Judul Buku : Elegi Lintang, Asap Kopi Bromo, dan Bunga Edelweis
Judul Karya : Merindukan Mimpi Ibu
Penulis : M. Irfan Maulana
Penerbit : AE Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Jumlah Halaman : 8 halaman
ISBN : 978-623-306-284-8
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Cerpen berjudul Merindukan Mimpi Ibu karya M. Irfan Maulana salah satu siswi MA Unggulan Nuris ini menjadi salah satu cerpen yang cukup menarik perhatian. Dalam karyanya menyajikan kisah yang penuh emosi. Menggambarkan kerinduan seorang anak terhadap sosok ibunya yang telah lama meninggalkannya untuk merantau ke negeri orang demi mencukupi perekonomian keluarga. Melalui alur cerita yang sederhana namun penuh makna. Cerpen ini mengajak para pembaca untuk merenung tentang betapa berharganya keberadaan seorang ibu dalam hidup seorang anak.
Cerpen ini dimulai dengan penggambaran seorang anak yang telah ditinggal ibunya sejak usianya masih dini. Seorang anak ini bernama Arjun. Selama ibunya merantau, ia dirawat oleh neneknya yang telah lansia. Hari-hari ia lalui dengan penuh kerinduan terhadap ibunya. Pagi itu Arjun kembali terperanjat, bermimpi tentang ibunya yang selalu menemaninya saat kecil sebelum akhirnya meninggalkannya. Pikirannya kacau, tak jarang ia selalu menganggap sosok wanita yang berada di dekatnya adalah ibunya. Meskipun ia tahu hal itu tak akan terjadi. Ibunya tak akan kembali.
Neneknya sangat baik dalam merawatnya. Meskipun begitu, kerinduan terhadap ibunya selalu menghantui hatinya. Teman-temannya selalu menghiburnya. Agar Arjun tak lagi mengingat sosok ibunya. Tapi usaha mereka tetap saja tak berguna. Ditengah-tengah bermain, Arjun selalu mengingat kembali ibunya. Memanggil ibu dengan nada merengek. Anehnya air mata itu tak pernah kering keluar dari kelopak matanya. Sungguh ini yang dinamakan kerinduan penuh ketulusan.
(Baca juga: Resensi Karya Sastra MA Unggulan Nuris Jember: Embun yang Tak Diinginkan)
Hingga pada suatu hari. Di saat arjun sedang asik bermain. Muncul sosok yang Arjun nanti-nantikan. Kini ibunya tepat berada di depan matanya. Ibunya menjelaskan mengapa ia harus meninggalkan Arjun ketika masih kecil. Penjelasan penuh penyesalan dalam hati ibunya. Tapi, Arjun tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Berkali-kali ia teriak dan menjauh dari ibunya. Ia sangat benci akan perkataan yang telah dilontarkan wanita itu. Hati Arjun masih kaku dan penuh emosi. Hingga akhirnya ia mengusir wanita itu dan kembali ke rumah dengan derai air mata. Tubuhnya mulai lemas, hingga ia tertidur dengan nyenyak di atas kasur dan memimpikan ibunya dengan memanggil ibunya,
Senja sempurna terbenam, menyisakan yang bersembunyi dalam butir hujan. Wanita itu hanya membatin, seandainya dulu aku tetap tinggal, Arjun akan menyayangiku, bukan seperti sekarang, ia lebih merindukan sosok ibu dalam mimpinya, dan membuatku kekal dalam mimpinya.
Arjun tetap dengan mimpi-mimpinya. Bermimpi sosok ibunya. Ibu yang telah mengajarkannya arti kehilangan yang sebenarnya. Kehilangan yang teramat luka bagi masa kanak-kanaknya. Masa di mana ia sangat membutuhkan sosok ibu sebagai pelengkap separuh jiwa. Sebagai sosok yang seharusnya memeluk jiwa raga mungilnya itu.
Kelebihan:
Penulis dengan cermat menggambarkan berbagai kegiatan harian sang anak yang penuh dengan bayangan ibu. Sementara itu, kerinduan semakin mendalam seiring berjalannya waktu. Melalui kisah ini, pembaca diajak untuk merenungkan arti penting keluarga, terutama hubungan antara ibu dan anak. Secara keseluruhan cerpen ini berhasil menyentuh hati pembaca dengan cerita yang sederhana namun sangat emosional. Gaya bahasa yang digunakan penulis sangat natural. Sehingga mudah dipahami pembaca. Selain itu penulis juga berhasil menampilkan konflik batin yang dirasakan anak dengan penuh empati, sehingga pembaca dapat merasakan kedalaman emosi yang ditampilkan.
Kekurangan:
Cerpen yang mengangkat tema kerinduan seorang anak kepada ibunya sering kali menggambarkan pertumbuhan seorang anak tanpa ibunya yang cukup menyedihkan. Meskipun ini adalah tema yang banyak dihargai, kadang-kadang penggambaran seperti ini bisa menjadi terlalu klise atau cenderung mengesampingkan perasaan lain, seperti kesulitan ibu dalam merantau atau konflik batin yang dialaminya.