Kunjungan Habib Dari Hadramaut di PP Nuris : Jangan Kotori Ilmu Dengan Maksiat

Kunjungan Habib Dari Hadramaut di PP Nuris : Jangan Kotori Ilmu Dengan Maksiat

Al-Habib Ahmad bin Husein Aidid

Hadramaut, Yaman

Kesungguhan dalam menuntut ilmu tentu bukan hanya dalam belajarnya saja , melainkan juga pada hal-hal lainnya,  terutama dalam berdo’a kepada  Allah SWT  untuk menuntut ilmu. Mungkin ada yang akan mengatakan,  “buat apa berilmu kalau akhirnya jelek, atau jika tak mengamalkan ilmunya?.”  Anggapan demikian ada benarnya, tetapi sama sekali tidak menghilangkan pentingnya ilmu. Kalau seorang alim memiliki akhlaq  yang baik serta aqidah dan manhaj  yang benar, maka ini menunjukkan bahwa ilmunya barakah. Sebaliknya seorang yang berilmu, cerdas, hafal Al-quran, menguasai sebagai bidang ilmu agama, namun tidak memiliki perangai  yang baik,  akhlak yang mulia, serta aqidah yang shahihah, maka bagaimana mungkin ilmunya akan barakah? Berikut petikan wawancara redaksi MN, M. Tamimurrahman dan Iqbal Khofi bersama Al-Habib Ahmad bin  Husein Aidid, di sela-sela silaturrahmi beliau ke PP. Nurul Islam Jember. “

(Baca juga: Mencari Barokah di Dunia Kampus )

Apa peranan ilmu terhadap barakah?

Ilmu adalah cahaya, dan barakah maknannya adalah berkembang atau bertambah, jadi kalau ada orang yang  mencari ilmu semata karena  Allah SWT, maka Allah SWT akan memberkahi hal-hal  yang  berkaitan dengan si empunya ilmu tersebut, baik umur, rizki, anak, waktu dan apapun yang berkaitan dengannya. Ilmu adalah barakah, jadi barangsiapa mencari (mempelajari) ilmu semata-mata karena  Allah SWT dan ikhlas di dalamnya, maka Allah SWT akan memberkahi hal-hal yang berkaitan dengannya,  mulai dari murid-muridnya, pesantrennya, pengikutnya, waktu dan segala hal yang berkaitan dengannya. Barakah itu sangat berkaitan dengan ilmu jika yang mempelajarinya ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

Bagaimana seorang santri supaya bias mendapatkan barakah dari ilmunya?

Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa seorang pelajar bias mendapatkan barakah,  jika dia mempelajarinnya murni semata-mata karena Allah SWT, sehingga Allah SWT akan memberkahi ilmunya.  Sering kita temukan orang-orang mulai dari zaman sahabat dulu sampai sekarang, orang yang berilmu dan berkah dari ilmunya terpancar di seluruh seanterodunia, baik dunia Timur atau Barat.

Hal itu tak lain karena dia ikhlas di waktu mencari ilmu, kadang kita juga menemukan orang yang berpengetahuan luas, dan memiliki faham ilmu yang mendalam namun dia belajar bukan semata-mata karena Allah SWT, hingga akhirnya Allah SWT tidak memberkahi ilmunya, dan juga tidak memberkahi santri-santrinya. Hingga akhirnya namanya pun tidak banyak dikenal dan tidak langgeng. Beda dengan imam Syafi’i, nama beliau tetap eksis sampai zaman kita sekarang,  itu karena keikhlasan beliau dalam mencari ilmu hingga Allah SWT memberkahi ilmunya. Begitu juga seperti halnya Imam Ghazali, Imam Al-Haddad, dan para ulama-ulama lainnya. Mereka semua ikhlas dalam mencari ilmu, sehingga ilmu mereka diberkahi oleh Allah SWT, dan dijadikan sebagai ilmu yang bermanfaat. Meskipun bisa jadi orang yang mencari ilmu karena Allah SWT atau tidak itu sama-sama bisa mendapati ilmu yang sama, tapi derajat, atau kemuliaan mereka berbeda.

Mungkinkah ada sifat-sifat  yang bisa membuati ilmu itu tidak barakah?

Ada dua hal yang bias menjadi hijab atau penghalang seorang pelajar untuk mendapat barakah dari ilmunya, yaitu harta dan pangkat. Kedua hal tersebut yang paling berbahaya bagi seorang pelajar atau santri. Karena kedua hal tersebut secara tabiat manusia merupakan hal yang sangat disukai. Untuk menghindarinya ya harus menyatukan asa kepada yang Maha Esa dalam belajar, ikhlas mencari ridho Allah SWT, berperangai seperti budi luhur Rasulullah SAW, mengamalkan ilmunya,  dan adabnya harus lebih baik dari ilmunya.

Mungkin ada pesan atau taujihat (pengarahan) untuk para santri?

Pesan saya untuk para santri, juga untuk kitas emua, harus bertaqwa kepada  Allah SWT,   Karen ailmuitutak lain adalah pintu kebaikan, dan wasilah kita untuk sampai kepada  Allah SWT, bukan untuk tujuan-tujuan duniawi, bukan untuk gagah-gagahan apalagi menyombongkan diri, kita mencari ilmu ya karena  Allah SWT semata, untuk diamalkan.

Tujuan utama dari ilmu itu sendiri adalah taqwa terhadap  Allah  SWT. Melakukan perintahnya dan menjauhi larangannya. Dan sepantasnya di hati mereka (para santri) tidak ada sifat yang berbau duniawi, sifat sombong , riya’ atau terpedaya (ghurur), justru semakin banyak ilmu harus semakin taqwa terhadap Allah SWT, semakin cinta kepada Allah SWT, tidak pernah memandang bangga akan dirinya, dan tidak merasa dirinya lebih utama dari yang lain, orang yang bertambah ilmunya harusnya tawadhu.

Saya berpesan kepada para santri, setiap kali kalian memahami suatu masalah ilmu, mempelajari fadailul a’mal, atau mempelajari hadits Nabi maka hendaknya harus diamalkan. Dan hal yang terpenting juga, seorang santri juga harus menjauhi maksiat, karena itu adalah penghalang terbesar ilmu, karena ilmu adalah cahaya, jadi jangan kotori dengan maksiat. Sebagaimana yang dikatakan oleh habib (Faqih Al-Qahhar), ilmu itu adalah khasyyah (takut) kepada Allah SWT sepenuhnya. Seorang berilmu bisa diketahui kadar keilmuannya dari rasa takutnya kepada Allah SWT. Ilmu itu bisa barokah bila diamalkan, bukan dengan dibuat bermain kata atau ber-mujadalah, tujuan ilmu itu hanya supaya kepada  Allah SWT, juga supaya mampu ber-mujahadah melawan nafsu, sehingga kita bisa sampai maqam ihsan. Ihsan berarti “al-Tahaqquq bil Islam wal Iman”. Jika salah seseorang dari kita sudah nyata Islam dan Imannya maka Allah SWT akan menyampaikannya pada maqam ihsan.*

*Dimuat di Majalah Nuris (MN) Edisi 3/Ramadlan/1434 H

 

Related Post