Soal:
Rasanya tidak lengkap jika seseorang yang berziarah tidak membawa air bunga ke kuburan. Ini adalah kebiasaan yang sudah merata di seluruh masyarakat. Orang-orang yang melakukan ziarah kubur membawa air bunga yang akan diletakkan pada pusara. Bagaimanakah hukumnya dan apakah manfaatnya?
Jawab:
Para ulama mengatakan bahwa hukumnya menyiram air bunga atau harum-haruman di atas kuburan adalah sunnah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam karangan beliau Nihayah al-Zain.
وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ بَارِدٍ، تَفَاؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجَعِ، وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَاءِ الْوَرْدِ، لِأَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطَّيِّبَةَ ( نهاية الزين، ص ١٥٤)
“Disunnahkan untuk menyiram kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai tafa’ulun (pengharapan) dengan dinginnya tempat tidur. Dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan sedikit air mawar. Karena malaikat itu senang pada aroma yang harum semerbak.” (Nihayah al-Zain, 145)
(baca juga: Hujjah Aswaja: Hukum Talqin)
Pendapat ini berdasarkan Hadits Nabi SAW:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِيْنَةِ أَوْ مَكَّةَ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قَبْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ ؛ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ. ثُمَّ دَعَا بِجَرِيْدَةٍ فَكَسَّرَهَا كَسْرَتَيْنِ، فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كَسْرَةً. فَقِيْلَ لَهُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا ؟ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ تَيْبَسَا. (صحيح البخاري، رقم : ١٢٧٣)
“Dari Ibnu ‘Umar ia berkata, “Suatu ketika Nabi SAW melewati sebuah kebun di Makkah atau di Madinah. Lalu Nabi SAW mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di kuburnya. Nabi SAW bersabda kepada para sahabat, “Kedua orang (yang ada di kuburan ini) sedang disiksa. Keduanya disiksa bukan karena telah melakukan kesalahan besar. Yang satu disiksa karena tidak memakai ََdomba”. Rasul SAW kemudian menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagiandan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, “Kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?” Rasul SAW menjawab, “Semoga Allah SWT meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering.” (Shahih al-Bukhari [1273])
(baca juga: Penjelasan tentang Pengertian Aswaja)
Hadits di atas diperkuat oleh Hadits yang lain:
عَنْ جَعْفَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم رَشَّ عَلَى قَبْرِ ابْنِهِ إِبْرَاهِيْمَ وَوَضَعَ عَلَيْهِ حَصْبَاءَ. رواه الشافعي (نيل الأوطار، ج ٤ ص ٨٤)
“Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW menyiram kuburan putera beliau Ibrahim dan beliau meletakkan kerikil di atas kuburan tersebut”. HR. Imam Syafi’i RA.” (Nail al-Awthar, juz IV, hal 84)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka memberi harum-haruman di kuburan itu dibenarkan. Termasuk pula menyiram air bunga di atas kuburan.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.