Pesantren Nuris– Belakangan ini santri Nuris menyibukkan diri, tenggelam dalam kitab, membaca, dan menghafalkan. Tak heran jika di setiap santri seantero pondok pesantren mendapati para santri melantunkan bait demi bait isi kitab.
Perlombaan yang bertema lomba pra-imtihan yang dilaksanakan pondok pesantren Nuris khususnya santri Dalbar (Dalem Barat), dilaksanakan di tiga tempat yaitu, masjid Nuris untuk kelas 1 Tarbiyah, musholla atas khusus lomba 2 cerdas cermat Fiqih ibadah. Musholla depan khusus kelas 1 dan 2 unggulan untuk lomba BMK.
(Baca juga: Kyai Mu’llimin Bangga Bertemu KH. Muhyiddin Abdusshomad pada Acara Musabaqoh Kitab Kuning di Nuris)
Tiga lomba yang dilombakan tersebut hanya memakan waktu semalam, itu pun kurang lebih 1 jam lamanya. Hal itu karena beda tempat dan juri di setiap tempat juga berbeda. Begitupun dengan penilaiannya. Proses penilaiannya masing-masing lomba sebagai berikut.
- Tarbiyah: Meneruskan bait dan menjelaskan makna nadzom. Setiap peserta mendapat tiga pertanyaan.
- Fiqih ibadah : Modelnya seperti cerdas cermat dan tarbiyah, peserta mendapat tiga pertanyaan.
- BMK : Baca satu fashol dan menjawab pertanyaan.
Kriteria pemenang lomba diantaranya:
- Tarbiyah: Fasih bacaannya dan tahu maknanya.
- Fiqh ibadah: Hafal dan faham materi tersebut.
- BMK: Baca kitab, apabila ditanya bisa menjawab dengan benar.
Juri dalam perlombaan pra imtihan ini juga dibedakan menjadi dua. Pertama juri dari kelas reguler yaitu ustadzah Indah Yanti, ustadzah Ilma dan ustadzah Rafaqoh. Selanjutnya juri kelas unggulan ada ustadzah Badriyah dan ustadzah Siti Maftuhah.
Perlombaan yang dapat meningkatkan minat belajar, menambah prestasi, dan dapat membanggakan kedua orang tua itu telah disetujui oleh pihak pengasuh.
“Mendalami kitab kuning bukan hal yang baru lagi bagi santri putri Dalbar. Jadi delegasi peserta yang ikut berprestasi dilihat dari keseharian di kelas. Lomba yang seperti ini membuat otak para santri lebih berkonsentrasi karena pemilihan pemenang yang sangat ketat.” Ucap ustadzah Ikhtaramul Jannah selaku ketua panitia Marhalah Ula Putri Dalbar.
‘Sistem penilaian yang seperti itu juga dilakukan agar santri tidak meremehkan dan menyampingkan pelajaran kitab, sebab jarang sekali pondok pesantren yang mempelajari ilmu umum dan ilmu agama.” Lanjutnya. (Red/Uca)