Penulis: Devita Wulan*
Setelah sebelas bulan menanti
bulan nan suci menyapa pagi
namun kali ini berbeda
benar-benar berbeda…
Tak seperti langkah kaki penuh suka cita di masa lampau
ketika adzan berkumandang dari surau-surau kecil di seberang jalan
berkumpul, bertakbir bersama agungkan nama Tuhan
di seluruh pelosok negeri, umat Islam ramai berbondong
tak lain dan tak bukan tuk semarakkan Ramadhan
(Baca juga: di atas kaki sendiri)
Tak seperti para lelaki tanggung
yang menabuh beduk di pagi buta
disepertiga malam-malam yang damai
dengan semangat tuk bangunkan sahur
selalu penuh kegembiraan…
Tak seperti jalanan ramai di sore hari
di sepanjang jalan takjil warna-warni berjajar
mulai yang dingin hingga hangat
mulai yang tradisional hingga yang modern
semua siap sambut waktu berbuka puasa
(Baca juga: Jeritan hati sang perantau)
Ramadhan… kau tak rapuh..
meski kini masjid tak lagi bersuara lantang
meski kini semua di rumah saja
mereka takut tuk bersua, tuk berkumpul, tuk bertemu
Ramadhan… kau tak rapuh..
kau tetaplah bulan penuh ampunan
bulan suci yang selalu dinanti
semoga tahun depan kita bersua kembali…
Penulis merupakan staf pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di MTs Unggulan Nuris