Penulis: Muhammad Qorib Hamdani*
“Kita yang duduk merintih kesakitan menatap amarah teman, menelungkup di bawah kesedihan yang tiada tara. Cacian mereka seakan ingin menjatuhkan dalam kegagalan, selalu saja remehan itu terjadi setiap hari, ku ingin balas dendam!”
Seorang manusia diciptakan dengan karakter yang berbeda-beda bahkan dalam mengolah dan menyerap ilmu pun sangat berbeda. Keberagaman itu menjadikan kita selalu ingin semua mengikuti dirinya, jika tak mau maka dirinya akan memberikan sejuta alasan untuk hanya berkomitmen pada dirinya.
Maka dibentuklah namanya musyawarah atau saling bertukar pikiran yang mengandalkan visi dan misi untuk mencapai kesepakatan bersama. Namun penulis bukan ingin membahas tentang keberagaman karakter, akan tetapi membahas tentang keberagaman karakter yang menimbulkan pendiskriminasian terhadap seseorang yang memiliki karakter di bawah rata-rata. Contohnya orang yang memiliki kemampuan menyerap ilmu sangat minim, atau ditilik dari segi fisik yaitu orang yang cacat sehingga divonis sebagai orang yang bodoh ataupun segalanya.
(Baca juga: Falsafah luhur dari lagu lathi)
Dengan cacian mereka yang ingin menjatuhkanmu pastinya kita butuh namanya balas dendam sebagai pembalasan pendiskriminasian sehingga bisa disebut setimpal. Namum kita sekarang berpikir dengan menganalogikan otak kita pada problem solving, apakah pembalasan dengan cara pendiskriminasian karena kita dianggap remeh apakah itu akan menimbulkan penyelesaian yang berkesudahan?
Pastinya dengan membalas dendam yang setimpal secara fisik atau pendiskriminasian karena kita dianggap remeh tidak akan sampai pada puncak penyelesaian. Memang diri kita akan merasakan penyelesaian namun itu hanya nafsu belaka yang selalu berdialektika memegang pemikiran tanpa hati sehingga nafsu kita merasa puas terhadap penindasan yang setimpal oleh teman kita.
Bagaimana untuk bisa mencapai pada tingkat problem solving tanpa melakukan balas dendam dengan cara pendiskriminasian? Atau bagaimana memuaskan amarah kita terhadap penindasan oleh teman kita? Jika selalu bertanya tanpa melakukan tindakan kita tidak akan mendapat problem solving maka dari itu dibutuhkanlah aksi. Jika anda telah mempunyai strategi maka langsung saja untuk turun dan beraksi melakukan strategi tersebut.
(Baca juga: Sebuah fragmen klise antara ridho dan izin)
Aksi membalas dendam kita tanpa adanya esensi pendiskriminasian secara halus dan diam-diam namun sangat menyakitkan yaitu pembuktian. Apa yang dimaksud dengan pembuktian sebagai balas dendam yang halus namun menyakitkan? Maksud dari membalas dendam dengan cara pembuktian sebagai strategi tanpa pendiskriminasian adalah kita harus membuktikan kepada teman atau orang yang telah menindasi kita karena telah dianggap remeh.
Tunjukan kepada mereka jika kita tidak sesuai dengan apa yang mereka lihat, buktikan bahwa kita adalah sesorang yang lebih. Dengan pembuktian bahwa kita bukanlah seseorang yang remeh sesungguhnya adalah balas dendam secara halus namun menyakitkan karena jika kita berhasil maka si penindas itu akan merasa iba dengan apa yang dia lihat pada diri kita.
Jangan jadikan ocehan teman yang ingin menjatuhkanmu sebagai pemvonisan bahwa kita memang tidak layak dan tidak pantas namun jadikanlah ocehan teman itu sebagai penyemangat dan motivasi ketika seorang teman tak ada lagi yang mempedulikan kita dan tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia menjulurkan tangannya.
Bisa kita tarik benang merah dari teks di atas yaitu jika kamu mempunyai strategi maka beraksilah. Jika kita dianggap remeh oleh seorang teman maka yang harus kita lakukan adalah pembuktian. Jadikan ocehan teman yang ingin menjatuhkanmu sebagai motivasi atau semangat bahwa kamu bisa melakukannnya.
Sumber gambar: logicclass.net
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik