Islam; Agama Damai & Indah

Islam; Agama Damai & Indah

(Aplikasi Komitmen 6S Santri dalam Interaksi Sosial)

Akmaluddin, S. Ud

Direktur LPBA PP. NURIS

Manusia yang telah dianugerahkan akal dan nafsu dipercaya oleh Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya dengan misi menjaga bumi dari kerusakan. Tentu menjadi balance antara dua ketakutan yang dimiliki manusia tersebut agama adalah jawabannya. Karena Allah mengutus rusul-rasul – Nya guna menyebarkan ajaran-ajaran yang dapat menjadi pelita manusia dalam mangarungi bahtera kehidupan ini. Islam merupakan penyempurna dari ajaran-ajaran sebelumnya. Dan ia merupakan agama samawi terakhir yang dibawa oleh rasul terakhir dan untuk umat terakhir yang hidup di zaman akhir. Dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan al-Sunnah maka Islam mampu menjawab tantangan zaman semenjak kemunculannya, zaman ini hingga yang akan datang.

Islam hadir sebagai rahmatil lil ‘alamin. Setiap ajaran Islam memiliki nilai kebenaran yang tidak diragukan lagi. Ia berusaha menciptakan perdamaian di bumi sehingga manusia dan seluruh makhluk Allah dapat hidup sejahtera dan menikmati hudup dengan penuh kesenang dan keindahan. Sangat tidak dibenarkan jika Islam dianggap sebagai agama yang membuat penganutnya “tidak tenang” karena telah mengajarkan perpecahan-perpecahan, tindakan-tindakan, kriminal dan kekerasan.

Islam Indah dengan 6S

Seorang muslim yang baik, lebih-lebih kita sebagai santri dituntut untuk hisa berinteraksi secara baik di tengah mesyarakat, dengan bermodalkan akhlak mulia, karena akhlak yang mulia itu adalah cerminan kesempurnaan iman seorang muslim. Sehingga semakin tinggi iman seseorang, semakin baik pula akhlaknya.

Dalam hal ini, menurut KH. Muhyiddin Abdusshomad, di antara sekian banyak akhlak mulia ada yang mudah dan sederhana yang bisa kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berinteraksi sosial, yaitu 6S: “Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun dan Sanjung.”

Baca Juga: (pemimpin harus memperjuangkan syariat islam)

Murah Senyum

Senyum adalah ajaran Islam bernilai ibadah. Seulas senyuman yang kita sunggingkan kepada seseorang setara dengan nilai bersedekah. Rasulullah SAW bersabda: “Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi).

Selain itu, senyum tulus yang terpancar dari wajah kita saat berbicara dengan orang lain, akan mencairkan hati dan menimbulkan kebahagiaan. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus terasa lebih enak didengar dari pada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manis wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Senyuman dapat menambah daya tarik seseorang, bahkan dari segi kesehatan orang yang murah senyum akan jauh dari stres, jantungnya akan berdetak normal.

Menebarkan Salam

Dengan saling mengucapkan salam maka akan menumbuhkan kecintaan terhadap hati sesama muslim. Ketika orang mengucapkan slam kepada kita dengan keikhlasan rasa suasana menjadi cair dan kita merasa bersaudara. Rasulullah SAW bersabdah:

“tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkan diantara kalian.” (HR. Muslim)

Selain itu, salam adalah doa. Kita mengucapkan salam kepada seseorang, berarti kita mendoakan keselamatan baginya. Dan doa akan dibalas oleh doa Malaikat untuk orang yang mengucapkan salam, walaupun orang yang tidak memberi salam tidak membalas.

Menghangatkan Sapa

Salah satu prinsip yang diajarkandan ditekankan dalam Islam adalah menjaga persaudaraan sesama muslim. Kita dituntut menjadikan muslim yang lain seperti saudara sendiri. Bahkan, seorang muslim yang satu dengan yang lain oleh Rasulullah SAW diibaratkan satu jasad, jika ada yang sakit, yang lain turut merasakannya. Karenanya kita harus terus membangun suasana persaudaraan, kita dilarang untuk saling membenci, bermusuhan atau bahkan tidak mau bertegur sapa. Dalam sebuah riwayat, Nabi melarang umatnya untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya lebuh dari 3 hari: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya di atas tiga hari. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari itulah, kita tidak boleh dingin dalam menyapa orang, sapalah saudara ita dengan hangat, karena dengan menyapa, kita telah mempererat ikatan persaudaraan dan sapaan ramah yang kita ucapkan kepada orang lain akan membuat suasana menjadi akrab dan hangat. Sapaan-sapaan kecil yang manis, halus dan menyenangkan yang kita berikan dengan halus dan meyenangkan yang kita berikan berikan dengan tulus akan membuat saudata kita merasa bahagia karena diperhatikan dan dihargai.

Berpenampilan Sopan

Sopan bermakna “beradab, tahu adat dan baik budi bahasanya,” Sopan juga meliputi tertib tingkah laku, tutur kata, pakaian, rambut dan sebagainya. Saat ini boleh dikata kesopanan sering terlupakan, anak-anak sekolah -santri pun demikian- mudah menggil sahabatnya dengan sebutan monyet atau anjing atau kata-kata jorok meski sekedar bercanda. Tak jarang mereka (siswa-santri), karena kata-kata yang buruk akhirnya mereka tawuran dan berkelahi. Itu semua disebabkan tiadanya akhlak atau kesopanan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, orang yang sopan akan dapat mencuri hati siapapun yang melihatnya. Setidaknya kita menjadi hormat pada orang yang bersikap sopan. Selain itu kesopana merupakan sikap menentukan nilai orang tersebut, semakin tinggi nilai sikap kesopanan, maka semakin tinggi derajatnya. Kesopanan yang muncul dari kemuliaan akhlak merupakan tanda-tanda kedalaman pemahaman agama seseorang. Jadi, apalah arti jika mempunyai ilmu agama yang luas, gelar yang panjang, kedudukan yang tinggi, kalau memiliki sikap yang tidak sopan.

Berpribadi Santun

Pasangan dari sopan adalah santun, jika kita menginginkan etika seseorang baik terhadap kita, maka dia harus memiliki sopan santun yang baik pula. Makna santun adalah halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), sopan, sabar dan tenang, menaruh rasa belas kasihan, suka menolong/membantu, memperhatikan kepentingan orang lain, dan suka meringankan kesusahan orang lain. Sikap santun hanya dimiliki oleh orang-orang yang mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya; orang-orang yang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain semata-mata untuk kebaikan. Seorang penyantun adalah orang yang bisa memaafkan atau bisa membalas keburukan dengan kebaikan. Dalam arti kita akan dianggap sebagai penyantun jika kita mampu menekan ego diri kita untuk mengalah demi kemashlahatan bersama. Jadi, bila kita ingin mempunyai pribadi yang simpatik lagi menawan, kita harus menjauhi sikap egois dengan sekuat-kuatnya.

Baca juga: (Fakta dan Makna Syiir Tanpo Waton)

Berani Menyanjung

Dalam etika bergaul, tak kalah penting juga sebagaimana dawuh K.H. Muhyiddin Abdusshomad, kita memberikan sanjungan kepada orang lain, umumnya apabila kita memuji seseorang, karena ada sesuatu yang dimilki oleh orang yang dipuji, dan kita mengharap akan mendapat sesuatu yang diinginkan. Tetapi, tidak semua pujian itu boleh kita berikan dan kita terima, karena pada hakikatnya pujian itu hanyalah untuk Allah semata. Maka tiada puji sanjungan, atau pujaan dan pujian kecuali kecuali bagi-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an: “Segala puji adalah bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 2).

Pujian yang boleh kita lakukan ialah pujian yang bersifat mendidik, mendorong dan bersifat mengajak, semuanya dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Sedangkan pijian sanjung yang dilarang, ialah pujian sanjung yang menjadikan orang angkuh, atau puji sanjung yang menjebak manusia melakukan perbuatan tercela, atau berupa penghinaan kepada orang yang disanjung, atau membuat orang menjadi ragu dan bimbang terhadap diri sendiri yang mendekatkan kepada sifat munafik.

Karena itulah, walau secara sederhana, mari kita jadikan diri kita sebagai bukti meindahan ciptaan Tuhan. Senyum tulus dan ikhlas, sapa hangat dan lembut, saling mendo’akan dan memperhatikan. Penampilan yang sopan dalam kodisi bagaimanapun akan membuat pribadi kita lebih baik. Pribadi yang santun, lapang dada, pemaaf, berusaha membalas keburukan dengan kebaikan, saling menasehati demi terciptanya amar ma’ruf nahi mungkar.*

Related Post