Penulis: Nailun Kotrin Nikmah*
Ibnu hajar Al-Atsaqolani nama lengkapnya adalah Syihabuddin Abdul Fadl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar, namun lebih dikenal sebagai Ibnu Hajar Al-Asqolani dikarenakan kemasyhuran nenek moyangnya yang berasal dari palestina,773-852.
Sekilas kisah Ibnu Hajar,beliau tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu,beliau sangat menjaga diri dari dosaa(iffah). Beliau diasuh oleh Zaakiyuddin Abu Bakar Al-Karubi kakak tertuanya, di bawah pengasuhannya beliau mendapat perhatian yang luar biasa. Guru besar beliau adalah Shadkuddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-safthi al-muqri’. Kepada beliau lah Ibnu Hajar mampu menghatamkan hafalan Al- qur’annya ketika berumur 9 tahun.
(Baca juga: Abu Hurairah: Sang Ulama Hadits)
Beliau benar-benar bersungguh dalam menuntut ilmu sehingga beliau hafal beberapa kitab-kitab induk seperti al-umdah,al-ahkam karya guru beliau al-hafizh al-iraqi,al-hawi,as-shagi karya al-qazwinir, mukhtasar ibnu al-hajib fi al-ushul dan mulhatu al-i’rob serta lainnya.
Imam Ibnu Hajar pernah melakukan perjalanan menuntut ke Negara Syam, Hijaz dan Yaman, ilmu beliau sangat matang dalam usia yang masih dibilang muda. Beliau pernah menagajr di Markaz ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-Madrasah AL-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, dan masih banyak lagi madrasah-madrasah di bawah naungan beliau.
Suatu ketika, saat beliau masih dalam masa menuntu ilmu disebuah madrasah, beliau terkenal orang yang rajin, namun beliau jugadikenal sebagai murid yang kurang pintar dari teman lainnya, beliau selalu tertinggal jauh dari teman lainnya. Jugasering lupa dengan ilmu yang sudah diajarkan kepada beliau, bahkan beliau pernah merasa frustasi dan patah semangat.
Beliaupun memutuskan untuk undur diri dan pulang, dalam perjalanan pulang dari sekolahanya, hujan turun dengan sangat deras, memaksa beliau untuk berteduh di dalam sebuah gua. Saat beliau berada di dalam gua, pandangannya tertuju pada sebuah tetesan air yang menetes sedikit demi sedikit hatuh melubangi sebuah batu yang berada dalam gua tersebut, beliau pun terkejut.
Melihat peristiwa itu beliau bergumam dalam hatinya, sungguh sebuah keajaiban. Beliaupun merenung, bagaimana mungkin batu sekeras itu dapat terlubangi oleh tetsan air. Beliau dapat mengambil kesimpulan bahwa betapapun kerasnya sesuatu jika ia diasah terus-menerus maka ia akan menjadi lunak. Batu yang keras saja dapat terlubangi oleh tetesan air apalagi kepala saya yang tidak menyerupai kerasnya batu. Jadi kepala saya pasti bisa menyerap segala ilmu jika dibarengi dengan ketekukan, rajin dan sabar.
(Baca juga: Imam Bukhari: Bermodal Kekuatan Hafalan dan Pena)
Sejak saat itu semangat beliau untuk menuntut ilmupun kembali tumbuh dalam dirinya, beliau menajdi murid yang cerdas dan dapat melampaui teman-temannya. Beliaupun menjadi ulama tersohor dan memiliki banyak kitab yang terkenal hingga saat ini. diantara kitabnya adalah kitab Fathul Baari Syarh shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah.
Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam Asy-Syakawi karya baliau mencapai lebih 270 kitab, dan para peneliti menghitungnya sampai 282 kitab, kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadist, secara riwayat, dan kajian.
Kisah beliau sangan menginspirasi bagi kita semua, bahwa sekeras apapun itu dan sesusah apapun jika kita betul-betul lillahi ta’ala menjalaninya dan istiqamah dalam menuntut ilmu niscaya kita dapat menuai kesuksesan. Jangan pernah menyarah untuk sesuatu yang berguna, karena kegagalan adalah guru terbaik kita, dan kegagalan adalah hal biasa namun jika kita mampu bangkit dari kegagalan kita adalah manusia yang luar biasa.
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA SMA Nuris Jember yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik