Oleh: M. Fuad Abdul Wafi
Sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«خُذُوا الْعَطَاءَ مَا دَامَ عَطَاءً، فَإِذَا صَارَ رِشْوَةً عَلَى الدِّينِ فَلاَ تَأْخُذُوهُ، وَلَسْتُمْ بِتَارِكِيهِ يَمْنَعُكُمُ الْفَقْرُ وَالْحَاجَةُ، أَلاَ إِنَّ رَحَى اْلإِسْلاَمِ دَائِرَةٌ فَدُورُوا مَعَ الْكِتَابِ حَيْثُ دَارَ، أَلاَ إِنَّ الْكِتَابَ وَالسُّلْطَانَ سَيَفْتَرِقَانِ فَلاَ تُفَارِقُوا الْكِتَابَ، أَلاَ إِنَّهُ سَيكُونُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يَقْضُونَ لأَنْفُسِهِمْ مَا لاَ يَقْضُونَ لَكُمْ، إِنْ عَصَيْتُمُوهُمْ قَتَلُوكُمْ، وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ أَضَلُّوكُمْ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، كَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ: «كَمَا صَنَعَ أَصْحَابُ عِيسَى ابْنِ مَرْيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، نُشِرُوا بِالْمَنَاشِيرِ، وَحُمِلُوا عَلَى الْخَشَبِ، مَوْتٌ فِي طَاعَةِ اللهِ خَيْرٌ مِنْ حَيَاةٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ»
Ambillah pemberian selama itu pemberian. Apabila pemberian tersebut telah menjadi suap yang merugikan agama, maka janganlah kalian mengambilnya. Sedangkan kalian tidak akan meninggalkannya, karena dicegah oleh kefakiran dan kebutuhan. Ingatlah sesungguhnya roda Islam selalu berputar. Maka berputarlah bersama al-Qur’an ke manapun ia berputar. Ingatlah, sesungguhnya al-Qur’an dan penguasa akan berpisah. Maka janganlah kalian meninggalkan al-Qur’an.
(baca juga: Manusia yang Berkontribusi)
Ingatlah sesungguhnya kalian akan dipimpin oleh para penguasa, yang akan memutuskan bagi diri mereka dengan apa yang tidak akan diputuskan bagi kalian. Jika kalian membangkang kepada mereka, mereka akan membunuh kalian. Jika kalian tunduk kepada mereka, mereka akan menyesatkan kalian.” Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami lakukan?” Bagian bersabda: “Sebagaimana para sahabat Isa bin Maryam ‘alaihissalam berbuat. Mereka digergaji dengan gergaji dan digantung di atas kayu. Mati dalam ketaatan kepada Allah lebih baik dari pada kehidupan dalam kemaksiatan kepada Allah.”
Hadits riwayat al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir juz 20 hlm 90 [172], al-Mu’jam al-Shaghir juz 1 hlm 264, Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ juz 5 hlm 165 dan al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad juz 3 hlm 398.
(baca juga: Telinga Kemasukan Air)
Hadits tersebut memberikan beberapa pesan diantaranya, menerima pemberian penguasa selama pemberian tersebut karena Allah dan karena kita berhak diberi, hukumnya boleh. Bukan pemberian karena tujuan tertentu, menerima pemberian penguasa sebagai suap agar menjadi pendukung atau membenarkan kesalahan mereka, adalah haram dan termasuk suap atau risywah. (Lihat, al-Shan’ani dalam al-Tanwir Syarh al-Jami’ al-Shaghir). Kemudian, hadits di atas termasuk tanda kenabian. Pada akhir zaman, seseorang yang memiliki keperluan kepada penguasa harus menyerahkan suap kepada mereka. Kalau tidak menyerahkan uang suap sebagai pelicin, maka keperluannya tidak akan dilayani. (Mahmud Nashshar, Jami’ al-Riwayat hlm 627). Pada akhir masa, para penguasa akan berpisah dengan al-Qur’an, dalam arti peraturan kekuasaan tidak akan mengikuti ajaran agama. Dalam kondisi tersebut, umat Islam harus tetap mengikuti ajaran agamanya.
Penulis adalah staf pengajar BMK dan Tafsir di MA Unggulan Nuris