Penulis: M. Iqbal Humaidi Ardiansyah*
Dewasa ini masyarakat indonesia sedang menikmati buah globalisasi yang bernama media sosial. Ajaran agamapun diajarkan melalui media sosial, dakwah diskusi agama dan semacamnya dapat dilakukan di media sosial. Jika dulu belajar agama di masjid, pesantren, surau, musolla, kini mengalami pergeseran yang cukup cepat, yakni kegiatan pembelajaran agama lintas wilayah dan lintas negara dapat dilakukan didunia maya. Hal ini sangat berpotensi melahirkan keyakinan dan agama baru.
Selain itu, ormas tokoh agama selama ini dinilai oleh sebagian orang belum dapat memberikan pencerahan, sehingga mereka yang tidak puas dengan ormas dan tokoh agama yang ada, berpotensi mencari dan melahirkan agama baru. Ditambah dengan tekanan ekonomi kian terlihat jelas mengalami ketimpangan antara si kaya dan si miskin, tentu ini juga berpotensi melahirkan keyakinan dan agama baru.
(Baca juga: keutamaan-dua-puasa-sebelum-idul-adha)
Sebagai bahan kritik internal saja misalkan, tokoh-tokoh kita bergelimang dengan kemewahan yang kita lihat begitu mewah dan tidak mencermikan sebagai tokoh dari kaum yang lemah atau tertindas. Tentu saja, karena Indonesia adalah mayoritas muslim, dan yang mayoritas islam tersebut banyak yang miskin, maka sewajarnya tokoh-tokoh muslim tersebut menampakan sikap dan perilaku yang sederhana. Menurut hemat kami, perpindahan agama seseorang pada agam lain, tidak slalu diakibatkan oleh secara pandang keagamaan yang kuat sehingga melahirkan keyakinan yang baru, akan tapi bisa juga berasal dari faktor ekonomi.
Dalam konteks realitas keagamaan di Indonesia, di mana masyakat muslim banyak yang berada pada garis kemiskinan, maka para tokoh agama harus melahirkan sikap yang mencerminkan bahwa agama akan melahirkan kemaslahatan dalam konteks kemanusian tentunya dengan mereka berperilaku, bersikap, betindak sederhana. Dan tidak menonjolkan kemewahan dalam berbagai hal. Semoga kita sebagai masyarakat muslim dapat mewujudkan kedamaian, ketenangan, dan keadilan di tengah-tengah masyarakat.amiin aminn yarobbal alamin.
Penulis merupakan alumni SMK Nuris Jember