Penulis: Rintan Setyo Minarti*
Bacharuddin Jusuf Habibie, atau BJ Habibie dikenal sebagia perintis industri penerbangan pertama di Indonesia pada masa orde baru. Ternyata sebelumnya di masa orde lama Indonesia tengah memiliki tokoh yang tak kalah hebat dengan BJ Habibie, ia adalah Nurtanio Pringgoadisuryo.
Nurtanio termasuk segelintir orang Indonesia yang terobsesi untuk terbang. Bukan sekadar terbang sebagai pilot, tapi juga membuat pesawatnya. Sejak jaman sekolah, ia memang sudah sangat tertarik pada penerbangan, ia bahkan mengoleksi majalah penerbangan Vliegwereld.
(Baca juga: mengenal tokoh feminis dalam sastra indonesia nurhayati sri hardin)
Minatnya pada pesawat ditunjang dengan pendidikan formalnya. Di zaman Jepang, Nurtanio belajar teknik di Kogyo Senmon Gakko, Surabaya. Selain itu dia pernah aktif di Junior Aero Club (JAC) demi memuaskan minat pada penerbangan ketika masih sekolah.
Setelah Indonesia merdeka, Nurtanio termasuk pemuda yang ikut serta masuk Angkatan Udara Republik. Bersama Wiweko Supono, yang sama-sama doyan membuat pesawat, Nurtanio ditempatkan di Biro Rencana dan Konstruksi Angkatan Udara di Maospati, Madiun.
Di awal masa Revolusi, dengan dibantu teknisi-teknisi AURI, Wiweko dan Nurtanio berhasil membuat pesawat glider bernama Zogling NWG. Di bawah perwira-perwira macam Nurtanio dan Wiweko, sebenarnya terdapat teknisi-teknisi AURI yang juga ahli pesawat, tapi kurang dikenal dalam sejarah. Salah satunya Achmat bin Talim—pemuda Sunda kelahiran 1910—yang pernah bekerja di penerbangan KNIL dan pernah ikut membuat pesawat kayu PK-KKH pesanan pengusaha roti di Bandung.
Gebrakan pertama biro AURI yang dipimpin Nurtanio adalah pesawat olahraga berkursi tunggal dengan mesin silinder Harley Davidson berkekuatan 15 pk yang dinamai Nurweko dengan registrasi RI-X pada 1947.
(Baca juga: ahmad ibn tulun: gubenur pertama ke kholifahan abbasiyah)
Sejawat lain di AURI yang “gila” dalam membuat pesawat adalah Yum Sumarsono. Di masa Revolusi dia bekerja keras dengan swadaya dan bantuan kawan membuat helikopter berbekal mesin BMW 500cc 24 pk. Usaha sulit ini lalu tergagalkan oleh Agresi Militer II. Begitu tercatat dalam Awal Kedirgantaraan di Indonesia (hlm. 75-76).
Setelah Revolusi berlalu, Nurtanio dan kawan-kawan terus membuat pesawat percobaan. Di antaranya adalah Si Kumbang, Kunang-kunang, Belalang, dan lainnya. Si Kumbang pertama kali terbang pada 1 Agustus 1954 dan terus disempurnakan.
Penulis merupakan siswa kelas XII IPA SMA Nuris Jember yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik