Jalan Panjang Hijabku

Penulis: Citra Yupita*

Aku tidak pernah bertanya, kenapa teman-temanku sudah pakai hijab tapi kok dilepas lagi. Meskipun aku suka mengelus dada dan mencoba menjawab pertanyaanku itu. Aku tahu, mereka punya berbagai alasan untuk melepas hijab mereka.

   Bermacam-macam perkiraan yang terlintas di pikiran. Pakai hijab itu nggak update,risih,panas,dan ribet. Mungkin seperti itulah alasan teman-temanku yang tidak terlihat lagi memakai hijab.

   Di sekolah, hijab masih melekat di tubuh mereka. Aurat mereka tidak terlihat. Terlihat anggun memang. Tapi entah kenapa setelah mereka keluar dari kewajiban sekolah untuk memakai hijab, hijab yang sungguh mulia ini di lepas begitu saja. Mereka dengan santai keluar rumah tanpa hijab yang menutupi aurat mereka.

   Aku melihat dari jendela, teman bermainku dulu yang baru mengenakan hijab,tiba-tiba keluar tanpa hijab.Dijalan aku bertemu dengan teman disekolahku, dia pun sama dengan teman bermainku.

   Ada apa dengan mereka?tidak hanya teman baikku saja yang seperti itu,tapi kebanyakan wanita di sekelilingku. Kenapa mereka begitu saja yang menyepelekan hijab? Padahal terpampang jelas di dalam Al Qur’an atau hadits. Apakah mereka tau itu?

(Baca juga: arti pesantren)

   Aku pernah berbincang – bincang dengan teman-teman dan mereka kebanyakan tahu. “kata orang tuaku,kalau pakai hijab jangan berlebihan,masak renang saja pakai kerudung,kata teman baikku ketika dia duduk bersama denganku”.

   Aku hanya diam saja. Aku masih belum berani untik meluruskan perkataan temanku itu.Aku takut dikatakan sok pintar oleh temanku. Nyaliku kecil,aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Ya Allah,cukupkan hamba-hambamu ini ilmu.

   Melihat keadaan teman-temanku itu,aku mulai berkaca dan sediki-sedikit mengingat pengalamanku saat memulai mengenakan hijab. Dulu sewaktu aku masuk kelas 4 SD, ayahku menyuruhku memakai hijab. Tapi apa yang keluar dari mulutk? Kata “tidak” kulontarkan di saat ayahku sangat berharap aku memakai hijab.

   Mengingat hal itu, rasanya ingin sekali aku menangis. Kenapa dulu aku menolak permintaan ayahku. Waktu itu aku kan sudah balig dan wajib memakai hijab. Penolakanku di dukung oleh ibukku. Kata ibukku, aku masih kecil belum siap pakai hijab.

   “Sudahlah pak, jangan terlalu memaksa. Anak ini bdlum siap” kata ibu karena tidak bisa menjelaskan secara detail kenapa menyuruhku memakai hijab dan aku menunduk takut karena ayah memperlihatkan kekecewaannya seraya berlalu meninggalkan ku dan ibu.

          Maafkan aku ayah, aku telah membuatmu kecewa.

   Sejak dulu memakai hijab belum pernah terpikirkan sampai ayah memintaku untuk memakainya pun hal itu tidak terpikirkan. Aku masih menganggap hijab itu ribet,panas, dan segala macam kesan negatif tentang hijab.Memang sewaktu aku mengaji di kampong,kalau pakai hijab aku selalu rebut sendiri. Menceng sinilah ketusuk jarumlah. Sehingga membuat ibuku berpikiran bahwa aku belum siap memakai hijab dan menolak permintaan ayah.

   Menginjak kelas 5 SD, ayahku sering membelikanku majalah religi. Tidak lama berselang, ayahku membelikanku majalah pemuda Islam dan kebetulan rubriknya khusus membahas tentang hijab. Bahasan yang ringan dan mudah di mengerti. Aku pun semakin tertarik dan semakin yakin, bahwa aku harus memakai hijab. Semakin sering ayahku membelikanku majalah tersebut, semakin terdorong semangatku untuk menggali ilmu agama.

   Saat duduk dikelas 6 SD aku belum memakai hijab. Tadinya aku sudah berniat untuk mulai memakai hijab. Namun karena aku sudah kelas 6 SD dan sebentar lagi lulus, maka ibu menyarankan agar aku memakai hijab pada waktu masuk MTS. Ya sudah,aku mengikuti saran ibukku lagi. Tapi niatanku untuk memakai hijab tetap harus kurealisasikan.

(Baca juga: bukan tentang sesendok gula)

   Aku mencoba keluar rumah dengan memakai hijab. Pada awal mulanya aku agak canggung memakai hijab. Namun, aku coba membujuk diriku sendiri untuk tetap terus mengenakan pakaian mulia ini. Lama-kelamaan aku mulai terbiasa keluar rumah memakai hijab.

   Aku merasa aman dengan memakai hijab ini. Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya waktu masuk bangku MTS. Karena di waktu itulah aku mulai menyempurnakan kewajibanku sebagai seorang muslimah yang sudah balig.

   Walaupun aku sudah memakai hijab keluar rumah, belum lengkap rasanya kalau sekolah tidak memakai hijab. Perasan tidak aman masih menyeruak di hatiku setelah aku tahu memakai hijab adalah suatu kewajiban.

   Enam tahun aku jalani hari-hariku di SD Negri tanpa hijab. Sebelum aku tahu seluk beluk hijab, aku cuek sekali dengan penampilan. Aku masih pakai baju ketat yang menampakkan lekuk tubuh. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAAHIM, aku berniat pakai hijab.

   Memasuki jenjang MTS, niatanku untuk memakai hijab secara sempurna terealisasikan. Ternyata yang memakai hijab di sekolahanku banyak juga. Aku senang sekali melihat teman-teman satu sekolah yang memalai hijab.

   Waktu pertama kali aku masuk MTS, aku tidak begitu peduli denganteman-teman yang terkadang mempermainkan hijab karena dulu aku juga masih belia, sehingga untuk mengingatkan temanku masih terganjal dengan kekurangannya ilmu. Oleh karena itu, aku terus berusaha menambah ilmu agamaku.

   Ketika mengikuti jaman di musholla sekolah, aku melirik kakak kelas yang sedang berwudlu, “kerudungnya kok besar sekali”.

   Aku memandangi kakak itu sampai ia selesai berwudlu. Rasa penasaranku terusik kembali. Aku melihat diriku di kaca. Aku harus bagaimana?apa aku haru merubah penampilanku? Ya,aku harus memakai hijab syar’i ,yaitu hijab yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Al- Qur’an dan As-sunah. Aku menata kembali hijabku dan sedikit demi sedikit, tapi pasti kuperbaiki hijabku sejalan dengan bertambahnya usia dewasaku.

   Tidak semua perubahan positif pada diriku diterima oleh orang-orang di sekelilingku. Sering sekali ibuku memojokkanku untuk berpakaian seperti layaknya teman-teman di sekolah manapun teman-teman bermainku.

   “ Sayang,kalau pakai kerudung jangan besar-besar dong! Kalau pakai kerudung biasa-biasa saja seperti teman-teman mu yang lain.”

Berulang kali ibuku berkata seperti itu dan berulang kali aku menjelaskan kepada ibuku. Terkadang aku di bantu ayahku untuk menjelaska hal itu kepada ibuku. Tapi tetap saja ibuku berkata seperti itu jika aku keluar rumah memakai hijab yang lumayan lebar.

Tidak hanya ibuku saja yang memandang diriku aneh dan kaku. Teman bermainku pun memandang diriku aneh, memang aku mengalami banyak perubahan, baik sikap maupun penampilanku semenjak duduk di bangku MTS ini.

Tidak aka ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai hijab ini. Kesetiaan pada hijablah yang harus kulekatkan di hati.

Related Post