini Islam memiliki cara sendiri untuk mengatasi sikap fanatisme. Para santri yang mengarungi ilmunya pada syariah dan peradaban Islam tentu akan memahaminya. Sikap tasammuh yang menolak paham fanatisme, mendorong ta’aruf (saling mengenal) dan menghalangi sikap tanaakur (saling menolak), menumbuhkan rasa al-hub (cinta) dan menjauhkan karaahiyah (kebencian). Menjamin salam (kedamaian).

Ketiga, Al-I’tilaf yang berarti harmoni atau keserasian. Yaitu menyamakan antara keyakinan, moral, menghormati, dan mensinergikan segala perbedaan secara ikhlas dan alamiyah. Dengan bingkai romantisme akan tercipta energi pembangunan tatanan kehidupan yang indah. Keromantisan bukanlah keterpaksaan, tetapi juga ada sistem dan aturan yang menjadi kesepakatan bersama dan semua kalangan harus berusaha menjaganya menyangkut kepentingan bersama. Misi perdamaian kaum santri menurut data Kementrian Agama saat ini berjumlah 3.642.738 orang tersebar di 27.218 Pesantren yang harus dimulai dengan pembersihan hati dan penjernihan pemikiran. Diplomasi global perlu dibangun lebih rinci lagi dengan pemikiran yang fair dan hati yang tulus.

Dalam menjaga perdamaian dunia sudah ada PBB yang mengaturnya, karena tujuan diciptakannya PBB adalah menjaga perdamaian dunia dan keamanan dunia, memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antar bangsa melalui penghormatan hak asasi manusia dan lain-lain. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah organisasi internasional yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional. Organisasi ini adalah pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan didirikan setelah Perang Dunia ke II untuk mencegah terjadinya konflik serupa.

Dengan adanya PBB santri dengan segenap ilmu religius dan jiwa nasionalisme, jika santri ingin mewakili perdamaian dunia haruslah ikut dalam organisasi PBB. Santri dalam wadah PBB akan lebih mudah dan strategi yang sangat cepat untuk menyebarkan ide nasionalisme dan nilai religiusnya, hal ini bisa disebut dengan dakwah, Karena sudah menyebarkan evaluasi agama dengan apa yang telah diperintah oleh Nabi Muhammad SAW.

Bisa kita Tarik benang merah dari beberapa paparan di atas mengenai santri sebagai media perdamaian dunia. Bahwa seorang berkopyah dan bersarung bukan hanya bisa menjadi seorang ustad ataupun kyai, akan tetapi bisa menjadi wakil dan duta besar dunia dalam perdamaian dunia  dengan komponen ilmu religius dan jiwa nasionalisme yang menjadi pegangan untuk mewujudkannya. Bukan hanya itu akan tetapi banyak lagi yang bisa menjadi cara atau strategi santri untuk bisa mendamaikan dunia.

Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post