Penulis: M. Qorib Hamdani*
“Andaikan para otoriter kini mendongakkan kepalanya dengan penuh kepemimpinan dan rasa yang bertanggung jawab dan memimpin menjadi pelayan masyarakat maka pujian masyarakat pun selalu bertasbih di langit dengan rasa kagumnya pada pemerintah”
“Pemimpin suatu kaum (bangsa) adalah pelayan mereka.” (HR.Jamaah) sabda Rasulullah tersebut jika diterapkan pada zaman sekarang di Negara Indonesia maka akan terbentuk sebuah negara yang makmur dan sejahtera. Junjungan masyarakat kepada otoriter akan menggema di langit menyebut nama pemimpin mereka.
Memimpin bukan hanya tentang mengatur rakyatnya seperti melarang itu mewajibkan ini ataupun memberi sumbangan. Akan tetapi memimpin dengan penuh rasa bertanggung jawab atas komitmen yang sudah digenggamnya sebut saja visi dan misi. Dalam kebertanggung jawaban tersebut ada sebuah stegmen penting yaitu rasa mengayomi masyarakat semata-mata sebagai pelayan yang memuaskan masyarakat.
(Baca juga: Anda Memiliki Mata Panda? Simak Tips Berikut Yuk)
Analogi kata pelayan di sebuah tempat seperti di urmah makan maka pelayanlah yang paling sibuk melayani pengunjungnya dengan rasa kepuasan. Hakikatnya pelayan itu tidak pernah bersantai-santai selagi ada pengunjungnya. Logika ini jika ditarik pada lingkup kepemimpinan maka pemimpin harus mempunyai rasa dedikasi yang tinggi pada masyarakat seoptimal mungkin. Jika rakyat sedang mengalami lapar maka yang akan makan terlebih dahulu adalah masyarakatnya, sedangkan pelayan harus menjadi pencicip terakhir. Bukan sebaliknya mereka yang berhidup dengan penuh kemewahan tanpa memperhatikan masyarakat yang tidak berkecukupan atau lebih mementingkan kepribadiannya dari mengorbankan rakyatnya.
Ada sepucuk surat manis dalam lintas sejarah Islam, filsafat untuk mereka yang sedang memimpin pada aspek pelayanan telah diaktualkan oleh Rasulullah Saw, sehingga hal itu diabadikan dalam kitab suci al-Quran yang berbunyi, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap-orang-orang mukmin.” (QS. 9:128).
(Baca juga: Tips Lebaran Seru Di Tengah Pandemi)
Rasulullah Saw yang merupakan khalifah (pemimpin) di zamannya selalu tanggap dalam mengahadapi masalah masyarakat dengan segala pemilihannya yang mendahulukan kepentingan masyarakat termasuk juga orang miskin, dhuafa dan lain-lain. Beliau memimpin dengan berpegang teguh pada kata-katanya yang mengatakan, “Sesungguhnya kalian akan mendapatkan rizki dan pertolongan dari Allah SWT., jika membela kepentingan orang-orag lemah.”
Bukan hanya
memberikan contoh yang harus diikuti oleh para pemimpin, Rasulullah juga
menyampaikan pesan pada mereka yang memimpin (termasuk juga ulama) untuk harus
memihakkan dirinya kepada rakyat yang menderita. Dalam sebuah hadits,
Rasulullah Saw bersabda; “Taatilah para ulama selama mereka tidak
mengikuti hawa nafsunya. Lalu para Shahabat bertanya; “Apa tanda ulama
yang mengikuti hawa nafsunya?
Rasul pun menjawab, “Mereka senang mengikuti sultan. Dan dalam satu riwayat
dinyatakan; Mereka meninggalkan kelompok “fuqara” meninggalkan
kelomok “fuqara” dan “masakin” serta mengetuk pintu para
sultan.”
Kisah Rasulullah tersebut yang mendahulukan kepentingan masyarakat kini telah banyak diteladani oleh para sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Kisah mereka telah banyak didengar oleh kaum muslim sekarang seperti hikayah sahabat Umar ra yang memanggul sendiri karung berisi gandum untuk diberikan kepada keluarga miskin.
Penulis pertegas sekali lagi bahwasannya sebagai pemimpin bukan hanya memrintah ini dan itu akan tetapi harus mengayomi masyarakat dan mengabdikan sebagai pelayan masyarakat. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mendahulukan kepentingan masyrakat dari pada dirinya.
Sumber gambar: kumparan.com
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di esktrakurikuler jurnalistik