Jangan Khawatir, Ampunan Allah Sangat Luas

penulis: Ainul Yakin*

Hidup itu mengandung punish dan reward. Ada dosa, ada pahala. Bagaimanapun kita adalah makhluk yang cenderung tertarik pada imbalan bukan? Betapa maha pengertiannya Allah tatkala kita diiming-imingi dengan 10 balasan bagi 1 perbuatan dan 1 balasan saja bagi 1 perbuatan buruk.

(مَن جَاۤءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَاۤءَ بِٱلسَّیِّئَةِ فَلَا یُجۡزَىٰۤ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا یُظۡلَمُونَ)
“Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barangsiapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizhalimi).” (Al-An’am ; 160).

Segala dosa-dosa yang dilakukan oleh umat Islam akan mendapatkan pengampunan Allah, karena pengampunan itu adalah milik Allah, dan manusia yang kembali kepada asalnya (membebaskan dirinya dari dosa) maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya, dan tidak ada seorang pun yang memohon kepada Allah untuk diampuni segala dosanya, kecuali Allah mengabulkannya.  Tapi seyogyanya kita pun merendahkan hati bahwa perkara tersebut mutlak wewenang Allah dan biar dialah yang menentukan dan memutuskannya kelak. Siapalah kita untuk merasa pantas ikut-ikutan memasuki wewenang mutlaknya?

Sangatlah tidak pantas kita ikut campur dalam kemahakuasaan Allah.Mesti begini, mesti begitu, mengklaim ini dosa dan tidak akan diampuni. Lah, kita siapa? Seyogyanya terkait limpahan ampunannya kepada siapa pun yang dikehendakinya. Meski memang banyak ayat dan hadist yang menuturkan bahwa Allah akan mengazab siapa saja yang bermaksiat kepadanya. Tapi, disaat itu pula kita harus meyakini betapa ampunan Allah sangatlah luas, lebih luas dari langit dan bumi, yang Allah peruntukkan  bagi ahli maksiat, kapan saja, entah dengan jalan apa.

(baca juga: Pancasila: Dasar Kebebasan Bernegara)

Dalam sebuah riwayat, ketika Nabi Musa as dan rombongannya, dalam pelarian panjang ditengah padang pasir yang gersang, mereka kehausan ditengan perjalanan. Kemudian Nabi Musa as berdoa kepada Allah agar menurunkan hujan. Allah Swt menjawab bahwa dia takkan menurunkan hujan karena ada satu orang ahli maksiat yg bermaksiat selama 40 tahun didalam rombongannya.

Nabi Musa as mengabarkan hal tersebut kepada rombongannya, dan meminta ahli maksiat tersebut keluar dari barisan dengan penuh kesadaran demi kemashlahatan banyak orang. Orang tersebut bergetar hatinya. Ia menyadari bahwa dirinya penuh dosa “sebegitu berdosakah aku, hingga Allah Swt enggan menurunkan hujan?”. Tapi rasa malu begitu hebatnya sebab bila ia keluar dari barisan, niscaya semua orang akan tahu bahwa dialah si ahli maksiat itu. Lalu, ia menundukkan kepala dan menangis seraya memohon ampunan kepada Allah Swt.

Seketika itu hujan tiba-tiba turun. Nabi Musa as heran dan bertanya-tanya kepada Allah Swt terkait turunnya hujan tewrsebut, padahal belum ada stu orangpun yang keluar dari barisan. Allah Swt mengatakan kepada Nabi Musa as bahwa ahli maksiat tersebut sudah bertaubat dengan ketulusan hatinya, merengkuh, dan menangis, maka diampunilah dosa-dosanya selama 40 tahun.Ya, begitu saja, sesuai kehendaknya. Sesimpel itu, tidak ada kesulitan dan kerumitan. Jika Allah Swt telah berkehendak, maka terampunilah segala dosanya.

Dalam kitab Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, disebutkan sebuah riwayat dari Jundub bin Abdullah Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Ada seorang laki-laki berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak akan memberi ampunan kepada si fulan itu.’ Lalu Allah berfirman, ‘Siapakah yang berani menyumpahi atas namaku baha aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya aku telah mengampuni dosa si Fulan dan menghapuskan pahala amalmu (yang bersumpah tadi).’” (H.R. Muslim).

Hadist tersebut menjadi pengingat bagi kita semua untuk tidak pernah menilai-nilai dosa orang lain, sebesar apapun yang kita tahu, terlebih lagi lancang menyatakannya bakal di adzab Allah Swt dan mengklaimnya sebagai ahli neraka.[]

*penulis merupakan mahasantri Ma’had Aly Nurul Islam (Nuris) Jember, Prodi Akidah dan Filsafat Islam

Related Post