Resensi karya sastra MTs Unggulan Nuris: Santri dan Covid-19

Judul Buku                : Kisah Hidup Tentang Sayup Redup

Judul Karya              : Santri dan Covid-19

Penulis                      : Emha Bima Syarif Hidayat

Penerbit                     : AE Publishing

Tahun terbit              : Cetakan Pertama, November 2021

Jumlah Halaman      : 251 halaman

Halaman Karya         : 15-17

ISBN                           : 978-623-306-529-0

Peresensi                   : Putri Utami Octaviya, S.Pd

Sinopsis:

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi dengan kegiatan literasi seperti membuat atau membaca sebuah karya. Emha Bima, salah satu siswa Mts Unggulan Nuris Jember telah melahirkan sebuah karya dalam bentuk cerpen. Karya perdananya ini muncul melalui imajinasinya pada masa Covid-19. Menurutnya, dengan membuat sebuah cerpen menjadi momen yang tepat untuk merefleksikan pesan-pesan tentang anak santri yang menjalani kehidupan di sebuah pondok pesantren. Pesan yang terkandung dalam cerpennya juga dapat menjadikan pembelajaran bagi pembaca. Karyanya bersanding dengan 40 karya siswa lainnya dalam sebuah antologi cerpen yang bertema Covid-19 dengan judul antologi Kisah Hidup Tentang Sayup Redup.

Seorang santri yang digambarkan sebagai lelaki remaja memiliki tuntunan hidup dari almarhum kiai nya. Singkat cerita remaja yang tak disebutkan namanya ini menjalani kehidupan sebagai seorang santri. Kiai pondok pesantrennya telah wafat. Bisa dibilang ia cukup dekat dengan kiai. Hingga kiai hafal dengan sosok lelaki remaja ini. Dunia seakan runtuh ketika ia mendengar kabar buruk tentang sang kiai.

(Baca juga: Resensi Karya Sastra MTs Unggulan Nuris: Perjuangan Sang Dokter)

Hingga suatu malam dalam mimpinya dia bertemu dengan sang kiai. Terdapat pesan dan tuntunan untuk dirinya. Sang kiai menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan ada virus mematikan yang menghebohkan dunia. Virus ini akan menyebar dengan cepat hingga ke penjuru dunia. Kiai berpesan agar ia selalu menjaga diri agar tidak terpapar oleh virus mematikan ini. Dalam mimpinya terasa begitu singkat sang kiai hadir. Tapi tak apa, ini sudah cukup mengobati rasa rindunya kepada kiai.

Keesokan harinya, ia memberitahukan mimpinya. Tapi tak ada satu teman pun yang percaya akan adanya virus mematikan itu. Ada setitik kekecewaan melihat respon dari teman-temannya. Entah bagaimana ia sangat mempercayai apa yang dikatakan kiai dalam mimpinya itu. Tak apa meskipun teman-temannya tidak percaya. Mungkin suatu saat mereka akan mempercayai ketika hal itu benar-benar terjadi.

Seiring berjalannya waktu akhirnya pada bulan Maret 2019 muncullah penyakit virus covid-19. Seluruh temannya yang awalnya tak percaya akan hal itu akhirnya mereka semua mempercayai pesan yang disampaikan kiai dalam mimpinya. Mereka sedih karena peraturan pondok semakin diperketat. Salah satunya adalah jadwal pengiriman yang sudah tidak boleh dilakukan. Mereka hanya bisa menahan rindu dengan keluarga. Berdekatan apalagi bersentuhan dengan orang luar pondok tidak diperbolehkan. Khawatir orang luar ataupun keluarga yang akan mengirim datang membawa virus ini. Atas kedewasaan akhirnya mereka memaklumi dan menaati peraturan pondok ini. Kegiatan dipondok berjalan normal. Tentunya dengan tetap menjaga jarak antara siswa dengan teman, guru serta pengasuh. Untuk mendeteksi tetap terjaganya kondisi yang sehat, sempat beberapa kali pihak pondok mendatangkan tim kesehatan dari luar untuk mengecek kondisi setiap santri dari virus corona. Hasilnya sungguh memuaskan. Alhamdulillah tidak ada yang terpapar virus mematikan ini

Kelemahan:

Cerpen ini menggambarkan kejadian tahun 2019, yang kemungkinan besar para pembaca di sepuluh tahun ke depan akan sulit membayangkan kondisi pada masa itu. Selain itu sangat kurang sekali penggunaan gaya bahasa dalam cerpen ini sehingga terkesan monoton dalam membaca setiap katanya. Penggunaan tanda baca dan EYD juga masih terdapat kesalahan.

Kelebihan:

Penulis menitikberatkan gambaran kebahasaan yang sangat mudah untuk dipahami pembaca. Terutama pada akhir-akhir alinea, mulai terlihat ciri penulis yang menggambarkan cerita dapat berakhir dengan hal apa pun, tidak harus senang atau sedih.

Related Post