Generasi Nol Buku
Penulis: M. Izzul Aroby*
Ungkapan Taufiq Ismail “generasi nol buku”, memang benar adanya. Di sini kita tidak perlu melihat data-data yang menyebutkan tentang tingkat literasi masyarakat Indonesia.
Marilah sejenak kita melihat masyarakat dan pelajar sekeliling kita, apakah para pelajar lebih suka pergi keperpustakaan dibanding pergi ke warung kopi? Apakah para ibu rumah tangga di waktu luang lebih suka membaca buku dibandingkan dengan bergosip dengan tetangganya?
Taufiq Ismail juga menyebutkan, masyarakat Indonesia telah mempunyai dogma bahwa membaca hanyalah sekadar sebuah anjuran, bukan kewajiban. Suatu pemahaman yang bisa membuat malapetaka bagi masyarakat Indonesia, tetapi harapan untuk membenahi tingkat literasi masyarakat Indonesia masih terbuka lebar. Kemauan dan kerja keras dari semua pihak adalah kuncinya.
(baca juga: Virus Despacito, “Penyakit” Kekinian yang Fenomenal dan Kontroversial)
Di sini, peran dari aparatur pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan, harus ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang sangat mendukung tentang menumbuhkan dan membuat masyaraat Indonesia gemar membaca.
Beberapa langkah sederhana yang efektif harus digalakkan, semisal kebiasaan membaca sejak dini. Orang tua diharapkan untuk menemani dan membimbing anak sebelum tidur untuk sekadar membaca dongeng atau membaca kitab suci.
(baca juga: Tips Cerdas dan Unik Usir Kantuk di Kelas Ala Santri Nuris)
Pendidikan gemar membaca yang digalakkan sejak dini, akan menumbuhkan karakter gemar membaca bagi anak ketika si anak menginjak usia dewasa, dengan generasi masa depan yang melek membaca, maka dapat dipastikan tingkat keilmuan masyarakat Indonesia akan bergerak ke arah yang lebih baik.
Suatu saat, kita semua akan melihat Indonesia Emas pada tahun 2045 akan terwujud, karena suatu bangsa akan jaya dengan sumber daya manusianya yang mumpuni.
*Mahasiswa Politeknik Negeri Jember, Alumni MA Unggulan Nuris 2017