Oleh: Roith Husein*
Suatu hari, di pagi yang cerah sinar mentari mulai menusuk dari ufuk timur. Terlihat beberapa santri mulai bersiap-siap mandi dengan mata terkantuk-kantuk untuk berangkat sekolah. Sepertinya mereka kelelahan setelah semalaman mengaji. Di sisi lain, nampak dua orang santri sedang duduk berdampingan di tangga masjid. Nada tinggi mereka membuat saya sedikit menoleh untuk memastikan “wah ada apa itu?”. Raut wajah mereka saling memancarkan hawa tidak mau kalah. Ya mereka saling ngotot memperdebatkan sebuah koran yang berisikan ramalan zodiak.
Bahasan mereka membuat saya bertanya-tanya “apakah ramalan zodiak benar-benar terbukti, dan apakah boleh kita mempercayai ramalan seperti itu” apalagi saya kebetulan seorang santri.
Di lamunan itu, saya teringat ketika di satu waktu, saya pernah membaca buku yang menjelaskan terkait ilmu Astronomi (falakiyah) dan ilmu Astrologi (nujum). Ya, ilmu yang kerap disama-samakan, namun sebenarnya secara definisi dan terminologi sangat berbeda, walaupun dua ilmu ini saling berkaitan.
Ilmu astronomi (falak) adalah ilmu yang membahas tentang perhitungan pergerakan benda-benda di langit guna untuk menentukan arah kiblat, waktu salat, hilal dan sebagainya. Para astronom tidak menghubungkan benda-benda langit kepada kehidupan, mereka hanya memahami dunia yang berada di luar bumi dengan berlandasan pada metode ilmiah.
Sedangkan ilmu astrologi (nujum) adalah ilmu yang mempelajari tentang posisi bintang, bulan, matahari dan benda-benda lainnya, ilmu ini biasanya digunakan para dukun dan peramal untuk mengetahui nasib manusia dengan landasan melihat rasi bintang yang menempati wilayah-wilayah di angkasa. Para astrolog memercayai bahwa peristiwa pergeseran benda-benda langit itu berpengaruh terhadap kehidupan manusia bahkan juga untuk menentukan nasib kehidupan di masa depan.
Pertentangan antara Kedua Ilmu ini
Di dalam Islam tak hanya pakar-pakar di bidang kesehatan, fiqh, dan teknologi saja, namun dalam dunia astrologi juga mempunyai kontribusi dalam perkembangan dunia perbintangan. Salah satunya ialah Jabir Al-Battani, beliau adalah ulama yang sukses menentukan perkiraan awal masa bulan baru. Beliau pengarang kitab Al-zij yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa latin “De Scienta Stellarum”.
Kitab ini berisi tentang hasil peneropongan Al-Battani terhadap beberapa bintang yang menetap di langit. Tak ayal penemuan ini sangat bermanfaat bagi bangsa Arab, bahkan juga seluruh umat manusia ikut merasakan manfaat penemuan beliau.
(baca juga: Klab Sains Astronomi Nuris Peringati Pekan Antariksa Dunia)
Teori-teori Aristoteles tentang geosentris yaitu percaya bahwa bumi menjadi pusat dari tata surya. Teori itu banyak dipercaya oleh masyarakat abad pertengahan sampai kurun waktu yang lama. Hingga banyak ilmuan akhirnya menentang teori tersebut seperti Johannes Kepler, Galileo Galilei, Copernicus. Mereka meyakini bahwa bukanlah bumi yang menjadi pusat tata surya, melainkan bumi yang mengelilingi matahari. Dari hal ini kita tahu bahwa ilmu astronomi sangat berperan banyak bagi kehidupan umat manusia di bumi.
Ilmu astronomi juga banyak memiliki manfaat, di antaranya untuk mengetahui waktu salat, mengetahui arah kiblat, mengetahui awal bulan Qomariyah dan mengetahui waktu penentu gerhana. Ilmu yang hampir semua orang tahu ini sangat dibutuhkan pada kehidupan manusia contohnya petani yang butuh keahlian astronomi untuk menentukan bulan apa saja yang cocok untuk bercocok tanam, atau arsitek yang harus tahu arah mata angin untuk mengetahui arah bangunan rumah.
Pada dasarnya hukum mempelajari ilmu astronomi (falak) adalah fardlu kifayah, yaitu apabila setiap orang dalam sebuah balad (desa atau daerah) sudah ada yang mempelajarinya, maka kewajiban bagi yang lainnya untuk belajar ilmu ini gugur.
Rubu’ al-mujayyab adalah alat yang paling sering digunakan oleh para ahli falak untuk menghitung fungsi geniometri benda-benda di langit. Alat berbentuk seperempat lingkaran bumi ini, diciptakan oleh Ibn Al-syatir pada kurun waktu 14 Masehi. Dan sampai sekarang alat ini tetap eksis digunakan oleh para astronom dan tentunya santri juga turut andil dalam bidang ini.
(baca juga: Mengenal Kiai Umar Sumberwringin Jember)
Di sisi lain, ilmu astrologi (nujum) adalah ilmu yang menerjemahkan atau menafsir tentang kenyataan dan keberadaan manusia dengan menggunakan benda-benda langit sebagai pacuannya. Biasanya ilmu ini sering dikaitkan-kaitkan dengan ramalan-ramalan para dukun tentang bagaimana nasib manusia selanjutnya.
Ilmu tentang perbintangan ini dibagi menjadi dua yaitu Ilmu at-Ta’tsiir dan ilmu at-Tasyiir. Ilmu at- ta’tsiir adalah ilmu yang menggunakan bintang sebagai penentu nasib manusia. Biasanya ilmu ini sering digunakan oleh dukun untuk meramal nasib manusia. Hukum mempercayai ilmu At-ta’tsiir adalah syirik dan banyak mudlaratnya.
Sedangkan At-tasyir adalah ilmu yang mempelajari peredaran bintang itu sendiri. Ilmu ini hampir mirip dengan ilmu falak, karena objek dari kedua ilmu ini sama yakni benda-benda langit dan orbitnya. Perbedaannya adalah, ilmu falak mempelajari tentang lintasan benda-benda langit sebagai penentu arah dan penentu waktu di bumi. Sedangkan ilmu nujum digunakan untuk mempelajari lintasan benda-benda langit untuk digunakan sebagai kemaslahatan kehidupan dunia seperti memudahkan arah tujuan, pengetahuan tentang berakhirnya musim, kondisi cuaca, penyebaran wabah dan lainnya.
Karena benda-benda langit dekat dengan bumi maka tak asing lagi jika para astrolog membuat teori bahwa benda langit berpengaruh pada kehidupan manusia. Bahkan dalam ajaran kristen yang menyangkal adanya ramalan seperti ini, nyatanya Leo X dan Paul III menggunakan layanan peramal-peramal pribadi. Ia menggunakan ini guna untuk mempertimbangkan pengaturan bintang yang menguntungkan, ia memilih tanggal aksesi ke takhta kepausan Julius II.
Dari ulasan di atas kita tahu manakah ilmu yang boleh dipelajari dan manakah ilmu yang harus kita hindari. Semoga kita bisa mewaspadai ilmu manakah yang boleh kita pelajari, dan yang tidak boleh kita pelajari. Semoga kita semua mendapatkan barokahnya juga manfaatnya bagi kemaslahatan bangsa dan agama amin yaa rabbal alamin.[]
*Penulis adalah siswa kelas XII TKJ SMA Nuris Jember, aktif di kegiatan jurnalistik, tulisan artikelnya sudah pernah di muat di Koran Pantura Probolinggo