Penulis: Handini Fathatun Nabila*
Berbicara tentang dakwah, dakwah merupakan sebuah anjuran dalam agama islam. Seluruh umat islam memiliki kewajiban untuk berdakwah atau lebih tepatnya mensyiarkan ajaran Allah. Dalam berdakwah, biasanya tidak lepas dari orang yangmenyampaikan dakwah atau biasa dikenal dengan sebutan da’i. Sebagian besar oang lebih banyak berpikir bahwa da’i pasti orang yang mempunyai latar belakang pesantren. Namun, sebenarnya hal tersebut merupakan kesalahan yang besar, karena setiap orang muslim mempunyai kesempatan untuk mensyiarkan ajaran Allah.
(Baca juga: Manfaat sinar matahari pagi bagi kesehatan)
Sebagai santri kita harus siap untuk terjun ke kalangan masyarakat. Bisa juga hal tersebut diartikan sebagai santri kita harus siap melayani masyarakat dan bukan malah meminta untuk dilayani oleh masyarakat. Dari situlah, kebanyakan orang yang menjadi da’i berlatarbelakang seorang santri. Santri yang menjadi penda’i juga harus siap untuk action dalam setiap materi yang disampaikannya. Hal tersebut, akan menjadi tolak ukur seberapa dapat diterimanya ilmu yang ditransferkan oleh si penda’i.
Dalam menjadi penda’i ada beberapa aspek yang mendasari tingkah laku seorang manusia. Seperti halnya seorang penda’i harus memiliki sebuah makna dalam kehidupannya agar dapat membuat si pendengar bisa termotivasi olehnya. Seorang penda’i juga harus memiliki norma dalam kehidupannya agar hidupnya berjalan dengan lancar dan tertib dengan norma-norma yang telah diberlakukan dalam kehidupan seorang penda’i. Dan aspek terakhir ialah seorang penda’i juga harus memiliki kekuasaan luas yang berarti harus bisa memiliki kewibawaan dalam kacamata orang lain.
Tak hanya itu, seorang penda’i harus mempunyai mind-set untuk bersyiar yang sangat besar. Jika mind-set tersbut bekerja sangat positif dan produktif maka akan menghasilkan energi yang besar juga. Dalam berdakwah seorang penda’i juga harus memiliki teori retorika yang terdiri dari sebuah etos , yang berarti etika atau akhlak. Kemudian juga harus memiliki logos atau sebuah pikiran yang masuk akal dalam pemikiran orang lain. Dan yang terakhir ialah potos yang berarti harus memiliki emosi dan pandai untuk mengontrolnya.
(Baca juga: Keutamaan berbisnis menurut Rasulullah)
Berkaca dar Zaman milenia ini, penda’i yang dianggap berhasil adalah seorang da’i yang kreatif dan inofatif. Oleh karena itu, menjadi da’i di zaman milenial harus pandai dalam mempengaruhi komunikasi antar orang yang menjadi pendengarnya. Seorang da’i juga harus bisa menjadi seorang da’i yang fleksibel.
Artinya bisa mensyiarkan ajaran Allah di berbagai kalangan masyarakat. Tak hanya itu, memiliki tingkat kualitas berdakwah yang baik jugamenjadi salah satu acuan. Dan tak lupa harus siap menerima omongan atau ejekan kanan-kiri orang-orang sekitar.
Dengan demikian, kita sebagai santri harus siap dan memiliki bekal yang banyak untuk masa depan. Tentunya juga harus siap untuk action. Hal tersebut, akan memudahkan kita untuk lebih yakin dalam mensyiarkan agama Allah SWT. Ingat para santri harus bisa dan siap menjadi penda’i yang memiliki bobot omongan yang berisi.
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA SMA Nuris Jember yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik