Penulis: Anisatur Rofi’ah*
Pertanyaan tentang menggunakan obat tetes mata sebenarnya sudah sering dilontarkan di masyarakat dan itu pun dijawab oleh masyayikh-masyayikh secara syamil dan bertanggung jawab. Hanya saja, pertanyaan tersebut sampai sekarang masih tetap menggelinding seolah-olah tidak ada batas penyelesaiannya.
Ini kemungkinan karena realitas tingkatan sosial masyarakat yang berbeda-beda, sebagian sudah mengetahui tentang hukumnya sementara yang lain masih belum mendapatkan informasi jawaban. Sebab itu, pada kesempatan ini, akan diulas tentang hukum menggunakan tetas mata sebatas apa yang saya ketahui dari kitab-kitab mu’tabarah.
Seperti yang sudah maklum, hal yang dapat membatalkan puasa di antaranya adalah masuknya benda ke dalam jauf (rongga) melalui jalan tembus yang sudah terbuka. Dalam kitab al Fiqh al Manhaji ala Madzhabi al Imami al Syafi’i diberikan identifikasi tentang yang disebut jauf dan manfadz maftuh (jalan tembus yang terbuka):
وَالْجَوْفُ هُوَ اَلِّدمَاغُ أَوْ مَا وَرَاءَ الْحَلْقِ إِلَى الْمَعِدَةِ وَالْأَمْعَاءِ. وَالْمَنْفَذُ اْلَمفْتُوْحُ هُوَ اْلْفَمُ وَالْأُذُنُ وَالْقُبُلُ وَالدُّبُرُ مِنَ الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى.
“Yang dimaksud dengan jauf adalah selaput otak atau sesuatu yang ada di bawah tenggorokan sampai ke perut dan usus. Sementara yang dimaksud dengan jalan tembus yang terbuka adalah mulut, telinga, qubul dan dubur, berlaku bagi laki-laki dan wanita” (al Fiqh al Manhaji, Juz 2, Hal 52)
(baca juga: Niat Puasa Ramadhan antara Romadhona dan Romadhoni, Manakah yang Benar?)
Oleh sebab itu, jika benda tersebut masuk ke dalam jauf tidak melalui jalan yang terbuka, maka tidak membatalkan puasanya. Sebagaimana ditegaskan dalam kitab Busyra al Karim:
وَإِنَّمَا يُفْطِرُ (بِشَرْطِ) إِدْخَالِهِ أَوْ (دُخُوْلِهِ) أَيْ دُخُوْلِ مَا ذُكِرَ مِنَ الْعَيْنِ الْمَذْكُوْرَةِ إِلَى الْجَوْفِ مِنْ ظَاهِرٍ إِلَى بَاطِنٍ، وَ (مِنْ مَنْفَذٍ مَفْتُوْحٍ) مَعَ الْعِلْمِ وَالْعَمْدِ وَالْاِخْتِيَارِ… الى ان قال… وَبِـ (مِنْ مَنْفَذٍ مَفْتُوْحٍ) وُصُوْلُهَا مِنْ مَنْفَذٍ غَيْرِ مَفْتُوْحٍ
“Puasa seseorang menjadi batal dengan syarat memasukkan benda atau masuknya benda artinya masuknya benda yang telah disebutkan ke dalam jauf dari luar ke dalam melalui jalan tembus yang terbuka serta dalam keadaan tahu (akan kebatalannya), sengaja dan kehendak sendiri (bukan dipaksa)… sampai perkataan… (sebab itu tidak termasuk) kategori lobang terbuka, yaitu sampainya benda melalui lobang yang tidak terbuka” (Busro al Karim, Hal 550)
Lalu bagaimana dengan hukum menggunakan tetes mata ?
Berdasarkan keterangan dua kitab di atas, sebenarnya kita sudah bisa menjawab, hal itu tidak membatalkan puasa, karena lobang pada mata tidak termasuk jalan tembus yang terbuka tetapi jalan tembus yang tidak terbuka (ghairu maftuh). Hukum ini juga sama dengan orang yang bercelak, kemudian celaknya sampai ke bawah tenggorokan karena terasa atau ada warna yang melekat pada ludah, ulama’ mengatakan hukumnya tidak batal. Dalam kitab Fathul ‘Allam disebutkan:
لَا يَضُرُّ الْكُحْلُ اِلَى الْحَلْقِ بِسَبَبِ الْاِكْتِحَالِ لِأَنَّهُ لَيْسَ فِى الْعَيْنِ مَنْفَذٌ مَفْتُوْحٌ اِنْفِتَاحًا ظَاهِرًا مَحْسُوْسًا. وَالْكُحْلُ الْوَاصِلُ مِنْهَا اِلَى اْلحَلْقِ إِنَّمَا هُوَ مِنَ الْمَسَامِّ فَلَا يُفْطِرُ بِهِ وَإِنْ وُجِدَ طَعْمُهُ بِحَلْقِهِ وَكَذَا اِنْ وُجِدَ لَوْنُهُ بِرِيْقِهِ اَوْ نُخَامَتِهِ
“Tidak masalah celak yang sampai ke tenggorokan sebab bercelak, karena pada mata tidak terdapat jalan tembus yang terbuka secara jelas dan indrawi. Sementara itu celak yang sampai ke tenggorokan melalui pori-pori, sebab itu, maka puasanya tidak menjadi batal sekalipun terdapat rasanya ditenggorokan, begitu juga tidak batal sekalipun dijumpai warna celaknya pada ludah atau dahaknya” (Fath al ‘Allam, Juz 4, Hal 35)
Demikian ulasanya, semoga menjadi ilmu berkah dan manfaat. Wallaahu a’lam bisshowab.
*Penulis adalah aktivis kajian Bahtsul Masa’il Kabupaten Jember