Jembatan Kesuksesan

*Penulis: Aulia Nabila 

Penulis adalah salah satu siswa SMA Nuris Jember. 

Air mata kembali bercucuran, mencuat keluar dari sepasang kelopak mata indah yang mulai membengkak.

Isakan-isakan kecil mulai terdengar dari mulutnya yang bergetar. Melodi mengingat kembali tragedi yang paling memilukan dalam hidupnya.

Melodi hampir tiba di beranda rumah. Ia segera merogoh kunci yang ada dalam tasnya. Selepas itu, perempuan yang baru saja melaksanakan parwell party bersama teman-teman SMP-nya itu segera memasuki rumah. Dan betapa terkejutnya ia melihat kepala ayah menggelinding menuju kakinya.

Bertepatan dengan itu, Melodi melihat wajah adik dan ibu yang penuh dengan darah, serta wajah beringas orang-orang yang membunuh keluarganya. Sontak ia langsung menyetop sebuah ojek. Sekelompok orang yang membunuh keluarganya itu tak langsung diam. Mafia itu mengejar.

“Berhenti di sini, Pak.”

Melodi langsung mengatakan kata itu setelah melihat sebuah bus antar provinsi menurunkan penumpangnya. Perempuan itu langsung naik bus. Di dalam bus, ia langsung bernapas legah. Tetapi bayangan wajah mengerikan mafia itu kembali menyeruak dalam pikirannya.

Selepas itu ia berusaha memejamkan mata dan berharap kejadian ini hanyalah mimpi.

***

“Berhenti di mana, Mbak?”

Kenek bus yang ditumpangi Melodi menyentuh bahu perempuan itu.

Tetapi pertanyaan itu tak bisa dijawab Melodi.

“Mana uangnya?”

Perempuan itu segera merogoh kantong, hanya ada uang seratus ribu. Ia tak tahu harus bayar berapa.

“Mbak bayar tujuh puluh lima ribu saja.”

Melodi mengangguk. Dan ia langsung turun dikerumunan orang. Ya. Ternyata ia menemui sebuah pasar. Di sana ia mencari sarapan yang cocok dengan sisa uangnya. Tetapi sarapan itu tak berlangsung lama, apalagi melihat lelaki berbadan kekar yang semalam ia temui juga ada di pasar.

Melodi langsung ketakutan. Ia pun mencoba tenang. Lalu, lepas itu ia membayar makanan dan membeli kerudung panjang. Kerudung panjang itu bagian bawahnya dijadikan cadar. Dan cara itu berhasil mengelabui mafia.

Selepas itu, Melodi langsung berlari kencang sekalipun ia tak tahu tujuan selanjutnya. Apalagi uangnya telah habis. Tetapi, ketika melihat ke belakang mafia itu tampak mengejarnya. Melodi langsung sembunyi di balik semak-semak. Lepas itu ia menemukan gerbang besar. Dan langsung memasukinya.

Dan langsung Melodi yang kecapean itu langsung lemas dan pingsan.

Ayat-ayat Tuhan membangunkannya.

“Aku di mana?”

“Mbak, di Jember tepatnya di Pondok Pesantren Nurul Islam.”

“Pondok Pesantren?”

Perempuan yang menemani Melodi segera menjelaskan jika Melodi ditemukan santri putra lewat gerbang belakang pondok dengan kondisi pingsan. Selepas itu, mereka segera melapor ke pengasuh. Lalu, ia dibawa ke asrama putri.

“Tolong aku, Mbak. Aku sedang kena musibah.”

Perempuan bernama Fatimah itu memeluk erat Melodi. Seolah-olah memberikan kekuatan.

“Mbak Fatimah, perempuan itu diminta menghadap pengasuh.” Sebuah suara tergesa-gesa memasuki kamar peristirahatan Melodi.

Mengetahui hal itu, Melodi takut jika dianggap sebagai penyusup. Atau bahkan para mafia itu menemukannya. Tetapi ia mencoba pasrah terhadap takdir Illahi yang akan ia alami.

“Kamu bisa tinggal di sini asalkan menjadi santri.” Ucap pengasuh.

Melodi senang bukan kepalang. Barangkali dengan tinggal di pondok ini bisa membuatnya lebih nyaman. Tetapi, masalah lain yang langsung ada dalam pikirannya bagaimana cara membayar segala biaya di pondok ini.

“Gunakan keterampilan yang kamu miliki, Mel.” Mbak Fatimah segera memberikan saran.

“Soal baju muslimah bisa pakai punyaku.” Lanjut perempuan itu.

“Pakai punyaku juga bisa.”

Seseorang langsung muncul di balik pintu.

“Itu namanya Ustazah Aisyah.” Jelas Mbak Fatimah.

Sudah dua orang yang begitu baik pada Melodi. Ia tak menyangka terhadap apa yang terjadi.

“Kamu bisa mengoperasikn computer kan?” Tanya Ustazah Aisyah.

“Tentu saja Melodi bisa, teknologi adalah temannya sehari-hari?”

“Kenapa kamu tidakcoba gunakan keahlianmu dalam bidang teknologi?”

“Benar juga kata Ustadah, Melodi bisa gunakan keahliannya dalam bidang teknologi. Bisa pakai komputer Pondok jika mau. Awalnya Melodi langsung bingung dengan apa yang dia lakukan dengan komputer ini?”

“Coba kamu buat sesuatu dari komputer itu, lalu kamu jual ke santri lain.” Saran ustadah

Melodi pun berpikir keras, hingga sebuah ide hinggap di kepalanya. “Bagaimana kalau aku jual stiker?” pikirnya.

Sejak saat itu, Melodi berjualan stiker. Omset yang dihasilkan lumayan. Stiker yang ia buat selalu terjual habis, karena designya disukai para santri. Melodi mendapatkan pemasukan dari penjualan tersebut, namun tak lupa ia tabung.

Beberapa tahun kemudian, Melodi lulus dari PP Nurul Islam, ia akan menyandang gelar alumni sebentar lagi. Namun, hal itu membuatnya tak bahagia, kalau tidak tinggal di pondok. Dia harus tinggal di mana? Tetapi kesedihannya tak berlarut lama, ia diberi kabar gembira, Melodi mendapatkan beasiswa kuliah design di luar negeri. Suangguh ia tak menyanga akan hal ini.  Ternyata diam-diam Ustazah Aisyah mengajukan beasiswa untuk Melodi. Beribu-ribu terima kasih ia haturkan pada ustadah tercinta itu.

(Baca juga: Hikayat Bunga Santri)

Kini, hiduplah Melodi di negara asing untuk menimba ilmu. Hidup di negeri orang lain, bukanlah perkara yang mudah. Semua serba mahal dan ia harus menghadapinya seorang diri rak ada kerabat yang ia kenal. Ia harus benar-benar mandiri. Ia harus pintar-pintar mengelola keuangannya. Maka dari itu, sekali lagi ia berjualan stiker design ia buat.

 

Related Post