Sebuah Fragmen Klise Antara Ridho dan Izin

Penulis: Muhammad Qorib Hamdani*

 “Kita yang melakukan di dunia dengan hina tanpa mengetahui Allah dengan seenaknya bertingkah, berlakon layaknya tidak ada yang melihat. Allah tak pernah tidur, selalu terjaga pagi malam siang sampai kapan pun. Ingat tuk jangan semena-mena berlakon, Allah tidak tidur.”

Sebagai muslim kita harus percaya bahwa esensi dunia ini bukan ada tanpa sengaja namun ada dengan sengaja diciptakan oleh Allah. Tuhan maha segalanya yang berkuasa menjaga jalannya planet agar tidak terjadi tabrakan. Bisa saja Allah menelantarkan penjagaan itu dan pada akhirnya planet akan bertabrakan.

Manusia diciptakan sebagai mahluk paling sempurna, maka bersyukurlah atas apa yang telah Allah berikan kepada kita. Bukan hanya kesempurnaan kita menjadi manusia akan tetapi yang dibutuhkan kita juga Allah turunkan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan lain-lain. “Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan” (QS: ar-Rahman) ayat al-Quran tersebut harus selalu kita pegang untuk senantiasa bersyukur mengingat tentang apa yang telah diberi oleh Allah.

(Baca juga: Si merah yang bermanfaat)

Maka dari itu kita tidak boleh sombong dan taat kepada Allah, dengan cara meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Jangan berpikiran untuk selalu bermaksiat ingatlah bahwa Allah tidak tidur dna melihat kita. Andaikan semua orang bisa merasakan bahwa Allah melihat kita pasti sebagai orang muslim malu untuk melakukan maksiat.

Penindasan, kriminalitas, korupsi  dan sebagainya akhir-akhir ini kini banyak terjadi di muka bumi. Namun apakah mereka tidak berpikir bahwa penciptanya selalu melihat dimanapun dia berada, “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah: 115)

Melihat indahnya Allah Subhanallahu wa taála adalah nikmat terbesar manusia di surga “Allahu jamil wa yuhibbu jamil” Allah itu indah dan mencintai keindahan. Analogi kita dalam mengolah kata itu maka akan terbentuk sebuah ideologi atau logika tentang keindahan Allah yang menyukai keindahan. Apakah perbuatan kriminalitas itu baik dan disukai oleh Allah? Pastinya perbuatan itu jelek dan tidak disukai oleh Allah. Segalanya yang terjadi itu atas izin Allah lantas mengapa Allah izinkan tindakan kriminalitas itu ada?

(Baca juga: Filosofi dan makna istilah jawa ketupat lebaran)

Mungkin pertanyaan itu sudah biasa kita dengarkan atau kita memikirkannya, namun kita tidak bisa menjawab hal itu dengan sempurna dan juga seolah-olah dianggap remeh. Sebelum masuk dalam analogi tersebut kita harus tahu bahwasannya ada perbedaan mengenai diizinkan dan diridhoi yaitu adanya konsekuensi atas perbuatan kita.

Di dunia ini Tuhan mengizinkan kita melakukan, menentukan, memilih apa yang kita suka. Namun sebagai manusia yang dikaruniai otak sebagai tempat untuk berpikir bahwasannya tidak semua yang diizinkan terjadi itu Allah ridhai. Kita yang berlakon dengan kehidupan yang kita pilih semua itu ada konsekuensinya baik di dunia ataupun diakhirat.

Semua agama yang berdiri dengan kokoh atas dalilnya mengenal atau tahu tentang perhitungan yang kita perbuat. Jika kita melakukan perbuatan jelek atau baik maka hal itu akan diperhitungkan atau dipertanggung jawabkan di dunia ataupun di akhirat. Maka sebagai manusia yang dikaruniai oleh Allah dengan sempurna marilah kita mentaatiNya dengan mengerjakan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi apa yang dilarangNya.

Sumber gambar: islamkafah.com

Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post