Penulis: Achmad Faizal*
Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1447 H, bukan sekadar pergantian kalender bagi generasi Milenial dan Z. Ia mengingatkan pada spirit hijrah: bergerak dari kondisi lama menuju kualitas diri dan masyarakat yang lebih baik. Dalam lanskap global yang diguncang peperangan antar-negara, kemajuan teknologi super-cepat, dan degradasi moral yang kian terang-terangan, momentum ini menuntut refleksi mendalam: apa “hijrah” kita hari ini?
Pertama, konflik yang berkepanjangan di berbagai belahan dunia memanggil kesadaran kolektif tentang kemanusiaan. Generasi digital—biasa bersuara di media sosial—dapat menjadikan #MuharamPeaceChallenge sebagai ruang kampanye perdamaian lintas bangsa, sekaligus belajar literasi geopolitik agar empati tidak berhenti pada “klik” belaka. Dukungan donasi, advokasi HAM, dan dialog lintas agama adalah bentuk hijrah dari sikap apatis menuju solidaritas aktif sebagaimana pesan Nabi, “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya; tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi.”
Kedua, lompatan kecerdasan buatan dan teknologi kuantum menghadirkan dua wajah: peluang produktivitas dan risiko ketimpangan. Refleksi Muharam bisa diarahkan pada “etika algoritma”—menggunakan AI untuk memberdayakan UMKM, memitigasi bencana, atau dakwah kreatif, sambil menolak penyalahgunaan deepfake, pencurian data, dan limbah digital. Generasi Milenial dan Z ditantang berhijrah dari sekadar pengguna menjadi “khalifah digital” yang menata teknologi agar selaras dengan maqāṣid al-syarī‘ah: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
(baca juga: Kartini Masa Kini dan Tantangan di Era Digital
Ketiga, degradasi moral—mulai dari ujaran kebencian hingga budaya instan—menuntut hijrah personal. Muharam dapat menjadi titik awal membuat “jurnal taubāh harian”: menilai kembali konsumsi konten, memperkuat literasi emosional, serta membangun komunitas belajar Al-Qur’an dan sains yang menyeimbangkan zikir dan pikir. Spirit “fastabiqul khairat” mendorong keduanya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan—menjadi trendsetter perilaku etis di sekolah, kantor, dan ruang virtual.
Dengan memaknai 1 Muharam sebagai kompas hijrah kolektif, generasi Milenial dan Z tidak hanya mengenang peristiwa sejarah Rasul, tetapi menanamkan visi “rahmatan lil ‘ālamīn” yang relevan menghadapi konflik, teknologi, dan krisis moral abad 21.[]
*penulis merupakan guru bahasa Indonesia di MA Unggulan Nuris, Dosen di Ma’hadl Aly Nuris, dan Tuton di Universitas Terbuka