Seri ke-5, Ngaji Aswaja; Kewajiban Taklid dan Fenomena Matinya Kepakaran

Penulis: M. Izzul Aroby*

Konsep beragama dalam Islam mengharuskan bertaklid bagi muslim yang tidak mampu berijtihad (konsep ini telah dijabarkan pada kajian Aswaja seri ke-4). Taqlid menurut Syaikh Said Ramadhan al-Buhti adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengerti dalil yang digunakan atas keshahihan pendapat tersebut, walaupun mengetahui tentang keshahihan hujjah taqlid (Abdusshomad : 2008).

Kewajiban bertaklid didasari pada kesulitan setiap muslim apabila harus menggali hukum dari Alqur’an dan hadis, dikarenakan harus memahami berbagai perangkat ilmu seperti ilmu alat, Fiqh dan lain-lain. Jalan aman bagi muslim awam adalah mengikuti fatwa para imam mujtahid yang kredibel.

Saat ini ada kelompok (red : salafi wahabi) yang menggaungkan jargon kembali ke Alqur’an dan Sunah, yang menandakan umat muslim tidak perlu mengikuti fatwa para imam mujtahid. Hal ini merupakan kesalahan luar biasa dalam beragama, sebagaimana kesalahan mempersilakan orang awam ilmu ekonomi menjadi menteri koordinator perekonomian.

(baca juga: Seri Ke-2, Ngaji Aswaja; Ideologi Orang Jawa adalah Penganut Ahlussunnah wal Jamaah bukan Ahlu Bidah Wahabi)

Apabila hal ini dilakukan maka akan membahayakan dan ekonomi negara dalam ancaman dan diambang kehancuran. Jika pengambil kebijakan ekonomi harus diserahkan pada ahlinya maka otoritas fatwa yang berkaitan dengan agama harus diserahkan pada ahlinya.

Era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan berkembangnya teknologi menyebabkan siapapun dapat mengungkapkan pendapatnya di media sosial basis digital. Siapapun berhak mengungkapkan pendapatnya di media sosial masing-masing.

Bredana, seorang jurnalis senior mengungkapkan, “saat ini jika di stadion terdapat 50 ribu penonton, maka akan tercipta 50 ribu pakar sepakbola. Semua bisa membuat opini dan menyebarkannya.”

(baca juga: Lalai Zakat Sama Dengan Mendustakan Allah dan Rasul)

Melimpahnya informasi di media sosial dapat menyebabkan pendapat para ahli tertutupi oleh pendapat ngawur yang dilontarkan oleh orang yang tidak mempunyai kapasitas untuk berpendapat apalagi membuat kesimpulan tentang suatu topik. Tom Nichols menamakan fenomena ini sebagai fenomena The Death of Expertise (Matinya Kepakaran).

Langkah aman supaya terhindar dari pendapat yang salah adalah membiasakan budaya “jangan sok tau” dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kesulitan dalam suatu permasalahan hendaknya berkonsultasi pada ahlinya. Sebagaimana firman Allah, “bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (al-Nahl:43). Wallahu A’lam.[]

sumber foto sampul: ibtimes.id

*Penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris tahun 2017, kini sedang melanjutkan studi sarjana di Polije

Related Post