Oleh: M. Fuad Abdul Wafi
Sesuai yang kita fahami sejak generasi pasca tabiin (masa pasca sahabat Nabi), bahwa yang berhak memahami Al-Quran dan Hadis hanyalah para ulama yang sangat mendalam ilmunya atau kita sebut dengan para mujtahid. Berarti tidak semua ulama yang dapat mencapai tingkatan tersebut. Berikut kita simak penjelasan para ulama terkait masalah ini;
(baca juga: Abu Bakar dan Umar di Mata Rasulullah SAW)
1.Imam Syafi’i setelah mengkaji al-quran sebanyak 300x, baru beliau menemukan dalil bahwa kita harus memahami agama secara umum dan khusus dengan menggunakan pemahaman para ulama. Ayat yang ditemukan oleh bilau adalah surah annisa’ ayat 115,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (115)
Barang siapa yang menentang Rasul setelah jelas datang kepadanya petunjuk dan tidak mengikuti jalannya orang-orang mukmin (para ulama)…
2. Imam Ahmad bin Hanbal berakata bahwa orang yang dapat berijtihad minimal hafalan hadisnya 400 ribu hadis. (Muqaddimah A’lamul Muwakki’in an Rabbil Alamin karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah).
Hadis shahih riwayat Muslim, Rasulullah bersabda,
(إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ) قَالَ الْعُلَمَاءُ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ فِي حَاكِمٍ عَالِمٍ أَهْلٍ لِلْحُكْم
(Apabila ada seorang hakim (mujtahid) menghukumi sesuatu lantas ia berijtihad dan ternyata benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila ia menghukumi lantas ia berijtihad dan ternyata salah, maka ia mendapatkan satu pahala.) Paraulama berkata: Orang Islam sepakat bahwa hadis ini untuk hakim yang alim dan ahli dalam hukum. (Syarah Shahih Muslim, karya imam Nawawi juz 12 hal 13, hadis no 1716).
(baca juga: Ayah Nabi SAW di Surga)
Rasulullah juga bersabda,
مَنْ قَالَ فِيْ الْقُرْانِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ
Barang siapa yang berkomentar dalam masalah al-Quran dengan pendapatnya sendiri, lantas benar. Maka sungguh ia telah salah. (HR. Abu dawud dan Tirmidzi).
Maksud dari dua hadis tersebut, bagi orang yang belum mencapai tinggakatan mujtahid ia tidak bisa berkomentar dengan ayat al-quran tanpa merujuk terhadap pendapat ulama. (Faidul Qadir, karya imam Abdur Ro’uf al-Munawi, juz 6 hal 190).
Penulis adalah staf pengajar BMK dan Tafsir di MA Unggulan Nuris