Menyuguhkan makanan kepada orang yang bertakziah hukumnya boleh, berdasarkan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللِه بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللُه عَنْهٌمَا أَنَّ رَجٌلاً سَأَلَ الّنبِيَّ أَيُّ اْلِإِ سْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تٌطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَ فْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِ فْ (رواه البخاري،١١)
“Dari Abdullah bin Amr. ra, “Ada seorang laki-laki bertanya pada Nabi SAW “Perbuatan apakah yang paling baik? ”Rasulullah menjawab, ”Menyuguhkan makanan dan mengucapkan salam, baik kepada orang yang engkau kenal atau tidak.” (HR. Al-Bukhari [11]).
Juga didasarkan kepada hadits Nabi:
عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ اْلأًنْصَارِ قَالَ خَرَ جْناَ مَعَ رَسُولِ االلهِ صلى الله عليه وسلم فِي جَنَازَةٍ فَرَأَيْتُ رَسُولَ االلهِ صلى الله عليه وسلم وَهٌوَعَلَى الْقَبْرِ يُوْصِيْ الْحَافِرَ أَوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ أْوْسِعْ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ فَلَمَّا رَجَعَ اسْتَقْبَلَهُ دَاعِي امْرَأَتِهِ فَجَاءَ وَجِيءَ بِااطَّعَامِ فَوَ ضَعَ يَدَهُ ثُمَّ وَضَعَ الْقَوْمُ فَأَكَلُوْا فَنَظَرَ آبَاؤُنَا رَسُوْلَ االله صلى الله عليه وسلم يَلُوْكُ لُقْمَةً فِي فَمِهِ ثُمَّ قَالَ أَجِدُ لَحْمَ شَاةٍ أُخِذَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ أَهْلِهَا فَأَرْسَلَتْ الْمَرْأَةُ قَالَتْ ياَرَسُوْلَ االله صلى اللهِ إِنِّي أَرْسَلْتُ إِلَى الْبَقِيْعِ يَشْتَرِي لِيْ شَاةً فَلَمْ أَجِدْ فَأَرْسَلْتُ إِلىَ جَارٍ لىِ قَدِاشْتَرَى شَاةً أَنْ أَرْسِلْ إِلَيَّ بِهَا بِثَمَنِهَا فَلَمْ يُوْ جَدْ فَأَرْسَلْتُ إِلَى امْرَأَتِهِ فَأَرْسَلَت ْإِلَيَّ بِهَا فَقَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم أَطْعِمِيْهِ اْلاُسَارَى (رواه أبو داود،٢٨٩٤ والبيهقي في دلائل النبوة انظر مشكاةالصابيح،٥٩٤٢)
“Diriwayatkan oleh Ashim bin Kulayb dari ayahnya dari salah seorang sahabat Anshar, ia berkata, “Saya pernah melayat bersama Rasulullah dan di saat itu saya melihat beliau menasehati penggali kubur seraya bersabda, “Luaskan bagian kaki dan kepalanya”. Setelah Rasulullah pulang, beliau diundang oleh seorang perempuan (istri yang meninggal). Rasulullah memenuhi undangannya, dan saya ikut bersama beliau. Ketika beliau datang, lalu makanan pun dihidangkan. Rasulullah mulai makan lalu diikuti oleh para undangan, pada saat beliau akan mengunyah makanan tersebut, beliau bersabda, “Aku merasa daging kambing ini diambil dengan tanpa izin pemiliknya”. Kemudian perempuan tersebut bergegas menemui Rasulullah sembari berkata, “Wahai Rasulullah saya sudah menyuruh orang pergi ke Baqi’, (suatu tempat penjualan kambing), untuk membeli kambing, namun tidak mendapatkannya. Kemudian saya menyuruhnya menemui tetangga saya yang telah membeli kambing, agar kambing itu dijual kepada saya dengan harga yang umum, akan tetapi ia tidak ada. Maka saya menyuruh menemui isterinya dan ia pun mengirim kambingnya kepada saya. Rasulullah kemudian bersabda,”Berikan makanan ini pada para tawanan. “(HR. Abu Dawud [2894] dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nabuwwah, [Lihat Misykat al-Mashabib [5942]).
Berdasarkan hadits inilah, Syaikh Ibrahim al-Halabib berkata, “Hadits ini menunjukkan kebolehan keluarga mayit membuat makanan dan mengundang orang untuk makan. Jika makanan itu disuguhkan kepada para fakir miskin, hal itu baik. Kecuali jika salah satu ahli warisnya ada yang masih kecil, maka tidak boleh diambilkan dari harta waris si mayit.” (AL-Bariqah al-Muhammadiyah, juz lll, hal 235, dan lihat juga al-Masail al-Muntakhabah, hal. 49).
(baca juga: Tata Krama dalam Pergaulan, Bagian 1)
Mengenai keputusan Rasulullah SAW memberikan makanan kepada para tawanan itu tidak dapat dijadikan alasan mengharamkan menyuguhkan makanan kepada orang yang berta’ziyah. Rasulullah SAW menyuruh memberikan makanan kepada para tawanan karena orang yang akan dimintai ridhanya atas daging itu belum ditemukan sedengkan makanan itu takut basi. Maka sudah mestinya jika Rasulullah SAW memberikan makanan tersebut kepada para tawanan. Dan istri mayit pun telah mengganti harga kambing yang disuguhkan tersebut. (Balugh al-Ummiyyah hal, 219).
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.