Judul Buku : Sembah Kidung Sri Tanjung
Penulis : Kayla Athaya, dkk
Penerbit : AE Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Jumlah Halaman : 181
ISBN : 978-623-306-297-9
Peresensi : Putri Utami Octaviya*
Sinopsis:
Buku antologi cerpen berjudul Sembah Kidung Sri Tanjung ini merupakan buku antologi karya siswi-siswi SMA Nuris Jember, yang berisi 22 cerita pendek karya siswa. Cerpen-cerpen dalam antologi ini berlatar cerita tentang kehidupan sosial yang beragam. Mimpi yang belum sempat tercapai dan pengalaman yang pernah terjadi dalam kehidupan mereka, dijadikan motivasi dalam menulis sebuah karya sastra ini.
Diantara puluhan judul cerpen yang terdapat dalam antalogi ini. Salah satu cerpen yang menarik perhatian yaitu berjudul Sembah Kidung Sri Tanjung. Penulis cerpen ini Bernama Kayla Athaya Tifani. Perempuan kelahiran Banyuwangi, 22 Januari 2005 ini mempunyai motto kehidupan “Aku ingin tidur selama-lamanya dan terus berimajinasi agar tidak melihat kelamnya dunia”.
Cerpen hasil tangan ajaibnya ingi mengisahkan seorang remaja yang sedang duduk dibangku SMA dengan segudang prestasinya. Perempuan itu bernama Aisfa. Sejak kecil ia tak pernah melihat dan mengetahui siapa ibunya. Tak hanya itu, nasib malangpun menghampirinya. Ketika umur 15 tahun ia kehilangan sosok seorang nenek. Sehingga ia hanya hidup berdua dengan ayahnya. Suatu hari Ia mendapatkan pesan dari langit hingga pada akhirnya Aisfa mengetahui semua rahasia yang ada dalam kehidupannya, yaitu bahwa ia adalah darah daging murni Sritanjung yang telah mati. Ayahnya Bernama Patih Sidopekso dan Blambangan adalah buminya.
(Baca juga: Bambu Pembawa Liku, Sebuah Karya Puisi Santri)
Cerpen lain dalam antalogi ini berjudul Cemburu Tak Bermakna, berkisah seorang tokoh utama Bernama Halimah yang cemburu atas perilaku ibunya. Ia menganggap bahwa ibunya lebih mengayangi anak pertamanya yang biasa ia panggil Mas Handoko. Sampai suatu hari ia menyadari bahwa ibunya tidak mengurangi rasa kasih sayangnya kepada Mas Handoko dan tak akan bertambah kepada dirinya. Bahasa sayag ibunya pada Mas Handoko adalah Bahasa tubuh sedangkan bahasa untuk dirinya adalah bahasa hati.
Kelebihan:
Tokoh yang diangkat dalam antologi ini memiliki karakter yang kuat. Selain itu kisah dalam setiap cerpen memiliki makna yang mendalam sehingga pembaca mudah memahami makna tersirat yang disampaikan oleh penulis. Tak hanya itu, amanat dalam setiap karyanya juga dapat dijadikan sebagai pelajaran hidup.
Kekurangan:
Masih terdapat kesalahan dalam penulisan kaidah kebahasaan
Penulis merupakan guru Bahasa Indonesia SMP Nuris Jember