Dewasa ini, banyak kekerasan dengan dalih agama terjadi, sehingga tak jarang hal itu menimbulkan stigma negatif terhadap Islma itu sendiri. Bagaimanakah sebenarnya ajaran Islam menyikapi fenomena kekerasan atas nama agama tersebut? Benarkah anggapan bahwa Islam disebarkan dengan pedang? Bagaimanakah konsep amar ma’ruf nahi munkar yang dibenarkan dalam Islam? Berikut petikan wawancara reporter MN bersama KH. Muhyiddin Adusshomad di kediaman beliau.
(Baca juga:Kunjungan Habib Dari Hadramaut di PP Nuris : Jangan Kotori Ilmu Dengan Maksiat)
Bagaimana pandangan Kyai tentang fenomena kekerasan atas nama agama yang terjadi akhir-akhir ini?
Kita tahu bahwa Islam itu rahmatan lil ‘alamin. Nabi Muhammad itu mendapat julukan ra’uf dan rahim. Nabi mempunyai sifat pengasih, penyayang dan penyantun, sehingga fenomena seperti itu sungguh sangat merugikan bagi kepentingan dakwah ke depan. Mungkin para pelaku tindak kekerasan atas nama Islam niatnya bagus, tapi dalam kenyataannya hal itu menjadikan orang semakin tidak simpati bahkan tidak suka kepada Islam.
Bagaimana ajaran Islam yang sebenarnya tentang metode berdakwah?
Kalau kita belajar dari sejarah terutama dakwah para Wali Songo, Islam disebrkan dengan cara bottom up (dimulai dari bawah). Hal inijuga dilakukan oleh Kyai-Kyai di pesantren. Mereka hadir di suatu tempat kemudian mengadakan komunikasi dengan masyarakat sekitar, Kyai itu menarik dan begitu diperlukan oleh masyarakat sekitar, kemudian dengan suka rela masyarakat itu menitipkan putera-puterinya untuk dibimbing dan dididik. Lantas mereka berada di bawah bimbingan Kyai dalam waktu yang relatif lama. Anak-anak mereka diajari ajaran Islam, dicontohkan amaliyyah secara teoritis dan aplikatif. Jadi tidak lantas Kyai datang ke suatu kampung lantas masyarakat sekitar “dipentungi” karena tidak shalat Jumat misalnya. Itulah tradisi dalam berdakwah yang dilakukan oleh para Kyai di tengah-tengahumat. Jadi sangat paradoks dengan apa yang dilakukan oleh sebagian umat Islam dengan cara yang terburu nafsu, mungkin niatnya baik tapi caranya saja yang kurang tepat.
Ada anggapan bahwa Islam disebarkan Islam dengan pedang, bagaimana tanggapan Kyai tentang hal ini?
Saya kira anggapan itu adalah imej yang dibangun oleh orang-orang yang menjadi kompetitor dakwah islamiyyah, padahal pada kenyataannya itu tidak benar. Misalnya di Indonesia, kita bisa melihat sejarah para ulama pendiri pesantren besar ketika mendirikan pesantren, seperti Pesantren Sidogiri, Lirboyo, Ploso, Nurul Jadid Paiton, Salafiyyah Syafi’iyyah Sukorejo, dan sebagainya, tidak ada satu kalimat pun yang menerangkan bahwa pendirian pesantren-pesantren tersebut dimulai dengan perang terlebih dahulu. Tapi dari pesantren-pesantren itulah lahir para da’i dan da’iyah yang berperan aktif di tengah masyarakat menyebarkan Islam. Jadi sama sekali tidak benar anggapan bahwa Islam disebarkan dengan pedang.
Lalu, bagaimanakah cara yang tepat untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar?
Kalau kita baca kitab al-Ghunyah karangan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, dijelaskan bahwa mengajak kebaikan itu hendaklah dilakukan dengan cara yang baik juga. Dan tindak kekerasan itu sama sekali tidak efektif. Kita belajar dari sejarah Nabi SAW. Semua tokoh kafir yang memusuhi Islam, datang kepada beliau niatnya dengan kekerasan, tapi disikapi oleh beliau dengan lemah lembut, maka sebilah pedang yang sudah diayunkan jatuh lalu hatinya berbalik. Semua itu terjadi karena sikap lembut yang ditampilkan oleh Nabi SAW.
*Di muat di Majalah (MN) Edisi 06 Shafar 1436 H